Kembali ke Habitat Kita

Tugas kita cuma satu. Memastikan para pengasong khilafah dan gerombolan penjaja agama tidak dapat tempat di Indonesia.

Jumat, 26 Juli 2019 | 10:04 WIB
0
359
Kembali ke Habitat Kita
Anies Baswedan dan Surya Paloh (Foto: Tempo.co)

Tapi inilah politik. Tidak ada gumpalan yang abadi. Semuanya bisa saling mencair, membentuk gumpalan-gumpalan baru sesuai dengan kepentingan.

Megawati bertemu Prabowo. Surya Paloh bertemu Anies Baswedan. Semuanya sedang mematut-matutkan diri untuk Indonesia masa depan. Soal Anies mau jadi Presiden, jangan resah dulu. Dia gak mungkin sanggup bikin jaring item menutupi Selat Sunda.

Terus gimana dengan kita?

Biarkan politik berjalan di relnya. Sepanjang baik-baik saja, kita sih, happy. Tugas kita cuma satu. Memastikan para pengasong khilafah dan gerombolan penjaja agama tidak dapat tempat di Indonesia. Karena keberadaan merekalah alasan kita untuk terus bergerak.

Sementara soal pernak-pernik perjalanan langgam politik yang kini sedang dipertontonkan, itu bukan urusan kita. Awasi saja gerak-geriknya. Gak usah terlalu baper juga.

Orang yang baperan melihat fenomena politik ini ujungnya cuma dua : kalau gak stres, ya frustasi. Lalu bermaksud bunuh diri dengan minum es teh manis. Mati kagak, seger iya.

Prabowo dan Megawati (Foto: Tirto.id)

Jadi, kini saatnya kita kembali ke habitat kita sebagai rakyat. Yang dagang bubur, kembali dagang bubur. Yang jualan jilbab online, silakan diteruskan. Kita cuma rakyat yang berusaha kritis. Bukan tempatnya juga kita meributkan apa yang bisa kita dapatkan dari kemenangan Jokowi-Amin. Sebab maqom kita memang bukan disana.

"Mas, aku mau kembali ke bisnis migas," ujar Abu Kumkum.

"Keren lu, Kum, sudah merambah ke minyak dan gas. Emang bisnisnya apa?"

"Jualan minyak telon dan jamu tolak angin, Mas..."

***