AHY dan Sandiaga berpotensi melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan di Pilpres berikut. Jadi, apa makna pertemyan AHY dengan Jokowi?
Dalam beberapa hari mendatang KPU akan menyampaikan hasil real count kepada publik siapa presiden terpilih masa jabatan 2019-2024. Sekalipun hasil hitung cepat mengunggulkan petahana, lebih afdol lagi mendengar langsung dari KPU. Kenapa harus menunggu hasil resmi KPU kendati quick count sudah memprediksi siapa pemenangnya? Namun sudahlah, kita tunggu saja hasil resmi KPU seperti tunggu angkot di tengah kemacetan kota Jakarta pasca banjir. Sarkasnyaa!
Saat menunggu, seorang terlihat menyeberang jalan saat kendaraan berhenti karena lampu lalu lintas berwarna merah. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terlihat ‘menyeberang’ saat opini publik berhenti di seputaran ‘kotak suara’. What? Ada apa ini?
Itu kira-kira yang ada di kepala banyak orang, selain rambut dan ketombenya. Mengapa AHY dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu saat mereka merepresentasikan dua blok yang sedang berkontestasi di Pilpres 2019? Berikut penjelasannya.
Hampir semua media online menayangkan berita itu, gatal juga ingin membicarakannya kendati saat tulisan ini dimuat belum ada pernyataan eksplisit AHY yang mengungkapkan maksud pertemuannya dengan Jokowi, selain niatnya datang memenuhi undangan Presiden ke istana. Memang bisa dimengerti bila maksud dibalik kata ‘datang memenuhi undangan Presiden’ tidak disampaikan AHY ke publik.
Bayangkan bila AHY menyampaikan maksud pertemuan tersebut ke publik dan terkait partai Demokrat akan merapat ke koalisi Indonesia Kerja, nama koalisi yang mendukung pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden, Joko Widodo dan Ma’ruf Amin! Panci dan bantal bisa-bisa mendarat di kepalanya, sambil diteriaki, “Tuman!”
Tindakan AHY bila disorot dari dua sisi kira-kira ini. Ada yang melihatnya seperti orang bodoh yang menyeberang jalan tanpa melihat kiri kanan dan merasa yakin lampu merah akan membuat semua kendaraan berhenti dan dia dapat menyeberang jalan bahkan dengan mata tertutup. Wew!!
Di lain sisi, ada yang melihatnya seperti orang cerdas yang menyeberang jalan dengan tatapan mata tajam melihat angka 2024, sekalipun tidak disadarinya sayup suara klakson kendaraan berkali-kali dibunyikan menandakan lampu telah berwarna hijau. Glek!
Tetapi seorang polantas telah melihatnya dari kejauhan dan sigap menariknya ke tempat aman sebelum ia dimaki atau tertabrak pengendara yang sudah tidak sabar bergerak karena lampu sudah hijau. Sebuah tindakan heroik tak terduga.
Pertemuan ini sesungguhnya lebih terkesan sebuah tindakan penyelamatan terhadap AHY, anak sulung Presiden keenam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) oleh Jokowi karena sedang terkunci oleh stigma masa lalu kepemimpinan sebelumnya ditambah berada di pihak oposan yang nantinya akan sulit mengimbangi popularitas Sandiaga Uno dalam kontestasi Pilpres selanjutnya.
New line to prevent forcing root class, just delete it if it's not necessary
Sandiaga Uno sendiri sudah memiliki basis massa sebagai bekal pencalonan Pilpres 2024, tercatat pernah dipilih lebih dari 50% warga Jakarta sebagai Wakil Gubernur 2017-2022 silam ditambah sepak terjangnya di Pilpres 2019 sebagai calon Wakil Presiden dengan perolehan suara pemilih lebih dari 60% menurut real count internal Badan Pemenangan Nasional! (Kalimat bergaris bawah harap dibaca dengan intonasi seorang yang sedang berbahagia). Nah! Hati terasa lebih baik, bukan!
Bila Sandiaga dan AHY mengumpulkan suara pendukung mereka masing-masing di koalisi Indonesia Adil Makmur, koalisi yang mendukung Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, maka Sandiaga dipastikan memperoleh jauh lebih banyak suara daripada AHY dan hasilnya menempatkan AHY dibawah Sandiaga Uno. Viva Uno!! (Viva=hidup, Uno=satu).
Memang, seorang yang sedang berada pada euforia akan sulit menyadari bahaya yang mengancamnya. Sandiaga bergeming dari upaya ‘tindakan penyelamatan’ Jokowi dengan menyatakan sikapnya menunggu hasil real count KPU dan tetap berada di pihak oposisi.
Berbanding terbalik dengan AHY yang menerima ‘uluran tangan’ Jokowi. Sikap ini tentu menguntungkan AHY yang membutuhkan dukungan untuk menempatkannya pada level yang sama dengan Sandiaga.
Sandiaga, dengan basis massa oposisi saat ini diprediksi tidak akan melebihi AHY yang berpotensi memiliki basis massa di kedua blok, dengan keputusannya menerima 'uluran tangan' Jokowi.
Berikutnya apa yang akan terjadi bila AHY dan Sandiaga sudah berada pada level yang sama sepertinya belum menjadi hal menarik untuk dibahas saat ini. Yang jelas, AHY dan Sandiaga berpotensi melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan di Pilpres berikut. Ckckck!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews