Inilah Tradisi yang ada di Malang sampai saat ini masih Lestari

Senin, 4 November 2024 | 23:32 WIB
0
59
Inilah Tradisi yang ada di Malang sampai saat ini masih Lestari
entas-entas

Melestarikan budaya bertujuan untuk menjaga nilai sakral warisan leluhur di daerah tersebut. Seperti halnya masyarakat Malang yang terus menjaga sejumlah tradisi secara turun temurun. 

Daftar Tradisi yang ada di Malang

Yuk simak, berikut ini mengenai Tradisi yang ada di Malang sampai saat ini masih Lestari:

Entas-entas

Tradisi entas entas ini berupa upacara kematian yang berasal dari suku Tengger yang dilaksanakan pada hari ke-1000 setelah ada penduduk yang meninggal. Budaya tersebut bermakna memohon tempat yang baik bagi arwah leluhur dengan mendatangkan arwah tersebut melalui boneka yang terbuat dari bunga dan dedaunan. 

Kemudian para tokoh adat akan menyucikannya. Rangkaian acara yang di sediakan dari tradisi ini yaitu adalah mepek, ngresik, lukatan bawahan dan mbeduduk. Upacara Entas-entas pada masyarakat Tengger memakan waktu sekitar 3 hari karena prosesi yang panjang dan abu dari boneka akan ditebarkan di air mengalir sesudah boneka Petra dibakar. 

Namun, ada juga yang abunya hanya ditaburkan saja. Gunanya hanya agar abunya larut dan mempercepat kembalinya unsur Panca Mahabhuta. Panca Mahabhuta sendiri merupakan unsur alam. Menurut kepercayaan masyarakat Tengger, tubuh manusia terdiri dari 5 unsur, yaitu tanah, api, angin, air, dan udara. 

Pelaksanaan upacara kematian pada masyarakat Tengger memiliki tata tertib dan pelaksanaan upacara yang berbeda-beda setiap harinya. Pembakaran boneka Petra terletak pada hari terakhir atau hari ke-7. Masyarakat Tengger percaya bahwa ketika seseorang telah meninggal, yang hilang hanyalah jasadnya, sementara rohnya masih ada. 

Grebeg Tirto Aji

Malang tidak hanya memiliki kekayaan tempat wisata dan kuliner, tetapi juga kekayaan budaya yang unik dan luhur. Di Kabupaten Malang, tepatnya di Taman Wisata Air Wendit, terdapat sebuah acara budaya yang rutin digelar sejak tahun 2013 bertajuk Grebeg Tengger Tirto Aji.

Grebeg Tengger Tirto Aji adalah suatu upacara adat yang ada diSuku Tengger yang berupa pengambilan air suci di Sendang Mbah Gimbal dan Widodaren Mbah Kabul yang berada di Taman Wisata Air Wendit. 

Dalam tradisi ini, masyarakat adat Tengger dari empat kabupaten, yakni Malang, Pasuruan, Lumajang, dan Probolinggo, datang langsung untuk mengambil air suci. Rangkaian ritualnya adalah arak-arakan tandu buah dan sayur, dilanjutkan dengan Tari Tujuh Bidadari dan pengambilan air suci oleh bupati.

Kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan syukuran, dan ditutup dengan kemeriahan masyarakat berebut tandu. Grebeg Tirto Aji merupakan wujud rasa syukur masyarakat atas berkah Sang Pencipta. Petekan

Tradisi Petekan merupakan tradisi yang dilakukan oleh bidan desa dan dukun bayi untuk melakukan tes keperawanan atau cek kehamilan bagi anak perempuan dan janda di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang.

Tradisi ini tidak hanya dapat diikuti oleh kaum perempuan di Desa Ngadas saja, namun masyarakat di luar Desa Ngadas juga dapat mengikuti tradisi Petekan ini. Menurut Rendra Kresna (Mantan Bupati Kota Malang) dalam disertasinya yang mengambil tema “Tradisi Petekan pada Masyarakat Tengger” mengungkapkan bahwa tradisi Petekan ini tidak hanya berkembang secara turun-temurun. 

Pasalnya tradisi ini telah didukung oleh para ilmuwan kesehatan mengenai penjelasan logis dari tes keperawanan ini. Dalam proses perkawinannya, suku Tungur masih memegang teguh adat istiadat. Tradisi Petekan ini untuk mencegah terjadinya kehamilan di luar nikah. 

Jika ada yang melanggar hukum adat, maka dipercaya akan mendatangkan malapetaka bagi Suku Tengger. Hubungan seksual baru dapat dilakukan setelah menikah secara sah. Apabila terjadi penyimpangan kehamilan di luar nikah, maka pelakunya akan dikenakan sanksi seperti melakukan bersih-bersih desa. 

Apabila pelaku masih di bawah umur, maka kedua belah pihak keluarga akan mendatangi Kepala Desa dan diadili. Apabila pelaku sudah dewasa, maka akan dikawinkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Munculnya tradisi ini berawal dari sebuah wabah (penyakit) atau yang oleh masyarakat desa disebut sebagai wabah pes yang dialami oleh masyarakat Desa Ngadas, dimana semua warga menderita penyakit yang sama secara bersamaan seperti flu, demam, pusing, dan mual. Selain itu, ada juga bencana alam yang tiba-tiba melanda Desa Ngadas seperti banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung.

Kejadian aneh terus menimpa masyarakat desa seperti sering ditemukannya jejak kaki harimau di jalan desa yang masih berupa tanah (belum diaspal). Hal tersebut membuat masyarakat berasumsi bahwa alam sedang marah kepada mereka.

Ritual Petirtaan Candi Sumberawan

Ritual ini adalah sebagai wujud rasa syukur masyarakat atas keberkahan sumber air. Ritual di Kecamatan Singosari ini dilaksanakan dengan tumpengan dan kirab. Selain itu, ada pula pentas seni, seperti pagelaran wayang dan tari-tarian.

Kirab Sesaji

Lebih dikenal dengan sebutan “satu suro”, Kirab Sesaji merupakan perayaan Tahun Baru Islam. Masyarakat mengenakan pakaian adat Jawa dengan mengelilingi Desa Wonosari, Kabupaten Malang. Selanjutnya, mereka membawa sesaji ke makam leluhur Eyang Djugo dan RM Iman Soedjono di Pesarean Gunung Kawi dan berdoa di sana. Setelah itu, mereka berlomba mengambil tumpukan makanan dan membakar ogoh-ogoh raksasa.

Demikian penjelasan tentang inilah Tradisi yang ada di Malang sampai saat ini masih Lestari seperti yang dilansir slot gacor semoga bermanfaat, terimakasih.