Kebijakan pemutihan utang yang diambil Presiden Prabowo Subianto untuk sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi angin segar di tengah kondisi ekonomi yang menantang. Lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024, pemerintah menempuh langkah untuk menghapus utang macet bagi UMKM yang beroperasi di sektor-sektor strategis seperti pertanian, perkebunan, peternakan, dan kelautan. Langkah ini berpotensi mengurangi beban finansial dari para pelaku UMKM dan membantu mereka bangkit dari kesulitan ekonomi yang dihadapi.
Menurut Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, pemutihan utang yang mencapai Rp10 triliun ini akan menyasar sekitar 1 juta pelaku UMKM. Langkah ini diambil dengan seleksi ketat, tidak semua UMKM bisa mendapatkan keringanan utang ini. Penghapusan hanya berlaku bagi UMKM yang memenuhi syarat tertentu, seperti yang terdampak bencana, atau bagi usaha di sektor pertanian dan perikanan yang benar-benar sudah tidak memiliki kemampuan bayar serta sudah jatuh tempo selama lebih dari sepuluh tahun.
Pemerintah juga menetapkan batasan jumlah utang yang bisa dihapuskan. Untuk usaha adalah Rp500 juta, sementara untuk individu Rp300 juta. Dengan demikian, tidak semua pelaku UMKM akan mendapatkan pemutihan utang ini. Hanya yang benar-benar tidak tertolong lagi yang akan dibantu. Langkah ini diapresiasi oleh banyak pihak sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap sektor UMKM yang memang menjadi tulang punggung ekonomi nasional.
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, menyatakan bahwa penghapusan utang bisa sangat produktif dalam meringankan beban UMKM yang mengalami kredit macet. Dengan pelonggaran beban utang, UMKM diharapkan bisa memperbaiki bisnis mereka dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian.
Adanya tantangan besar dalam kebijakan ini, terutama dalam jangka panjang. Jika tidak dikelola dengan bijak, pemutihan utang dapat menjadi preseden buruk bagi perilaku keuangan para pelaku UMKM. Kemungkinan adanya potensi moral hazard. Besok-besok nasabah mungkin tidak terlalu memikirkan kewajiban keuangan mereka, karena mengetahui kemungkinan penghapusan utang oleh pemerintah. Ini juga bisa membuat perbankan khawatir memberikan kredit bagi UMKM karena ada ketakutan kreditnya akan diputihkan lagi nanti.
Langkah penghapusan utang dalam jumlah besar tidak asing dilakukan oleh berbagai negara. China, misalnya, pada akhir 1990-an, berhasil mengelola kredit bermasalah dari empat bank BUMN dengan mengalihkan Non-Performing Loan (NPL) ke pihak ketiga dan kemudian menyuntikkan dana pada bank-bank tersebut. Hal ini menjadi contoh keberhasilan yang bisa dipelajari untuk memitigasi dampak negatif dari kebijakan pemutihan utang.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengungkapkan bahwa kebijakan ini memang memiliki tujuan mulia, yaitu membantu usaha kecil yang terhimpit. Namun, risiko moral hazard bisa saja muncul bila penerapan syarat ketat tidak dilakukan secara konsisten. Salah satu cara efektif untuk mencegah moral hazard, adalah dengan menambah syarat bahwa calon penerima pemutihan utang harus sudah melakukan upaya restrukturisasi kredit sebelumnya. Dengan demikian, pemutihan utang benar-benar diperuntukkan bagi mereka yang sudah melakukan segala upaya namun tetap mengalami kesulitan.
Achmad juga menyarankan adanya batasan masa tunggakan. Misalnya, pemutihan utang hanya berlaku bagi kredit yang macet lebih dari lima tahun. Pihaknya berharap kebijakan tersebut lebih terarah dan adil, memastikan bahwa penghapusan utang diterima oleh UMKM yang menghadapi kesulitan jangka panjang dan bukan sekedar gagal bayar jangka pendek.
Kebijakan pemutihan utang bagi UMKM dinilai sebagai langkah yang dapat memberikan stimulus positif bagi pemulihan sektor UMKM di Indonesia. UMKM yang terbebas dari beban utang besar akan lebih leluasa untuk bangkit dan mengembangkan usahanya. Selain itu, mereka akan lebih mudah mendapatkan akses permodalan baru, yang pada akhirnya dapat memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Dalam konteks yang lebih luas, kebijakan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memperhatikan sektor UMKM, terutama mereka yang bekerja di sektor-sektor penting yang menopang kebutuhan pangan nasional.
Penghapusan utang ini juga diharapkan dapat mendorong semangat para pelaku UMKM untuk meningkatkan produktivitas. UMKM yang sebelumnya tertahan oleh beban utang dapat memfokuskan upaya mereka pada pengembangan produk, peningkatan kualitas, dan akses ke pasar yang lebih luas. Dengan demikian, kebijakan ini tidak hanya sekedar pemutihan utang, tetapi juga merupakan investasi dalam memperkuat pilar ekonomi kecil yang berperan penting dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional.
Agar kebijakan ini berjalan optimal, pengawasan ketat dan transparansi harus menjadi prioritas. Seleksi yang ketat diperlukan agar kebijakan ini tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak memenuhi kriteria atau bahkan tidak berhubungan dengan UMKM. Penyaluran dana yang transparan juga sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap program ini.
Sebagai langkah tambahan, pemerintah dapat melibatkan lembaga pengawasan independen untuk memantau pelaksanaan kebijakan ini dan memastikan bahwa dana yang dialokasikan tepat sasaran. Di samping itu, pelaporan berkala terkait implementasi kebijakan ini dapat dipublikasikan untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai efektivitas dan dampak yang dihasilkan.
Kebijakan pemutihan utang yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan keberpihakan nyata pemerintah terhadap UMKM yang menghadapi kesulitan finansial. Meski menghadapi tantangan dan risiko moral hazard, langkah-langkah mitigasi seperti pengawasan ketat, seleksi penerima yang memenuhi syarat, dan transparansi diharapkan dapat menjaga efektivitas kebijakan ini. Apresiasi yang tinggi diberikan kepada pemerintah atas perhatian terhadap sektor UMKM yang merupakan penopang penting perekonomian Indonesia.
)* Kontributor Beritakapuas.com
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews