Pidato Kebangsaan, Strategi Dorongan Besar apa Kebohongan Besar?

Jumat, 18 Januari 2019 | 07:19 WIB
0
203
Pidato Kebangsaan, Strategi Dorongan Besar apa Kebohongan Besar?
Ilustrasi (Foto: Alinea.id)

He..he..menarik Pidato Kebangsaan, ketika menyatakan bahwa mereka memiliki Strategi Dorongan Besar, yang dimaksudkan untuk mencapai apa yang mereka cita-citakan. Visi Indonesia Menang. Entah menang dari apa, apa biar menang perlu didorong, apa selama ini Indonesia mogok makanya perlu dorongan?  Jelas yang tahu hanya si capres, tidak yakin si cawapres tahu, apalagi timses dan para kader.

Karena tidak akan bisa tahu kedalaman hati dan pemikiran orang, apa yang bisa dilihat, diperkirakan, dan diprediksi dari apa yang pernah dilakukan. Rekam jejaknya yang menjadi bahan untuk memperkirakan apa yang dimaui.  Lebih cenderung membuktikan ke arah mana pembicaraan dan perilakunya selama ini.

Mendorong berarti positif, ada upaya baik untuk memberikan daya dorong untuk maju, naik, dan berkembang. Sisi lain juga ada yang didorong karena mogok, macet, atau karena tidak mau beranjak. Dua sisi yang sama-sama memerlukan, adanya ketersalingan yang menemukan titik temu untuk bergerak maju atau melambung.

Lha memang ada yang mogok atau mandeg? Itu sebenarnya masa lalu, bukan saat ini. Jadi tidak menemukan momentumnya. Tidak tepat istilah mendorong, mau apa yang didorong?

Dorong atau Bohong?

Nah ini tampak menemukan titik terang, di mana ia bahkan mereka menjual begitu banyak borongan kebohongan. Satu belum usai dan selesai kasus hukumnya, sudah datang gelombang kebohongan dari banyak penjuru bagian koalisi mereka.

Bagaimana membesar-besarkan adanya fakta bunuh diri. Tanpa melakukan riset, satu kasus dinyatakan sebagai beban hidup dan ekonomi yang berat. Padahal bunuh diri itu begitu kompleksnya masalah yang bisa menjadi latar belakang. Miris ketika hal ini diucapkan oleh capres, calon pemimpin namun sangat gegabah di dalam mengambil kesimpulan. Berbeda jika itu sangat masif, begitu sering dan banyaknya di mana-mana, bersamaan, atau paling tidak dalam jarak waktu yang berdekatan.

Tentu tidak berarti menafikan satu nyawanya, namun salah di dalam memaknai peristiwanya. Sangat tidak tepat menggunakan peristiwa seperti ini sebagai generalisasi keadaan bangsa dan negara. Apanya yang didorong jika demikian? Tidak ada, kebohongan iya. Jangan-jangan membuka koran pasti berita itu saja, sedangkan berita lain yang jauh lebih penting dan menyenangkan tidak terlihat.

Benar, perhatian itu penting, namun jangan menghilangkan yang jauh lebih banyak dengan alasan demi pemilihan semata. Akhirnya si korban itu hanya menjadi alat propaganda, bukan prihatin bagi si korban. Miris dan bahkan tragis ini namanya.

Belum lagi jika berbicara mengenai paradoknya keadaan itu dengan gaya hidupnya yang bermewah-mewah. Apa yang dilakukannya selain hanya lima tahunan tahu atau dengar keadaan ini? Apa manusia model demikian yang hendak diberikan kekuasaan untuk memimpin bangsa? Hanya melihat noda, tanpa mau susah payah membersihkannya.

Swasembada air bersih, sekilas pertama kali membuca pidato ini, juga melihat tayangan dalam sebuah rekaman, lha memang di mana ada kawasan yang perlu mengimpor air bersih? Benar beberapa tempat itu klasik kekeringan dan susah air bersih, namun tidak sampai impor karena konteks penggunaan istilah swasembada.

Atau hal ini mau menegaskan kekeliruan di mana pengolahan limbah air tinja jadi air bersih, ingat air bersih bukan air minum lho ya. Jadi air untuk menyiram tanaman, mengguyur kamar kecil, dan sejenisnya, bukan air minum. Apa yang disampaikan jelas bukan keprihatinan warga secara umum, klaim asal-asalan dan serampangan, ugal-ugalan yang hanya menimbulkan kecemasan.

Swasembada pangan masih jelas arahnya, swasembada energi pun jelas alasannya, nah swasembada air bersih? Alasan dan arah yang sangat tidak jelas. Air bersih masih melimpah, laut pun melimpah, meskipun beberapa tempat lautnya tidak bisa diolah menjadi air minum, toh krisis air bersih itu hanya sebuah bentuk kecemasan yang tidak mendasar.

Apa yang didorong? Orang menjadi lebih  menghargai alam dan ciptaan, atau mau menciptakan kebohongan saja? Toh sangat tidak relevan soal krisis air bersih ini. Jauh dari keadaan nyata, faktua, dan data lapangan. Memang beberapa pegunungan kapur sangat susah jika kemarau panjang. Tapi sebagai pemimpin ceroboh, gegabah jika bicara demikian. Mengapa? Karena ingat kalang kabut kalau banjir, artinya air melimpah, masih ada kelebihan dan malah bingung.

Yang diperlukan adalah penyimpanan air sehingga tidak menjadi banjir dan kekeringan yang sama-sama merugikan. Nah pemerintah sudah menyiapkan itu semua, pembangunan dan penyelesaian waduk dan bendungan yang mangkrak era lampau. Ke mana saja sih capres ini?

Bagaimana bisa mengatakan pembangunan infrastruktur tidak penting, ketika mau swasembada dalam banyak hal mau dilakukan? Apa yang dikatakan retorika yang tidak mendasar sama sekali. Itu hanya sepemahaman sempit yang sama sekali tidak menjawab persoalan masyarakat yang mendasar.

Penegakan hukum, mereka seolah-olah paling berani, tegas, dan adil, namun dalam rekam jejak penegakan hukum, mereka pelaku paling sadis di dalam menggunakan standar ganda. Bagaimana pelaku kriminal mereka bela karena menguntungkan mereka. Tidak perlu mengulangi perilaku mereka di dalam konteks ini.

Korupsi dan kolusi saja mereka belepotan. Bagaimana partai utama mereka pengusung terbanyak eks napi koruptor, bahkan ada yang maling uang KPU. Bagaimana mereka hendak berbicara memberntas korupsi? Ketika di dalam tim mereka ada juga yang berkali ulang teriak bubarkan KPK.

Sikap mereka malah sama sekali tidak jelas mengenai ujaran kebencian, perselisihan hidup bersama sebagai anak bangsa, intoleransi, hidup beragama yang campur aduk dengan politik dan kepentingan. Ini masalah krusial bangsa ini.

Bagaimana membedakan mana yang mendesak dan penting, mana yang mendesak namun tidak penting, dan mana yang tidak mendesak namun penting, dan mana yang tidak mendesak dan tidak penting mereka masih belepotan. Susah memberikan mereka kepercayaan jika berlaku sikap demikian. Ribet pada tataran yang tidak penting namun dipoles seolah-olah itu penting.

Salam.

***