Sketsa Harian [20] Naluri atau Sekadar Selera Jurnalis

Misteri irisan tetap saja menjadi pertanyaan, apakah "basic instinct" jurnalistik kami sudah setara atau itu hanya kebetulan belaka?

Selasa, 12 November 2019 | 11:33 WIB
0
600
Sketsa Harian [20] Naluri atau Sekadar Selera Jurnalis
James Luhulima (Foto: Istimewa)

Dua kali saya menjadi juri lomba penulisan artikel, feature/berita duet dengan dua jurnalis senior. Satu dengan James Novak Luhulima, jurnalis senior purnatugas Harian Kompas. Satu lagi dengan mbak Leila S. Chudori, jurnalis purnatugas Majalah Tempo.

Bersama James saya menjadi juri untuk lomba menulis berita/feature dan video ATPM Honda. Sedang dengan Mbak Leila saya menjadi juri untuk penulisan lomba menulis QRIS, produk digital dari Bank Indonesia (BI) yang menjadi pemersatu sejumlah alat pembayaran digital berbeda.

Apa yang mau saya ceritakan lewat oret-oretan di atas kereta dari stasiun Tenabang menuju Sudimara ini? Soal naluri dasar atau "basic instinct" jurnalis versus selera alias "taste" jurnalis.

Yang cukup mengejutkan dari dua penjurian lomba penulisan dengan objek berbeda itu adalah soal IRISAN. Ya, irisan. Maksudnya, ada artikel yang dinilai baik dan karenanya calon juara yang sama-sama dipilih oleh dua juri berbeda.

Saat bersama James, misalnya, kami harus memilih 12 pemenang berbagai kategori dan 3 untuk lomba video. Amazing, hampir semua artikel dan video yang kami pilih beririsan. Padahal, ada sekitar 1.500 artikel/berita dan puluhan karya video dan kami tidak saling berkomunikasi. Kami habiskan waktu lebih dari 2 bulan untuk membaca karya lomba tulis itu.

Demikian juga dengan mbak Leila. Kami harus membaca, memeriksa dan menilai 200 artikel yang hebat-hebat. Kami harus menentukan 8 pemenang. Dan... 6 di antaranya beririsan!

Yang beririsan dengan juri intern dari BI ada 1 yang otomatis ditetapkan sebagai juara pertama. Sedang untuk menentukan 2 pemenang lagi kami harus sepakat. Ada nilai yang tidak bisa saya naikkan ketika mbak Leila menilai tinggi tulisan itu. Sebaliknya, ada nilai yang tidak bisa mbak Leila turunkan ketika saya menilai tinggi satu artikel. Komprominya adalah juri internal dari BI sendiri.

Misteri irisan tetap saja menjadi pertanyaan, apakah "basic instinct" jurnalistik kami sudah setara atau itu hanya kebetulan belaka?

Kalau bukan kebetulan, tentu masing-masing punya standar, punya ukuran dan kesamaan sudut pandang masing-masing sehingga terjadilah irisan itu yang kemudian melahirkan pemenang lomba.

Mengapa bisa terjadi seperti itu? Apa rahasianya?

Nanti saja ya saya ceritakan, ini harus turun dulu dari kereta commuter line di Stasiun Sudimara, sudah keburu nyampe.

Permisi....

#PepihNugraha

***