Di tengah berbagai bencana alam seperti banjir, gempa, tanah longsor, kemarin juga terjadi ledakan bom berkekuatan dahsyat. Yakni ketika Harian Kompas meluncurkan survei mutakhirnya.
Betapa sangat berpengaruhnya media. Apalagi, bagi yang dulu bersepakat tentang ‘slogan’ Amanat Hati Nurani Rakyat. Namun kini Jakob Oetama tak lagi aktif memberikan arah ke depan, bagi apapun yang muncul dalam headline Kompas. Penjelasan Ninuk M. Pambudy, dalam twit-warnya dengan Rene Pattirajawane, hanya menjelaskan lebih telanjang, bahwa bisnis is bisnis. Generasi Ninuk, saya kira, meninggalkan spiritualitas JO.
Tentu bukan hal salah, karena demikianlah perubahan. Dipengaruhi persoalan-persoalan periferalnya. Apalagi ketika persoalannya hanya ‘kubu sebelah bukan hanya tak mau diwawancarai, melainkan juga tidak mau pasang iklan’. Pertimbangan terakhir itu, saya kira yang membuat kelompok Ninuk membungkus bahwa media harus independen, seimbang, bla-bla-bla.
Dan kita melupakan persoalan-persoalan lain, di balik semua itu, meski media selalu ngomong cover-both-side. Sementara kita tahu, pilpres kali ini, sebagaimana juga pilpres 2014, “hanyalah” pertandingan ulang dua kubu. Yakni Generasi X dan Generasi Y. Dengan lagak seorang demokrat yang adil dan makmur, kita sampai pada petatah-petitih bahwa dua capres itu sama-sama kader bangsa. Terbaik dari lainnya.
Pandangan simplistis itu, bukan hanya bentuk kemalasan berpikir, tetapi juga watak oportunistiknya. Menanggalkan spirit cover-both-side, pura-pura tidak tahu di abad digital ini kita bisa mudah mengabaikan rekam-jejak. Berlagak anomali atas nama-nama yang berkelebatan dalam sejarah bangsa dan negara. Belum lama lalu, baru sekitar 20-an tahun, anomali selalu muncul dikalahkan oportunisme bagi diri dan kelompok masing-masing. Soal slogan itu? Halah, DPR juga punya slogan yang sama.
Sebagaimana Mbah Maimoen memberikan fatwa yang membuat pengurus PPP mengabaikan AD/ART ketika memilih Soeharso Monoarfa menggantikan Romahurmusiy, sinyal JO ketika masih aktif menjadi isyarat bagi headline Kompas. Itulah saya kira, Kompas waktu itu bisa presisi mensinyalkan kemenangan Jokowi di 2014, meski tak mampu mengalahkan ghirah suara ketika Ahok dikalahkan Anies.
Strategi yang diterapkan lawan Jokowi kali ini tepat, bagaimana ia menjadi antagonis dengan berbagai pernyataan kontroversial. Ia tak mau mengikuti jejak Jokowi sebagai media darling, karena itu akan memposisikan sebagai follower. Justeru sebagai antagonis, dia eksis di permukaan.
Dalam deret hitung logaritma, dia sebagai penantang petahana, masuk pusaran. Menjadi bernilai sama dengan Jokowi. Dan kini saatnya, strategi lapis ketiga dimainkan, menyerang ketika kubu Jokowi goyah.
Apakah Erick Thohir masih mabuk kesuksesan Asian Games? Tergantung para pendukung Jokowi. Apakah 17 April mendatang mereka benar-benar ke TPS, dan mencoblos pilihannya? Atau tetap asyik-masyuk bermedsos? Ongkang-ongkang di cafe?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews