Tidak Penting Jokowi Balas Surat AHY?

Apa yang ingin dicapai AHY dengan memblow up kasus tersebut? Padahal masalah itu tidak bisa dikategorikan sebagai upaya kudeta, hanya persoalan ketidakpuasan di internal Demokrat.

Sabtu, 6 Februari 2021 | 08:08 WIB
0
190
Tidak Penting Jokowi Balas Surat AHY?
Agus Harimurti Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo (Foto: Google.com)

AHY kirim surat pada Presiden Jokowi terkait adanya rencana Kudeta, terhadap kepemimpinannya di Partai Demokrat (PD), yang dia duga melibatkan pejabat di lingkungan istana. Tujuan AHY mengirim surat tersebut untuk meminta klarifikasi, sebagai upaya tabayyun.

Pada awalnya sikap ini sangatlah bijak, dan semestinya menunggu dulu klarifikasi dari Presiden Jokowi. Tapi rupanya, sebelum mendapatkan klarifikasi dari Presiden Jokowi, kasus tersebut sudah di blow up di media online.

Jadi klarifikasi yang disampaikan bukan jadi tabayyun, kesan yang muncul malah 'politicking.' Pastinya Presiden jadi bingung, satu sisi mau minta klarifikasi, tapi disisi lain berusaha mau mempermalukan Presiden Jokowi, seolah-olah ingin mengatakan istana terlibat.

Lantas apa lagi perlunya Presiden Jokowi memberikan klarifikasi, karena semua sudah terang benderang, dan Presiden merasa justeru klarifikasi itu malah jadi jebakan batman bagi Istana. Apa pun penjelasan Presiden nantinya, tetap akan dipolitisir kader PD. 

Mengirim surat pada Presiden Jokowi, untuk meminta klarifikasi itu adalah niat baik, tapi persoalannya sebelum mendapat jawaban, semua masalah sudah dibuka ke publik. Itu sama saja dengan AHY menampar muka Presiden. Mengirim surat minta klarifikasi itu hanyalah sebagai pelengkap, bahwa AHY sudah berkirim surat.

Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi oleh Presiden Jokowi, AHY sudah mempermalukan istana ke publik. Sebijaknya, AHY tunggu dulu klarifikasi dari Presiden Jokowi, sebelum membuka masalah tersebut kepublik.

Kalau pada akhirnya Presiden Jokowi merasa tidak perlu membalas surat AHY, ya wajar saja, beliau sudah dipermalukan AHY, apa lagi pentingnya beliau membalas surat AHY. Secara politik, tujuan AHY untuk melibatkan istana sudah berhasil.

Yang jelas, apa yang dilakukan AHY tersebut mendapat restu dari mantan Presiden RI ke 6, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), setidaknya SBY mengetahui tentang hal itu. Dibalas atau tidak, efeknya akan sama, kalau pun dibalas, tanggapan secara politik akan sama dengan kalau tidak dibalas. Itulah politik, selalu ada cara untuk menjatuhkan lawan.

Secara etika, sangatlah tidak etis. Kalau niatnya untuk klarifikasi itu pada Presiden, harusnya tunggu dulu hasil klarifikasinya, setelah tahu hasilnya barulah diributkan. Lah ini dijawab belum oleh Presiden, tapi kasusnya sudah di blow up di media, maksudnya apa? 

Sekarang beberapa pihak yang dituduhkan terlibat dalam dugaan upaya mengkudeta kepemimpinan AHY tersebut, sudah membantah keterlibatannya, seperti mantan Ketua DPR, yang juga kader PD, Marzuki Ali, menolak keras, bahkan mengancam akan membuka borok PD. 

Baca Juga: AHY versus Moeldoko di Antara Isu Kudeta dan Pandemi

Begitu juga dengan mantan Ketua Umum PD, Anas Urbaningrum (AU) , tidak ingin dikaitkan dengan hal tersebut. Hal itu dikatakan oleh Gde Pasek, dia merasa AU tidak punya kepentingan, bahkan menganggap tidak selevel dengan AHY, karena level AU adalah SBY. 

Apa yang ingin dicapai AHY dengan memblow up kasus tersebut? Padahal masalah itu tidak bisa dikategorikan sebagai upaya kudeta, hanya persoalan ketidakpuasan di internal PD, dari para kader, dan mantan kader PD, yang berusaha untuk melibatkan pihak luar. 

Bisa saja dianggap ini sebagai sebuah skenario PD, yang memang ingin mengaitkan Istana terhadap persoalan di internal PD. Dalam politik tidak ada yang tidak mungkin, karena politik itu sendiri adalah Seni Kemungkinan. 

Ajinatha

***