Pilihlah Presiden yang Kuat Komitmennya dalam Pemberantasan Korupsi!

Selasa, 1 Januari 2019 | 19:23 WIB
0
303
Pilihlah Presiden yang Kuat Komitmennya dalam Pemberantasan Korupsi!
Ilustrasi Pilpres 2019/Liputan6.com

Sebagai bangsa, sepertinya kita tidak akan mungkin bisa memberantas kejahatan tindak pidana korupsi hingga ke akar-akarnya, jika kita tidak memulainya dari tingkat kekuasaan yang paling tinggi di negeri ini.

Bagaimanapun, keberhasilan sebuah negara menekan korupsi hingga pada titik yang paling rendah, juga dimulai dari komitmen Presiden sebagai penanggung jawab tertinggi pemerintahan negara.

Oleh karena itu, kontestasi Pilpres 2019 nanti, kita hanya diberikan dua pilihan. Pertama, apakah sebagai bangsa kita tetap berkomitmen menyelamatkan bangsa ini dari korupsi yang sudah semakin akut, sampai korupsi benar-benar hilang. Kedua, kita membiarkan pemberantasan korupsi berjalan di tempat, dan hukuman apapun tidak memberikan efek jerah bagi pelakunya.

Dukungan kita kepada capres yang berkomitmen tinggi dalam pemberantasan korupsi, tidak hanya didasari oleh rekam jejak dari capres dan cawapresnya. Kita juga perlu melihat rekam jejak dari partai-partai pengusungnya.

Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Jika Anda ingin menentukan pilihan kepada Pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 ini, perlu diperhatikan pula rekam jejak dari keduanya, baik ketika sebagai pejabat maupun ketika terjun ke dunia bisnis.

Selain itu, yang tak kalah pentingnya, kita perlu melihat tokoh-tokoh yang ada di balik partai pengusungnya. Adakah di antara mereka yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam aktivitasnya yang merugikan keuangan negara.

Yang tak bisa dihindari dari pasangan nomor urut 02 ini, adanya dukungan dari Partai Berkarya. Dukungan ini tidak bisa dilepaskan dari sosok Titiek Soeharto, yang tak lain adalah mantan istri Prabowo Subianto. 

Partai Berkarya yang didirikan keluarga Cendana ini, diketuai oleh Tommy Soeharto, anak bungsu Soeharto, Presiden ke-2 Republik Indonesia, yang berkuasa hingga 32 tahun.

Kesinambungan rezim Orde Baru yang ditawarkan Partai Berkarya kepada Prabowo-Sandi jika berhasil berkuasa, begitu mengkhawatirkan. Betapa tidak, rezim ini dianggap bertanggung jawab atas krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1998. 

Krisis multidimensi yang terjadi saat itu, tak pelak ikut mengakhiri rezim Soeharto yang bercokol selama 32 tahun ini, rezim yang kental dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)-nya. KKN itulah yang membuat negeri ini begitu rapuh, sehingga tak kuasa menghadapi goncangan ekonomi dunia.

Selain itu, rakyat pun perlu mengetahui banyak soal fakta kematian seorang Syafiuddin Kartasasmita yang terjadi pada 26 Juli 2001. Syafiuddin Kartasasmita adalah Hakim Agung/Ketua Muda Bidang Pidana Mahkamah Agung (MA) RI. 

Dialah sosok hakim menjatuhkan hukuman 18 bulan penjara dan denda Rp30,6 miliar kepada Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dalam kasasi kasus tukar guling tanah milik Bulog dengan PT Goro Batara Sakti.

Syafiuddin ditemukan tewas ditembak oleh orang tak dikenal dalam perjalanan menuju kantornya. Tommy Suharto diduga sebagai otak pembunuhan ini, dan dugaan itu dibuktikan oleh pengadilan.

 

Infografis Pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin/Tirto.id

Dengan berakhirnya rezim Orde Baru, mulainya Indonesia memasuki masa reformasi. Salah satu bekal untuk memulai pemerintahan yang bersih, lahirlah Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. 

Dengan demikian, TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998 ini merupakan bentuk koreksi terhadap rezim Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun, dan ketika rezim ini coba untuk dikembalikan jika Prabowo-Sandi memenangi Pilpres 2019, maka itu sama artinya kita kembali masa lalu yang begitu penuh dengan KKN.

Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin. Rekam jejak Joko widodo (Jokowi) yang bersih dari korupsi, hal itu diakui oleh mantan Ketua MK Mahfud MD. Begitu pula dengan KH Ma'ruf Amin, yang tak lain adalah Ketua MUI dan juga Rais Aam PBNU. 

Berbagai upaya telah kita lakukan bersama untuk membangun Indonesia bebas korupsi, dari pelayanan berbasis elektronik, sistem pengaduan masyarakat, penghargaan bagi masyarakat yang mengungkap korupsi, sampai menempatkan KPK sebagai Koordinator Tim Nasional Pencegahan Korupsi.

Dan satu hal lagi, setelah melalui pembicaraan yang panjang, kita telah memperoleh titik terang, dan sekarang pada tahap akhir untuk menandatangani Mutual Legal Assistance antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Swiss.

MLA ini merupakan legal platform untuk mengejar uang hasil korupsi dan money laundring yang disembunyikan di luar negeri.

Korupsi adalah korupsi, tidak bisa diganti dengan nama yang lain. Sekali lagi, korupsi adalah korupsi.

Semoga Allah SWT meridhai segenap ikhtiar kita. 

Jokowi 

Pilihan ada di tangan kita semua. Di antara dua pilihan yang ada, pilihlah yang komitmennya jelas terhadap pemberantasan korupsi, dan  benar-benar sudah teruji. 

Selain itu, capres dan cawapres juga terbebas dari pengaruh atau ganjalan-ganjalan yang mungkin saja datang dari orang-orang yang ada di sekitarnya.

Terima kasih dan Merdeka!

sumber:

TIRTO.ID (26/07/2018): “Pembunuhan Hakim Syafiuddin yang Dirancang Tommy Soeharto”

***