Kursi Panas Wakil Gubernur DKI Jakarta,,,Masih Kosong,,

Berlarut-larutnya pemilihan cawagub DKI akibat adanya revisi Peraturan Pemerintah tentang pedoman penyusunan tata tertib DPRD I dan DPRD II kabupaten/kota.

Senin, 1 Juli 2019 | 20:22 WIB
0
347
Kursi Panas Wakil Gubernur DKI Jakarta,,,Masih Kosong,,
Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu (Foto: Detik.com)

Semenjak jabatan wakil gubernur DKI Jakarta ditinggalkan oleh Sandiaga Uno karena menjadi cawapres-sampai sekarang tidak ada kejelasan dua calon cawagub yang disodorkan oleh PKS.Cawagub dari PKS yaitu Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu.

Sepertinya anggota DPRD DKI sengaja menggantung dan memainkan politik terkait dua cawagub dari PKS tersebut.Padahal, kalau anggota DPRD mau, dua nama dari PKS itu bisa diputuskan lewat sidang paripurna untuk diserahkan kepada Gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan untuk memilih salah satu dari dua nama tersebut.

Tetapi DPRD DKI malah sengaja mengulur-ulur waktu dengan membentuk Pansus segala.

Malah dua nama cawagub dari PKS itu bisa terpental atau ditolak kalau mayoritas DPRD tidak menyetujui dua nama tersebut. Alasan bisa dicari.

Mengapa pemilihan wakil gubernur DKI Jakarta berlarut-larut dan tidak ada kepastian?

Karena ada pihak-pihak yang mengingkan ketua DPD partai Gerindra yaitu M Taufik sebagai cawagub DKI. Padahal berdasarkan kesepakatan antara petinggi partai Gerindra dan PKS, jabatan cawagub DKI merupakan jatah untuk PKS. Karena PKS sudah mengalah Sandiaga Uno sebagai cawapres dalam pilpres 2019. Tetapi jatah itu sampai sekarang belum jelas.

Bahkan sudah ada skenario untuk menjegal atau menggagalkan dua cawagub dari PKS tersebut, yaitu Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu.

Skenario yang akan dimainkan oleh DPRD DKI dengan cara tidak atau sengaja tidak hadir dalam sidang paripurna dalam pembahasan untuk menyetujui dua nama dari PKS tersebut.

Anggota DPRD DKI sengaja menciptakan supaya sidang paripurna tidak kuorum sebagai syarat sahnya sidang paripurna. Kalau sidang paripurna tidak kuorum selama dua kali, maka akan mengajukan nama baru sebagai cawagub DKI. Sidang paripurna pertama dan kedua dengan jeda waktu 10 hari. Artinya dua nama dari PKS tidak diterima atau ditolak.

Inilah akal-akalan yang akan dimainkan oleh anggota DPRD DKI yang tidak setuju dengan dua calon cawagub dari PKS.

Seperti kita ketahui, kebanyakan anggota DPRD DKI lebih akrab dan nyaman dengan M Taufik. Sedangkan M Taufik sangat berharap dia sebagai cawagub DKI Jakarta. Dan lobi-lobi M Taufik lebih nendang dan menjanjikan.

Berlarut-larutnya pemilihan cawagub DKI, menurut pendapat atau opini pribadi, karena adanya revisi Peraturan Pemerintah tentang pedoman penyusunan tata tertib DPRD I dan DPRD II kabupaten/kota.

Bukan tambah baik dan lebih cepat, malah tambah lama dan ribet. Karena melibatkan DPRD dalam pemilihan jabatan gubernur dan wakil gubernur untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Seperti kita ketahui, pada waktu Gubernur Basuki Tjahaja Purnama  ada kekosongan Wagub DKI, maka undang-undang atau peraturan yang berlaku, yaitu UU Nomor 1 Tahun 2015 dan PP Nomor 102 Tahun 21014, yang mengatur tata cara pengangkatan Wagub yang  merupakan wewenang Gubernur atas usulan partai pengusung atau koalisi.

Baca Juga: Dapat Kursi Wagub DKI, Nasib PKS Belum Aman

Sedangkan pemilihan Wagub DKI yang sekarang mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018. Yang mana, pemilihan Wagub DKI diusulkan oleh partai pengusung atau koalisi ke DPRD DKI untuk disahkan lewat sidang paripurna. Setelah itu baru DPRD DKI menyerahkan nama-nama cawagub kepada gubernur untuk dipilih menjadi wakil gubernur.

Di sinilah pangkal masalah berlarut-larutnya pemilihan wakil gubernur DKI yang melibatkan DPRD DKI. Bahkan dalam peraturan tersebut tidak ada batas waktu, sampai kapan jabatan wakil gubenur itu boleh kosong.

Akhirnya anggota DPRD seenaknya sendiri. Toh tidak ada aturan batas waktunya. Kecuali ada aturan pasti, bahwa kursi wakil gubernur tidak boleh kosong selama dua atau tiga bulan.

Ini mirip seperti pengesahan anggaran provinsi, kabupaten dan kota yang sering molor dan berlarut-larut. Karena sengaja dibuat tidak kuorum oleh DPRD. Tanpa persetujuan atau ketok palu DPRD, anggaran tidak sah atau tidak jalan. Ujungnya duit atau suap.

Sampai kapan kursi wakil gubernur DKI akan terisi atau kosong?

Tanyakan pada M Taufik!

***