Auw Tjoei Lan, Penolong Perempuan dan Anak Terlantar

Kini Auw Tjoei Lan telah berpulang, tepatnya pada 19 Desember 1965. Ia dimakamkan di pekuburan Jati Petamburan.

Jumat, 22 November 2019 | 18:05 WIB
0
257
Auw Tjoei Lan, Penolong Perempuan dan Anak Terlantar
Auw Tjoei Lan, Penolong Perempuan dan Anak Terlantar

Auw Tjoei Lan, Penolong Perempuan dan Anak TerlantarTerlahir dari keluarga bangsawan tidak serta merta membuat Auw Tjoei Lan tinggi hati. Dirinya malah menjadi sosok yang peduli sesama, terutama kepada para perempuan yang diperdagangkan.

Perempuan yang akrab disapa Nyonya Lie Tjian Tjoen lahir di Desa Karangsambung, Majalengka pada 24 Februari 1889. Dia merupakan anak dari pengusaha sekaligus Kapitan Tionghoa bernama Auw Seng Ho.

Ayahnya juga memiliki kebun tebu, pabrik gula serta jiwa kemanusiaan yang tinggi. Beramal dengan menolong gelandangan, tunanetra, hingga menyediakan makan dan tempat tinggal bagi tunawisma dilakukannya.

Seperti pepatah lama 'buah tak jatuh jauh dari pohonnya', sikap kedermawanan itu lantas menular ke Auw Tjoei Lan sejak kecil.

Aksi memberantas kasus perdagangan perempuan dilakoninya selepas menikahi Lie Tjian Tjoen. Dia adalah anak Mayor Tionghoa bernama Lie Tjong Hong.

Dari situ, Auw Tjoei Lan diboyong sang suami ke Batavia dan menetap di rumah mertuanya di Jalan Pintu Besar. Sampai suatu ketika, ia bertemu dr Zigman, mantan guru yang mengajarnya bahasa dan kebudaan Belanda lewat perantara pendeta van Walsum.

Ia diajak untuk mengurus Ati Soetji. Organisasi tersebut menaungi para perempuan yang terpaksa menjadi pelacur lantaran sulit ekonomi, dipaksa melacur di rumah bordil, serta yang dijual dan didatangkan dari daratan Tiongkok.

Selain dr Zigman, organisasi itu sendiri digawangi oleh teman-temannya seperti Van Hindeloopen dan Soetan Temanggoeng. Disamping Ati Soetji, ada beberapa organisasi serupa yang muncul dan hidup di Indonesia.

Misalnya Perikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia (PPPI), Madjoe Kamoelian, Po Leung Kuk, Indo-Europeesch-Verbond Vrouwen Organisatie, dan Comite Pemberantasan Perdagangan anak-anak. Mengapa di era tersebut sudah muncul begitu banyak organisasi seperti itu?

Sebab di kala itu, kasus perdagangan manusia (human trafficking) sudah marak terjadi. Bahkan jumlahnya kian meningkat ketika perekonomian di seluruh dunia menurun atau disebut zaman malaise di 1930-an.

Keberanian Auw Tjoei Lan dalam memberantas perdagangan perempuan patut diacungi jempol. Pasalnya meski berparas perempuan, ia tak takut keluar malam sendirian demi menyelamatkan perempuan lain yang butuh pertolongan.

Salah satu kisahnya ketika ia mendapatkan sebuah surat kaleng. Lantas saja Auw Tjoei Lan berjalan menuju hotel di Kota untuk mencari pengirim surat tersebut. Sesampainya di hotel dan menemukan sebuah tong bergoyang. Begitu dibuka, isinya sesosok gadis belia berumur sekitar 14 tahun yang baru datang dari Tiongkok, tak paham bahasa Melayu dan bakal dijadikan pelacur.

Kisah lain yang tak kalah dramatis adalah saat dirinya dicekik oleh mucikari karena ingin membebaskan seorang gadis. Bahkan Auw Tjoei Lan pernah pula diancam akan dibunuh dan diperas oleh mucikari.

Namun tekadnya menyelamatkan para perempuan begitu bulat sehingga tak tergoyahkan. Dalam tingkat internasional, dirinya sempat mewakili Indonesia dalam konferensi perdagangan perempuan pada Februari 1937 di Bandung.

Berkat keberaniannya nama Auw Tjoei Lan menjadi cukup populer di tengah masyarakat. Polisi pun sering kali menggunakan jasanya, media perempuan turut memujinya hingga dianugerahi bintang Ridder in de Orde van Oranje Nassau oleh pemerintah Belanda.

Selain mengawal persoalan perdagangan perempuan, rupanya Auw Tjoei Lan juga memerhatikan anak ataupun bayi terlantar. Semula ia membuka panti asuhan dengan nama Tehuis voor Chineesche Meisjes (Rumah Piatu untuk Perempuan Tionghoa) pada 17 Oktober 1917.

Masyarakat Tionghoa lebih mengenal panti tersebut dengan nama Po Liang Kok yang berati tempat perlindungan untuk menjaga kebajikan. Rumah itulah yang menjadi terobosan awal adanya nama Ati Soetji dan dimulainya aksi heroik Auw Tjoei Lan melawan perdagangan perempuan.

Perhatiannya terhadap anak-anak tersebut tidak main-main, ia mencoba melengkapi seluruh aspek penting. Mulai dari kesehatan, gizi, pendidikan, perlindungan, sampai soal kehidupan sosial mereka. Tak berhenti disitu saja, Ati Soetji bahkan mampu membuka mode atelier, tempat pembuatan pakaian perempuan di Menteng.

Kini Auw Tjoei Lan telah berpulang, tepatnya pada 19 Desember 1965. Ia dimakamkan di pekuburan Jati Petamburan.

Sony Kusumo

***