Twitter bukanlah ruang kosong atau ruang hampa udara. Di sana ada berbagai ragam karakter manusia. Saling intip, saling intai, dan saling terkam.
Ferdinand Hutahaean kini terancam hukuman 10 tahun kurungan karena cuitannya di Twitter "Allahmu lemah" yang dipermasalahkan.
Bareskrim menjerat politikus sekaligus aktivis media sosial khususnya Twitter ini dengan dua Undang-Undang sekaligus dengan total ncaman hukuman 10 tahun.
Jerat hukum polisi terhadap Ferdinand adalah Pasal 14 Ayat 1 dan 2 Peraturan Hukum Pidana UU nomor 1 tahun 1946. Selain itu, Pasal 45 ayat 2 juncto pasal 28 Ayat 2 UU ITE. Kedua pasal itu mengatur tentang ujaran kebencian atau hate specch.
Penetapan Ferdinand sebagai tersangka setelah polisi memeriksanya selama lebih dari 12 jam. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, polisi langsung menahan Ferdinand di Rumah Tahanan Mabes Polri.
Polisi tidak menggubris alasan Ferdinand yang mengaku memiliki penyakit yang mengkhawatirkan, meski ia membawa dokumen riwayat kesehatannya untuk membuktikan bahwa ada sebab klinis di balik tindakannya mengunggah cuitan tersebut.
"Saya menderita sebuah penyakit sehingga timbul percakapan antara pikiran dengan hati," kata dia di kantor Bareskrim, Jakarta, Senin, 10 Januari 2022 sebagaimana dikutip media.
Mengapa Bareskrim langsung menahan Ferdinand Hutahaean setelah menetapkannya menjadi tersangka? Salah satu alasan subyektif dari keputusan polisi itu ialah khawatir Ferdinand mengulangi perbuatannya dan menghilangkan barang bukti.
Dalih bahwa Ferdinand menderita penyakit sehingga timbul percakapan antara pikiran dengan hati tidak cukup mempengaruhi polisi untuk tetap menahannya.
Ferdinand adalah korban ketidak-hatiannya sendiri dalam bersuara, beropini dan berpendapat di media sosial, khususnya Twitter.
Saya sering menggambarkan Twitter sebagai "Medan Perang" yang paling gampang mencari musuh daripada sekadar mencari teman. Nature Twitter adalah perang untuk menang, tidak ada niat sedikit saja bagi penggunanya untuk mengalah, apalagi kalah.
Twitter media sosial "cari musuh" sehingga perlu redifinisi buat Twitter, yakni bukan lagi "media sosial" tetapi "media antisosial". Alih-alih bersosialisasi cari pertemanan, yang ada bersosialisasi cari musuh. Ini 'kan aneh!
Ferdinand adalah korban kesekian Twitter yang tidak bisa menjaga kehati-hatiannya dalam bersuara dan berpendapat. Twitter bukanlah ruang kosong atau ruang hampa udara. Di sana ada berbagai ragam karakter manusia. Saling intip, saling intai, dan saling terkam.
Tangkapan layar Twitter atau Twit (cuitan) menjadi barang bukti "mematikan" bagi orang yang tidak suka dengan seseorang. Tentu sudah sejak lama orang-orang kontra Ferdinand mengincar kelemahannya. Sekali Ferdinand tersandung dan jatuh, maka kesempatan untuk memukulnya tanpa ampun.
Itulah nature Twitter sebagai media antisosial. Ferdinand bukan korban terakhir, masih akan banyak lagi korban lainnya. Mereka sedang saling intai, mana tahu tersandung dan jatuh seperti Ferdinand.
***
.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews