Tugas kita cuma satu. Memastikan para pengasong khilafah dan gerombolan penjaja agama tidak dapat tempat di Indonesia.
Tapi inilah politik. Tidak ada gumpalan yang abadi. Semuanya bisa saling mencair, membentuk gumpalan-gumpalan baru sesuai dengan kepentingan.
Megawati bertemu Prabowo. Surya Paloh bertemu Anies Baswedan. Semuanya sedang mematut-matutkan diri untuk Indonesia masa depan. Soal Anies mau jadi Presiden, jangan resah dulu. Dia gak mungkin sanggup bikin jaring item menutupi Selat Sunda.
Terus gimana dengan kita?
Biarkan politik berjalan di relnya. Sepanjang baik-baik saja, kita sih, happy. Tugas kita cuma satu. Memastikan para pengasong khilafah dan gerombolan penjaja agama tidak dapat tempat di Indonesia. Karena keberadaan merekalah alasan kita untuk terus bergerak.
Sementara soal pernak-pernik perjalanan langgam politik yang kini sedang dipertontonkan, itu bukan urusan kita. Awasi saja gerak-geriknya. Gak usah terlalu baper juga.
Orang yang baperan melihat fenomena politik ini ujungnya cuma dua : kalau gak stres, ya frustasi. Lalu bermaksud bunuh diri dengan minum es teh manis. Mati kagak, seger iya.
Prabowo dan Megawati (Foto: Tirto.id)Jadi, kini saatnya kita kembali ke habitat kita sebagai rakyat. Yang dagang bubur, kembali dagang bubur. Yang jualan jilbab online, silakan diteruskan. Kita cuma rakyat yang berusaha kritis. Bukan tempatnya juga kita meributkan apa yang bisa kita dapatkan dari kemenangan Jokowi-Amin. Sebab maqom kita memang bukan disana.
"Mas, aku mau kembali ke bisnis migas," ujar Abu Kumkum.
"Keren lu, Kum, sudah merambah ke minyak dan gas. Emang bisnisnya apa?"
"Jualan minyak telon dan jamu tolak angin, Mas..."
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews