Oleh: Angga Dwiputra
Dalam perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, masyarakat akan menyaksikan sebuah babak baru dalam sejarah demokrasi Indonesia. Namun, dibalik gemerlapnya proses demokrasi ini, terdapat tantangan besar yang harus dihadapi dengan bijak. Terutama selama tahapan kampanye jelang Pilkada 2024.
Kampanye politik adalah bagian integral dari proses demokrasi di mana kandidat dan partai politik berlomba-lomba untuk memenangkan dukungan publik. Namun, di tengah intensitas kompetisi, sering kali muncul praktik kampanye hitam yang bertujuan untuk merusak reputasi lawan politik tanpa dasar yang kuat atau dengan menggunakan informasi yang menyesatkan.
Kampanye hitam bisa menjadi ancaman serius bagi integritas dan kejujuran proses demokrasi. Oleh karena itu, penting untuk waspada terhadap praktik semacam ini selama masa kampanye pemilihan umum.
Kampanye hitam merupakan ancaman serius bagi proses demokrasi yang sehat dan integritas pemilihan umum, karena dapat merusak reputasi kandidat atau partai politik tanpa dasar yang kuat, mengganggu proses kompetisi yang fair. Selain itu, penyebaran informasi palsu atau menyesatkan dapat memicu ketegangan sosial dan konflik antarpendukung yang berpotensi mengganggu stabilitas dan keamanan masyarakat.
Hal tersebut juga diungkapkan Pengamat politik, Ardli Johan Kusuma, yang memberikan peringatan penting terkait bahaya kampanye hitam jelang pemilihan umum. Sebab, Kampanye hitam dapat mengaburkan informasi yang seharusnya menjadi dasar bagi pemilih dalam mengambil keputusan politik yang tepat. Ardli menggarisbawahi empat tantangan utama yang harus diantisipasi, dan di antaranya adalah potensi polarisasi yang terbuka lebar di masing-masing daerah.
Polarisasi ini bisa menjadi pemicu bagi konflik dan gesekan di tingkat lokal, yang bisa merembet menjadi isu yang lebih besar. Oleh karena itu, penting bagi seluruh elemen masyarakat untuk mewaspadai adanya kampanye hitam, penyebaran berita bohong, dan praktik politik uang yang merusak saat memasuki masa Pilkada 2024.
Semua pihak harus mengingat bahwa keberhasilan Pilkada tidak hanya terletak pada penyelenggaraan yang tertib dan aman, tetapi juga pada kualitas proses demokrasi itu sendiri. Adanya praktik-praktik yang tidak fair dapat merusak integritas dan legitimasi hasil pemilihan.
Penyelenggara Pilkada juga harus memperhatikan beban kerja sumber daya manusia yang terlibat dalam penyelenggaraan Pilkada. Kepenatan dan tekanan kerja yang berlebihan dapat mengakibatkan kesalahan fatal yang berdampak serius bagi proses demokrasi.
Penyelenggara Pilkada, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), memiliki tanggung jawab besar dalam menangani semua tantangan ini. Pihak-pihak terkait harus memastikan bahwa proses demokrasi berlangsung dengan adil, transparan, dan bebas dari intervensi yang tidak sah.
Di sisi lain, masyarakat juga memiliki peran penting dalam menjaga integritas Pilkada. Seluruh lapisan masyarakat harus cerdas dalam menyaring informasi, tidak mudah terprovokasi, dan memilih pemimpin berdasarkan visi, program, dan kapasitas, bukan berdasarkan narasi yang dipenuhi dengan kebencian dan fitnah.
Pengawasan Pilkada oleh masyarakat, terutama pemuda, merupakan aspek krusial dalam memastikan proses demokrasi telegitimasi dan berlangsung secara adil. Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bali, Ketut Ariyani, mengatakan partisipasi pemuda sangat penting dalam pengawasan pemilihan umum yang akan datang, yaitu Pilkada 2024.
Ketut Ariyani yang juga merupakan Kordiv Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat di Bawaslu Bali menilai pemuda membawa keberagaman dan inklusivitas dalam pengawasan pemilihan umum. Hal tersebut dapat memperkaya perspektif ditambah dengan perkembangan teknologi yang terus berkembang pesat saat ini.
Senada dengan Ketut Ariyani, Ketua Bawaslu Bantul Didik Joko Nugroho mengatakan, Pilkada yang lingkupnya adalah kontestasi politik lokal juga memiliki kerawanan, baik dari sisi tahapan maupun dari sisi kontestasi itu sendiri. Dua pelanggaran yang berpotensi terjadi adalah praktik politik uang dan kampanye hitam.
Oleh sebab itu, untuk menghadapi politik uang dan kampanye hitam, Bawaslu Bantul akan menggandeng Karang Taruna seagai mitra strategis Bawaslu dalam melawan politik uang dan kampanye hitam. Didik menilai bahwa karang taruna basisnya mengakar. Sebagai organisasi kemasyarakatan yang berbasis hingga ke level padukuhan. Pihaknya berharap dengan menggandeng karang taruna maka dapat membangun kesadaran para pemilih muda untuk ikut terlibat dan berpartisipasi aktif di Pilkada 2024.
Semakin mendekatnya waktu pelaksanaan pemilihan umum Pilkada Serentak 2024, seluruh elemen bangsa harus semakin waspada terhadap ancaman kampanye hitam. Kampanye hitam, dengan segala retorika kebencian, propaganda palsu, dan manipulasi informasi, bukan hanya sekadar ancaman bagi integritas proses demokrasi, tetapi juga merupakan bentuk penghinaan terhadap hak-hak masyarakat sebagai warga negara yang berdaulat.
Dalam menghadapi tantangan ini, setiap individu memiliki peran penting dalam menjaga kesucian proses demokrasi. Jangan sekali-kali terpedaya oleh narasi-narasi yang menghasut, menyesatkan, dan memecah belah masyarakat. Masyarakat harus memilih untuk memperkuat persatuan dan toleransi, bukan terbuai oleh politik yang bertumpu pada kebencian dan pembelahan.
Tidak kalah pentingnya, institusi-institusi terkait, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan lembaga pengawas pemilu, juga didorong untuk bertindak tegas dan proaktif dalam menanggulangi praktik kampanye hitam. Para penyelenggara Pilkada ini harus melakukan langkah-langkah preventif dan penegakan hukum yang efektif terhadap pelaku kampanye hitam, tanpa pandang bulu.
Dengan bersama-sama mengatasi kampanye hitam, bangsa ini dapat memastikan bahwa Pilkada serentak 2024 menjadi tonggak positif bagi kemajuan demokrasi Indonesia, bukan malah menjadi panggung untuk konflik dan kekacauan politik.
)* Penulis merupakan anggota karang taruna Bantul
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews