Kenapa duit pajak yang kita bayarkan dipakai untuk menggaji mereka. Menggaji mahluk yang sama sekali tidak membuat hati kita bangga. Menggaji orang yang sok jago.
Ketika proyek mobil Esemka diwujudkan, sebagai hasil karya anak Indonesia. Sebagian anggota DPR nyinyir. Mereka seperti ingin merendahkan prestasi anak Indonesia. Mereka gak bangga sama sekali dengan hasil keringat putra-putra Indonesia.
Ketika PB Djarum telah berjibaku selama 50 tahun membina bibit-bibit bulutangkis, KPAI nyinyir. Mereka memprotes audisi bukutangkis karena dianggap eksploitasi anak.
KPAI mungkin lebih suka anak-anak kita diajak demo atau kampanye politik. Toh, selama ini KPAI gak protes kedegilan seperti itu. Tapi merrka malah berusaha menghentikan usaha PB Djarum mengharumkan nama Indonesia di dunia.
Akhirnya, akibat tekanan yang terus dilakukan KPAI, Djarum memutuskan mulai tahun depan tidak ada lagi beasiswa bulutangkis untuk anak-anak berpreatasi. Ketimbang difitnah mengeksploitasi anak.
Ketika Veronica Koman yang menyulut kerusuhan Papua dengan twit-twit fitnahnya, dijadikan tersangka oleh Polisi. Komnas HAM malah membela pendukung Papua Merdeka ini. Tapi Komnas HAM tidak pernah teriak saat anggota TNI dan Polisi jadi korban kerusahan itu.
Komnas HAM juga cuek bebek saat ada warga Papua yang mati dibacok perusuh. Ada yang mati kena panah. Padahal korbannya juga orang Papua asli. Bukan kendatang.
Ketika tayangan TV begitu memuakkan dengan sinetron bangke dan merusak akal sehat. KPI cuek saja. Tapi mereka malah mau ikut mengawasi konten internet, Youtube dan Netflix. Padahal aplikasi itu punya fitur sendiri untuk membatasi tontonan.
Bahkan sinetron Indonesia yang memuakkan itu, jadi inspirasi seorang perempuan untuk membunuh suami dan anak tirinya. Mayatnya dibakar.
Kita heran. Orang-orang ini digaji oleh negara. Dibayar dari uang pajak kita. Artinya kita yang membayar mereka. Rakyat Indonesia yang membiayai hidupnya. Membiayai keluarganya.
Tetapi kenapa mereka kerjanya malah menghancurkan kebanggaan kita pada negeri ini. Kenapa mereka selalu berharap Indonesia terperosok ke jurang kehinaan.
Kenapa orang-orang ini menggunakan fasilitas negara dan kewenangannya untk berkampanye bahwa Indonesia tidak pantas berprestasi. Bahwa Indonesia suka menindas. Bahwa Indonesia negeri yang harus diawasi.
Kalau sudah begini, rasa-rasanya menyebalkan memang. Kenapa duit pajak yang kita bayarkan dipakai untuk menggaji mereka. Menggaji mahluk yang sama sekali tidak membuat hati kita bangga. Menggaji orang yang sok jago. Tapi malah kerusakan saja hasilnya.
"Mas, mas. Ini hari minggu. Jangan ngomong yang berat-berat. Mending kita nonton stand up komedi di Youtube," saran Abu Kumkum.
Saya lihat Kumkum lagi menonton video Somad ceramah di layar HP-nya. Dia tertawa ngakak-ngakak. "Mas, nonton Drama Korea kata Somad termasuk golongan kafir. Untung aja aku sukanya nonton Drama Jepang. Jadi gak termasuk kafir," ujar Abu Kumkum. "Akting Miyabi bagus, mas. Menjiwai banget."
"Kum, Somad itu juga digaji negara lho. Dia kan PNS," ujar saya. Tapi Kumkum gak mendengar omongan saya.
Dia lagi sibuk menggonta-ganti layar HP-nya. Kadang nonton Somad. Kadang nonton Drama Jepang. Selang-seling.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews