Investasi Abal-Abal dengan Bungkus Antiriba dan Syariah

Menipu berkedok agama itu sangat efektif memperdayai orang-orang "beriman" yang gairah dan ghirah agama yang mereka anut sedang tinggi-tingginya.

Jumat, 15 November 2019 | 07:50 WIB
0
348
Investasi Abal-Abal dengan Bungkus Antiriba dan Syariah
Ilustrasi Kurma (Foto: Radarbogor.id)

Lagi dan lagi investasi abal-abal atau bodong memakan korban atau merugikan masyarakat karena tidak sesuai dengan janji di awal. Namanya "Kampoeng Kurma" yang menjual kavling dan akan ditanami Kurma dengan sistem syariah atau anti riba, katanya. Namun bukan untung  yang di dapat dari investasi tersebut, tetapi malah buntung atau menderita kerugian.

Bukan pohon Kurma yang ditanam dalam kavling tetapi malah rumput atau alang-alang. Penipuan lama berkedok agama.

Inilah akibatnya kalau jualan atau bisnis yang dikemas atau dibungkus dengan menggunakan "merk syariah atau anti riba." Yang jadi korban adalah  masyarakat yang lagi semangat atau ghirah terhadap ajaran agama dengan prinsip "sambil berbisnis jalan masuk surga terbuka".

Masyarakat juga kurang kritis ketika tertarik investasi, apalagi ada kemasan syariah atau anti riba. Sifat pohon Kurma sendiri berbuahnya memakan waktu yang lama atau bertahun-tahun. Tidak seperti buah asli Indonesia. Kok yaa masih percaya?

Ya itu tadi ada kemasan atau bungkusan "syariah atau anti riba. Kurma dianggap milik atau identik dengan Arab, Arab identik dengan Islam, padahal Kurma juga tumbuh di gurun Nevada di Amerika sana, juga di gurun Gobi di Tiongkok yang komunis, bahkan tidak beragama. Kurma terbaik bahkan yang diproduksi Iran yang syiah. Jadi, Kurma seharusnya tidak lagi identik dengan Arab.

Memang untuk menarik masyarakat supaya mau membeli kavling Kurma-perusahaan itu mendatangkan ahli Kurma dari luar negeri dan melakukan study banding ke pertanian Kurma di Arab Saudi.Lewat unggahan video-video itulah banyak masyarakat yang tertarik untuk membeli kavling tersebut. Bahkan mereka melakukan ekspansi ke wilayah lain selain yang ada di Jonggol, Bogor.

Dan untuk meyakinkan juga melakukan panen Kurma dan menikmati secara bersama-sama. Tapi itu pohon Kurma yang sudah ditanam beberapa tahun sebelumnya sebagai sampel untuk meyakinkan investor saja. Bahkan ada juga kajian agama di antara mereka.

Disinilah peran Otoritas Jasa Keuangan atau OJK yang seharusnya dari awal mendeteksi bisnis model seperti Kampoeng Kurma tersebut. Supaya masyarakat tidak jadi korban atau menderita kerugian.

Menipu berkedok agama itu sangat efektif memperdayai orang-orang "beriman" yang gairah dan ghirah agama yang mereka anut sedang tinggi-tingginya. Padahal hukum alam di manapun berlaku, yang tinggi-tinggi itu kalau jatuh sakitnya luar biasa. Ini bukan hanya sakit karena investasi melayang, tetapi malunya luar biasa. Ketahuan beloon-nya. Ketahuan akalnya tidak digunakan.

Kalau sudah kejadian, OJK baru turun tangan atau kadang malah ngeles itu bukan wewenangnya. OJK malah korban Kampoeng Kurma untuk lapor ke polisi kalau merasa dirugikan. Kalau jawaban OJK seperti itu, tidak perlu ada OJK.

Keberadaan OJK sifatnya untuk pencegahan supaya masyarakat tidak jadi korban investasi bondong. OJK datang setelah korban berjatuhan,bukan sebelum korban berjatuhan.

Berhati-hatilah dalam investasi-dalam bentuk apapun...

***