Bagaimana Jika Presiden 2024-2029 Menyatakan Ibu Kota Tak jadi Pindah?

Jokowi dan tim perlu lebih tenang memikirkan soal pemindahan ibu kota itu. Termasuk memikirkan momen kapan ibu kota pindah.

Rabu, 28 Agustus 2019 | 11:33 WIB
0
670
Bagaimana Jika Presiden 2024-2029 Menyatakan Ibu Kota Tak jadi Pindah?
Joko Widodo dan Ibu Kota Baru (Foto: Youtube)

Problem utama pemindahan ibu kota adalah persoalan tata negara! Bagaimana sebenarnya secara ketata negaraan prosedur pemindahan ibu kota itu? Siapa yang berhak memutuskan?

Jika yang berhak memutuskan seorang presiden, bagaimana jika presiden berikutnya, 2024-2029 yang terpilih dan datang dengan agenda yang berbeda, membuat keputusan sebaliknya: membatalkan pemindahan ibu kota?

Jika pemindahan ibu kota menjadi hak seorang presiden secara teoritik setiap presiden akan punya hak memindah-mindahkan ibu kota tanpa ada batas kapan dan mengapa. Baguskah untuk Indonesia?

Ataukah sebaiknya harus ada UU yang mengatur pemindahan ibu kota. Hak itu misalnya tak bisa diputuskan oleh presiden sendiri. Pemindahan ibu kota harus melalui sebuah UU yang memerlukan persetujuan mayoritas anggota DPR?

Atau lebih jauh lagi. Memindahkan ibu kota dibuat seperti amandemen konstitusi. Ia tak hanya cukup diputuskan oleh presiden dan DPR, tapi juga harus didukung oleh mayoritas anggota MPR yang dihadiri minimal oleh 2/3 anggota MPR.

Jika 1/3 + 1 saja anggota MPR menolak hadir, pemindahan ibu kota tak bisa diputuskan.

Dengan demikian, seorang presiden, kapanpun, tak bisa disalahkan sendirian jika ternyata keputusannya memindahkan ibu kota itu blunder. Karena hukum sudah menggariskan pemindahan ibu kota itu keputusan bersama presiden, DPR dan juga suara mayoritas MPR yang dihadiri 2/3 anggota.

Percikan renungan ini yang datang ketika saya membaca kontroversi pemindahan ibu kota.

Hukum ketata negaraan kita agaknya belum ada yang secara rinci mengatur prosedur memindahkan ibu kota. Mungkin karena setiap pemerintahan tak pernah sungguh-sungguh serius untuk memindahkan ibu kota selama ini.

Hari ini saya membaca dua survei. Pertama yang dikeluarkan oleh Kedai Kopi. Secara nasional lebih banyak warga yang menolak dipindahkannya ibu kota. Prosentase penolakan terbesar berasal dari Jakarta.

Kedua, survei yang dilakukan IDM. Mayoritas pegawai negeri juga menolak pindahnya ibu kota.

Saya sendiri belum pasti seberapa akurat data di atas. Namun hampir pasti, isu pemindahan ibu kota akan menjadi keriuhan baru. Apalagi teknokrat berwibawa sangat senior seperti Emil Salim sudah menyatakan sikap. Ia menolak pemindahan ibu kota bukan dengan alasan ketata negaraan, tapi ekonomi dan sosial.

Jokowi dan tim perlu lebih tenang memikirkan soal pemindahan ibu kota itu. Termasuk memikirkan momen kapan ibu kota pindah.

Lima tahun ini (2019-2024) Jokowi memerlukan stabilitas politik agar sukses memerintah. Jangan sampai salah perhitungan, isu pemindahan ibu kota menjadi angin puyuh politik, yang dapat menjadi rintagan tak perlu bagi sukses pemerintahannya

Agustus 2019

***

Denny JA