Servant of the People, Tatkala Seorang Presiden Merangkap Buzzer

Ia tidak percaya pada media yang sudah ada. Ia tidak percaya koran. Tidak percaya radio. Tidak percaya televisi. Ia hanya percaya medsos. Dan itu medsosnya sendiri.

Senin, 7 Oktober 2019 | 05:48 WIB
0
623
Servant of the People, Tatkala Seorang Presiden Merangkap Buzzer
Volodymyr Zelensky (Foto: BBC.co.uk)

Inilah presiden yang tidak butuh wartawan. Bahkan tidak butuh media sama sekali.

Namanya hanya terkenal di negaranya. Tiga bulan lalu.

Kini ia terkenal ke seluruh dunia --sejak Presiden Donald Trump mulai di-impeach.

Anda pun kini tahu nama presiden baru ini: Volodymyr Zelensky. Yang terpilih sebagai presiden Ukraina --dengan perolehan suara luar biasa: 73 persen.

Pemilihan presiden itu harus dua tahap. Yang pertama tanggal 31 Maret lalu. Capresnya 39 orang.

Zelensky memperoleh 30 persen. Yang tertinggi. Tapi belum mencapai 51 persen. Harus maju ke babak kedua.

Pesaing terdekatnya adalah incumben: Petro Poroshenko. Yang maju lewat jalur independen. Hanya kebagian suara 30 persen.

Zelensky masih 41 tahun. Ia maju lewat partai baru: Слуга народ. Nama partai ini dibuat sama dengan judul film seri: Servant of the People. Yang diproduksi oleh Zalenky sendiri --pun bintang utamanya ia sendiri.

Saya sempatkan diri untuk menonton film itu. Seberapa menarik serial 59 episode itu.

Saya tidak tahu: Zelensky lebih senang diterjemahkan menjadi 'Pelayan Rakyat' atau 'Pengabdi Masyarakat'.

Di setiap awal seri ditampilkan bintang utamanya. Yang lagi naik sepeda. Menyusuri jalan di Kota Kiev yang cukup modern. Menuju sekolah --tempatnya mengajar.

Meski naik sepeda ia mengenakan jas dan dasi. Ia guru sejarah di SMA itu.

Sambil naik sepeda ia menyanyikan lagu merdu dengan nada gembira.

Sepotong liriknya berbunyi:

Saya ini guru
Yang mencintai negara
Mencintai istri
Dan mencintai anjing
Saya akan buat tatto di perut
Yang bunyinya 'saya cinta negara', 'saya pelayan rakyat'.

Di setiap seri muncul pembukaan seperti itu. Lalu dimulailah seri pertama.

Adegan awalnya: saat ia dibangunkan alarm. Kelihatan harus menggeliat tergesa-gesa. Akan ada rapat dewan guru.

Terjadilah humor di rumah itu: bagaimana ia minta tolong ibunya agar menyetrikakan baju. Juga bagaimana merebut roti yang siap masuk mulut ayahnya. Dan harus bertengkar dengan adik perempuannya: soal siapa yang harus lebih dulu masuk kamar mandi.

Ternyata ada yang diam-diam merekam ketegangan pagi di rumah itu. Yang merekam adalah salah satu muridnya sendiri yang usil. Video itu diposting di medsos. Heboh. Hari itu kelas sejarah hanya sibuk saling melihat video gurunya --yang masih berpakaian bangun tidur.

Adegan itu diselingi dengan kejadian akan datang. Semacam film Back to the Future.

Yakni saat sang guru tiba-tiba terpilih jadi presiden. Pagi itu ia belum tahu kalau terpilih. Tiba-tiba ada Paspampres yang mengetuk pintu rumahnya. Saat itu ia baru merebut roti dari mulut ayahnya.

"Bapak harus segera ke istana. Untuk menjalani hari pertama sebagai presiden," ujar Paspampres itu.

"Tidak bisa. Saya ada undangan rapat dewan guru," jawabnya.

Paspampres memaksa.

Ia kaget.

Ternyata ia dijemput mobil kepresidenan. Dengan pengawalan ketat.

Dalam perjalanan ke istana itu ia melihat siaran TV di mobil. Tentang kegembiraan rakyat yang luar biasa. Terhadap keterpilihan dirinya sebagai presiden.

"Hah? Saya jadi presiden?" katanya pada diri sendiri.

Tiba di istana ia diberi tahu. Acara pertama hari itu adalah pemotretan. Untuk membuat foto resmi presiden baru. Yang akan dipasang di istana dan di mana-mana.

Adegan berikutnya ia diminta memilih jam tangan. Disodorkan padanya merk-merk Patek Philippe, Louis Moinet, dan yang supermahal lainnya.

Ia menolak. Pilih pakai jamnya sendiri.

Lalu diminta memilih jas: Hermes, Versace, dan sejenisnya.

Ia menolak.

Disodori pilihan sepatu mahal-mahal. Menolak.

"Saya harus segera balik ke sekolah. Ada rapat dewan guru. Saya takut telat," pintanya pada Paspampres.

Tiba di sekolah ia sudah dihadang panggilan kepala sekolah.

Ternyata sang kepala sekolah marah besar. Soal viralnya video guru dalam keadaan tidak sopan itu.

Ia diancam dipecat.

Ia pun tidak jadi rapat dewan guru.

Keluar dari ruang kepala sekolah Paspampres sudah menunggu. Untuk acara presiden berikutnya.

Sekolah itu pun heboh. Ternyata seorang gurunya terpilih jadi Presiden Ukraina.

Kehebohan selanjutnya --dan kelucuan komedinya-- Anda bisa nonton sendiri.

Bintang utama film seri itu, Zelensky, begitu populer. Mengalahkan popularitas siapa pun di negeri itu.

Akhirnya Zelensky tergoda masuk politik. Enam bulan sebelum pemilu bikin partai baru: Partai Слуга народу.

Lalu ia terpilih itu. Di saat kepercayaan rakyat pada partai lama tinggal 14 persen.

Pelajaran berharganya: jangan takut bikin partai baru.

Asal mendapat capres yang idola.

Yang penting: ia populer. Soal mampu atau tidak bukan salah yang terpilih.

Tidak fair untuk menilai Zelensky sekarang. Baru empat bulan. Yang jelas ia sudah bikin damai di wilayah paling timur. Yang ingin merdeka itu.

Selebihnya masih harus diberi waktu.

Yang jelas rakyat masih terus memujanya. Bulan madu masih belum selesai.

Selama empat bulan ini Presiden Zelensky belum pernah mengadakan konferensi pers. Belum pernah juga memberi kesempatan sebuah wawancara pers.

Ia tidak percaya pada media yang sudah ada. Ia tidak percaya koran. Tidak percaya radio. Tidak percaya televisi.

Ia hanya percaya medsos. Dan itu medsosnya sendiri.

Semua media lama ia anggap media yang korup. Media yang hanya membela kepentingan tertentu.

Zelensky hanya percaya pada media sosial yang mendukungnya.

Ia terus memproduksi video. Untuk diposting di medsosnya sendiri. Ia memberikan wawancara khusus: kepada medsosnya sendiri.

Tim medsosnya terus bergerak: membangun citra Zelensky yang tiada tara.

Ahli media lantas mengingatkan: fungsi media adalah untuk check and balance. Media harus tetap berfungsi seperti itu. Bahkan harus kian independen.

Misalnya saat terjadi perdamaian di wilayah timur itu. Medsos mengatakan tentara Ukraina sudah bisa meninggalkan daerah konflik hari itu.

Keluarga tentara banyak yang datang ke bandara. Ternyata hari itu mereka belum bisa pulang.

Kadang-kadang buzzer juga merugikan yang dibela secara membabi-buta.

Dahlan Iskan

***

Keterangan: Judul asli tulisan ini "Servant of the People"