Tidak terlalu sulit membaca semua gerak para tokoh, partai, dan pejabat saat ini sebagai upaya mencari perhatian.
Pandemi kian melandai, pembatasan semakin longgar, jalanan Jakarta semakin macet, dan kita rasanya mulai mulai hidup normal. Hingar-bingar yang cukup lama hilang tentang hasrat dan perebutan kekuasaan sudah kembali.
Saya dengar, beberapa hari lagi akan ada unjuk rasa besar di sejumlah kota dengan isi tuntutan -- yang sudah tersebar lewat poster-poster di media-media sosial dan grup-grup percakapan – yang berulang dari sekian tahun lampau: turunkan presiden! (Punna upa).
Bagus juga. Biar hidup yang dikekang oleh pandemi ini tidak semakin membosankan. Lagipula, tak ada yang lebih membosankan di negeri ini selain membaca angka-angka pertambahan positif, sembuh, dan kematian oleh Covid-19 yang diumumkan setiap sore.
Dan satu lagi, membaca hasil jajak pendapat lembaga-lembaga survei tentang elektabilitas tokoh-tokoh yang digadang-gadang sebagai calon presiden. Nama-nama yang beredar itu-ituuu saja. Prabowo, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Puan Maharani, Airlangga Hartarto, Ridwan Kamil, Muhaimin Iskandar, Khofifah Indar Parawansa, Erick Thohir … dan seterusnya. Jumlahnya tak lebih dari hitungan jari tangan.
Hidup kembali normal sodara-sodara. Orang-orang kembali memikirkan politik begitu serius. Bulan Agustus tahun ini, pendaftaran partai politik peserta pemilu 2024 sudah dimulai. Partai-partai mulai menebar pesona.
Saya dengar, Partai Nasdem hendak menggelar konvensi calon presiden bulan Juni 2022, sebulan selepas Lebaran. Bukan konvensi capres persisnya, tapi dalam bentuk Rembuk Nasional. Tokoh-tokoh yang nama-namanya sudah saya sebutkan di atas, sebagian besar diundang hadir untuk menyampaikan isi pikiran dan isi hatinya.
Konvensi calon presiden salah satu jalan untuk mendongkrak perhatian publik terhadap partai. Partai Golkar dan Partai Demokrat sudah pernah melakukannya, dan berhasil menarik perhatian, meski gagal mendudukkan pemenang konvensi di kursi presiden yang sebenarnya.
Seperti yang lalu-lalu, baliho-baliho bergambar Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar juga sudah mulai tersebar di berbagai pelosok. Sebelumnya, dalam jumlah yang jauh lebih banyak, baliho Puan Maharani telah terpajang di seluruh penjuru tanah air.
Dan Anda yang terbang dan mendarat di bandara di mana saja Indonesia hari-hari ini akan disambut reklame-reklame digital besar dengan gambar-gambar Erick Thohir berselubung ucapan selamat datang sebagai Menteri BUMN.
Tidak terlalu sulit membaca semua gerak para tokoh, partai, dan pejabat saat ini sebagai upaya mencari perhatian.
Siapa pun yang terlibat dalam politik tentu berpikir: lebih baik menjadi topik pembicaraan daripada tidak sama sekali. Dibicarakan, menjadi sorotan berita, berarti masih berada di benak pikiran khalayak. Jika tak lagi dibicarakan, ya berarti dilupakan.
Itulah yang membuat banyak tokoh mencari cara untuk tetap mengambang di lalu lalang pembicaraan publik.
Jika masih memegang jabatan di partai atau di pemerintahan, maka jabatannya itu dimanfaatkan selebar-lebarnya sebagai panggung pertunjungan agar tetap dalam sorotan. Jika tak ada jabatan, ia akan bersuara yang menentang arus publik, agar didengarkan. Jika punya sedikit keberanian, menyuarakan kritik perlawanan yang pedas kepada penguasa, dan orang-orang yang tak punya nyali sebesar dirinya akan menjadikannya pemandu jalan.
Bisa juga, mereka yang punya kreativitas ala para pesohor, berlagak seperti artis-artis yang panggungnya mulai redup: melempar isu norak tentang diri sendiri, sembari menunggu di tikungan untuk memanen kontroversi.
Jika tak punya semua itu? Ya beranjangsana dari panggung ke panggung mencari ke mana sorotan kamera mengarah, semoga sesekali mendapat sorotan.
Hidup kembali normal.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews