Apa yang ingin dicapai AHY dengan memblow up kasus tersebut? Padahal masalah itu tidak bisa dikategorikan sebagai upaya kudeta, hanya persoalan ketidakpuasan di internal Demokrat.
AHY kirim surat pada Presiden Jokowi terkait adanya rencana Kudeta, terhadap kepemimpinannya di Partai Demokrat (PD), yang dia duga melibatkan pejabat di lingkungan istana. Tujuan AHY mengirim surat tersebut untuk meminta klarifikasi, sebagai upaya tabayyun.
Pada awalnya sikap ini sangatlah bijak, dan semestinya menunggu dulu klarifikasi dari Presiden Jokowi. Tapi rupanya, sebelum mendapatkan klarifikasi dari Presiden Jokowi, kasus tersebut sudah di blow up di media online.
Jadi klarifikasi yang disampaikan bukan jadi tabayyun, kesan yang muncul malah 'politicking.' Pastinya Presiden jadi bingung, satu sisi mau minta klarifikasi, tapi disisi lain berusaha mau mempermalukan Presiden Jokowi, seolah-olah ingin mengatakan istana terlibat.
Lantas apa lagi perlunya Presiden Jokowi memberikan klarifikasi, karena semua sudah terang benderang, dan Presiden merasa justeru klarifikasi itu malah jadi jebakan batman bagi Istana. Apa pun penjelasan Presiden nantinya, tetap akan dipolitisir kader PD.
Mengirim surat pada Presiden Jokowi, untuk meminta klarifikasi itu adalah niat baik, tapi persoalannya sebelum mendapat jawaban, semua masalah sudah dibuka ke publik. Itu sama saja dengan AHY menampar muka Presiden. Mengirim surat minta klarifikasi itu hanyalah sebagai pelengkap, bahwa AHY sudah berkirim surat.
Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi oleh Presiden Jokowi, AHY sudah mempermalukan istana ke publik. Sebijaknya, AHY tunggu dulu klarifikasi dari Presiden Jokowi, sebelum membuka masalah tersebut kepublik.
Kalau pada akhirnya Presiden Jokowi merasa tidak perlu membalas surat AHY, ya wajar saja, beliau sudah dipermalukan AHY, apa lagi pentingnya beliau membalas surat AHY. Secara politik, tujuan AHY untuk melibatkan istana sudah berhasil.
Yang jelas, apa yang dilakukan AHY tersebut mendapat restu dari mantan Presiden RI ke 6, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), setidaknya SBY mengetahui tentang hal itu. Dibalas atau tidak, efeknya akan sama, kalau pun dibalas, tanggapan secara politik akan sama dengan kalau tidak dibalas. Itulah politik, selalu ada cara untuk menjatuhkan lawan.
Secara etika, sangatlah tidak etis. Kalau niatnya untuk klarifikasi itu pada Presiden, harusnya tunggu dulu hasil klarifikasinya, setelah tahu hasilnya barulah diributkan. Lah ini dijawab belum oleh Presiden, tapi kasusnya sudah di blow up di media, maksudnya apa?
Sekarang beberapa pihak yang dituduhkan terlibat dalam dugaan upaya mengkudeta kepemimpinan AHY tersebut, sudah membantah keterlibatannya, seperti mantan Ketua DPR, yang juga kader PD, Marzuki Ali, menolak keras, bahkan mengancam akan membuka borok PD.
Baca Juga: AHY versus Moeldoko di Antara Isu Kudeta dan Pandemi
Begitu juga dengan mantan Ketua Umum PD, Anas Urbaningrum (AU) , tidak ingin dikaitkan dengan hal tersebut. Hal itu dikatakan oleh Gde Pasek, dia merasa AU tidak punya kepentingan, bahkan menganggap tidak selevel dengan AHY, karena level AU adalah SBY.
Apa yang ingin dicapai AHY dengan memblow up kasus tersebut? Padahal masalah itu tidak bisa dikategorikan sebagai upaya kudeta, hanya persoalan ketidakpuasan di internal PD, dari para kader, dan mantan kader PD, yang berusaha untuk melibatkan pihak luar.
Bisa saja dianggap ini sebagai sebuah skenario PD, yang memang ingin mengaitkan Istana terhadap persoalan di internal PD. Dalam politik tidak ada yang tidak mungkin, karena politik itu sendiri adalah Seni Kemungkinan.
Ajinatha
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews