Partai Berkarya Besutan Tommy Soeharto Gagal Ikut Pemilu 2019

Selasa, 9 Januari 2018 | 19:41 WIB
0
697
Partai Berkarya Besutan Tommy Soeharto Gagal Ikut Pemilu 2019

Partai politik bukan organisasi asal-asalan. Partai politik sebagai pilar demokrasi membutuhkan kekuatan sumber daya manusia. Maka, membangun partai politik tidak bisa ujug-ujug jadi. Harus ada perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang.

Baru-baru ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia menyatakan bahwa Partai Beringin Karya atau Berkarya gagal mengikuti verifikasi faktual. Dengan demikian, Partai Berkarya besutan Tommy Soeharto dinyatakan tidak layak menjadi peserta pemilu 2019.

Hal ini, bagi Tommy merupakan kegagalan. Gagal menjadi peserta pemilu. Berarti gagal membuka jalan bagi Tommy untuk menjadi politisi nasional. Mungkin menyatakan sebagai politisi, sudah. Tetapi, menjadi tokoh sentral sepertinya masih ‘jauh panggang dari api’.

Oleh sebab itu, Tommy harus mengevaluasi kinerja Partai Berkarya. Legalitas dari pemerintah sudah dapat. Ke depan, Tommy harus memimpin penguatan partai untuk memasuki perang politik tahun 2024. Untuk itu, Tommy bisa mendengarkan saran berikut. Bahwa Partai Berkarya perlu melakukan evaluasi nasional. Tommy sebaiknya mengundang seluruh Ketua Umum Daerah. Kemudian mengadakan evaluasi dan menyusun strategi kedepan.

Pembahasan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Berkarya setidaknya menyusun beberapa kebijakan.

Pertama, gagal menjadi peserta pemilu bukanlah kiamat. Partai Berkarya bisa bermain apik pada pemilihan kepala daerah tahun 2018. Ya, terserah Tommy bagaimana teknisnya. Apakah bergabung dengan semua partai atau menjadi oposisi.

[irp posts="7320" name="Memoles Tommy Soeharto"]

Maksud oposisi adalah menjadikan seluruh kader Partai Berkarya sebagai pemantau pilkada. Jadi, pasukan Tommy bisa mengambil opsi membantu pengawalan demokrasi lokal. Bukan mendukung kandidat yang diusung partai manapun. Cara ini memang agak aneh. Tapi berguna bagi Tommy. Setidaknya mengenalkan Partai Berkarya kepada masyarakat. Bahwa mereka adalah pengawal demokrasi.

Setelah itu, Partai Berkarya mengevaluasi kerja pemantauan pilkada serentak jilid III. Ya, bisa saja memberikan masukan kepada KPU, Bawaslu dan DKPP. Hasil kerja pemantauan juga bisa diseminarkan. Kalau niat, seminar evaluasi pilkada di 171 daerah. Sehingga, gaung Partai Berkarya akrab di telinga rakyat.

Kedua, paska evaluasi dan seminar. Tommy mengajak partai Berkarya untuk menyusun agenda pemantauan pemilu 2019. Ingat, bahwa memantau pemilu sama saja dengan menjadi stakeholder Pemilu 2019. Terlebih keluarga Tommy memiliki media online Cendananews. Turunnya kader sebagai pemantau, ditambah pengaktifan Cendananews.

Tommy mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Mengenalkan cara baru berpartai tidak harus menjadi peserta pemilu. Juga bagaimana cendananews menjadi kekuatan media partai dan sosialisasi bagi keluarga Soeharto.

Dalam kegiatan memantau pemilu dan membangun media secara nasional, Partai Berkarya dan Cendananews seiring sejalan membangun kekuatan partai. Tentu bakal ramai. Kader aktif dan terkenal. Lalu, partai siap menjadi partai besar untuk pemilu 2024. Itupun dengan syarat, Tommy siap bersemedi untuk lima tahun kedepan. Dia harus fokus menghimpun dan membangun kekuatan nasional.

Ketiga, Partai Berkarya yang sudah memiliki kantor, kader yang aktif dan solid bisa menyiapkan diri untuk mengikuti pemilu 2024. Jangan khawatir ketinggalan momen politik. Bahkan Partai Berkarya bisa menjadi pendatang baru yang ditakuti. Kenapa? Karena sudah bekerja sebelum memasuki ruang politik dan gedung Senayan. Setidaknya itu nilai lebih dari persiapan dua persiapan sebelumnya.

Demi menjaga semangat Partai Berkarya selama empat tahun ke depan, Tommy semestinya menghindari panggung personal dan membangun panggung partai. Apabila Tommy sulit memikirkan dan menyusun gerakan.

[irp posts="6161" name="Kegagalan Titiek dan Tommy Soeharto di Pentas Politik Nasional"]

Salah satu solusi adalah merekrut mantan aktivis. Mereka bertugas membangun organisasi. Sedangkan dananya berasal dari Tommy. Tidak perlu para mantan aktivis mahasiswa menduduki kursi Ketum DPD. Mereka cukup menjadi pekerja partai. Tetapi, Partai Berkarya harus memikirkan dana ‘keaktifan’ para mantan aktivis tersebut. Ketum DPD cukup pakai strategi umum, cari orang kaya daerah untuk mengurangi beban keuangan Tommy.

Gerakan pembangunan kekuatan nasional Partai Beringin lebih baik berjalan sejak dini, daripada memaksa jalur hukum menjadi peserta 2019. Nah Tommy, siap menjadi tokoh politik? Belajarlah membangun jaringan tokoh politik daerah. Secara tidak langsung, tokoh daerah mendorong Tommy menjadi calon presiden pada pemilu 2024.

Itupun kalau nama dan sosoknya masih bisa dijual.

***