Ferdinand Hutahaean dan Jebakan Twitter sebagai Media Antisosial

Twitter bukanlah ruang kosong atau ruang hampa udara. Di sana ada berbagai ragam karakter manusia. Saling intip, saling intai, dan saling terkam.

Selasa, 11 Januari 2022 | 08:29 WIB
0
222
Ferdinand Hutahaean dan Jebakan Twitter sebagai Media Antisosial
Ferdinand Hutahaean (Foto: Tempo.co)

Ferdinand Hutahaean kini terancam hukuman 10 tahun kurungan karena cuitannya di Twitter "Allahmu lemah" yang dipermasalahkan.

Bareskrim menjerat politikus sekaligus aktivis media sosial khususnya Twitter ini dengan dua Undang-Undang sekaligus dengan total ncaman hukuman 10 tahun.

Jerat hukum polisi terhadap Ferdinand adalah Pasal 14 Ayat 1 dan 2 Peraturan Hukum Pidana UU nomor 1 tahun 1946. Selain itu, Pasal 45 ayat 2 juncto pasal 28 Ayat 2 UU ITE. Kedua pasal itu mengatur tentang ujaran kebencian atau hate specch.

Penetapan Ferdinand sebagai tersangka setelah polisi memeriksanya selama lebih dari 12 jam. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, polisi langsung menahan Ferdinand di Rumah Tahanan Mabes Polri.

Polisi tidak menggubris alasan Ferdinand yang mengaku memiliki penyakit yang mengkhawatirkan, meski ia membawa dokumen riwayat kesehatannya untuk membuktikan bahwa ada sebab klinis di balik tindakannya mengunggah cuitan tersebut.

"Saya menderita sebuah penyakit sehingga timbul percakapan antara pikiran dengan hati," kata dia di kantor Bareskrim, Jakarta, Senin, 10 Januari 2022 sebagaimana dikutip media.

Mengapa Bareskrim langsung menahan Ferdinand Hutahaean setelah menetapkannya menjadi tersangka? Salah satu alasan subyektif dari keputusan polisi itu ialah khawatir Ferdinand mengulangi perbuatannya dan menghilangkan barang bukti.

Dalih bahwa Ferdinand menderita penyakit sehingga timbul percakapan antara pikiran dengan hati tidak cukup mempengaruhi polisi untuk tetap menahannya.

Ferdinand adalah korban ketidak-hatiannya sendiri dalam bersuara, beropini dan berpendapat di media sosial, khususnya Twitter. 

Saya sering menggambarkan Twitter sebagai "Medan Perang" yang paling gampang mencari musuh daripada sekadar mencari teman. Nature Twitter adalah perang untuk menang, tidak ada niat sedikit saja bagi penggunanya untuk mengalah, apalagi kalah.

Twitter media sosial "cari musuh" sehingga perlu redifinisi buat Twitter, yakni bukan lagi "media sosial" tetapi "media antisosial". Alih-alih bersosialisasi cari pertemanan, yang ada bersosialisasi cari musuh. Ini 'kan aneh!

Ferdinand adalah korban kesekian Twitter yang tidak bisa menjaga kehati-hatiannya dalam bersuara dan berpendapat. Twitter bukanlah ruang kosong atau ruang hampa udara. Di sana ada berbagai ragam karakter manusia. Saling intip, saling intai, dan saling terkam.

Tangkapan layar Twitter atau Twit (cuitan) menjadi barang bukti "mematikan" bagi orang yang tidak suka dengan seseorang. Tentu sudah sejak lama orang-orang kontra Ferdinand mengincar kelemahannya. Sekali Ferdinand tersandung dan jatuh, maka kesempatan untuk memukulnya tanpa ampun.

Itulah nature Twitter sebagai media antisosial. Ferdinand bukan korban terakhir, masih akan banyak lagi korban lainnya. Mereka sedang saling intai, mana tahu tersandung dan jatuh seperti Ferdinand.

***

.