Napi Nyaleg, MA dan MK Sama-sama Memberi Ketidakpastian Hukum

Kamis, 6 September 2018 | 22:00 WIB
0
579
Napi Nyaleg, MA dan MK Sama-sama Memberi Ketidakpastian Hukum

Peraturan KPU yang melarang mantan koruptor untuk menjadi calon legislatif (caleg) membawa dampak hukum yang rumit dan seakan saling lempar tanggung jawab.

KPU sebagai penyelenggara pemilu membuat Peraturan yang melarang mantan koruptor untuk menjadi calon legislatif. Peraturan ini secara hukum positif atau normatif bisa melanggar hukum yang lebih tinggi yaitu undang-undang. Sekalipun niat dan semangatnya sangat baik. Yaitu untuk mencegah para mantan koruptor menjadi calon legislatif.

Oleh Bawaslu mantan koruptor yang menjadi calon legislatif diloloskan dan bisa menjadi calon legislatif. Dasar Bawaslu meloloskan mantan koruptor memakai dasar undang-undang yang lebih tinggi.

Akan tetapi, KPU bersikap tetap akan mencoret mantan koruptor yang menjadi calon legislatif karena sesuai peraturan KPU mantan koruptor dilarang untuk menjadi calon legislatif. KPU akan melaksanakan keputusan Bawaslu tetapi menunggu keputusan uji materi di Mahkamah Agung (MA).

Akhirnya baik KPU dan Bawaslu mengirimkan surat kepada Mahkamah Agung (MA) untuk segera atau mempercepat terhadap uji materi Peraturan KPU tersebut.

Alih-alih mendapatkan respon atau jawaban yang positif dari Mahkamah Agung, lembaga itu berdalih tidak bisa didesak atau didorong untuk mempercepat uji materi PKPU terkait larangan mantan koruptor untuk menjadi calon legislatif.

Menurut keterangan Kepala Biro Hukum Mahkamah Agung Abdulah, dorongan yang diarahkan ke Mahkamah Agung salah alamat.A bdulah malah menyarakan,dorongan untuk mempercepat terhadap pengujian materi PKPU diarahkan atau dialamatkan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) bukan kepada Mahkamah Agung.

Biro Hukum Mahkamah Agung Abdulah beralasan, Peraturan KPU adalah turunan dari UU pemilu yang artinya lebih rendah dari UU. Untuk itu MA harus menghentikan terlebih dahulu terhadap uji materi tentang peraturan di bawah undang-undang bila undang-undangnya sedang di uji materi di Mahkamah Konstitusi.

Sedangkan undang-undang pemilu sekarang juga di lagi uji materi di Mahkamah Konstitusi.

Jadi menurut Mahkamah Agung lembaganya tidak akan melakukan uji meteri PKPU sebelum Mahkamah Konstitusi mengeluarakan putusan uji materi terkait undang-undang pemilu. Justru MA akan melanggar undang-undang kalau melakukan uji materi peraturan KPU, karena peraturan KPU sifatnya lebih rendah dari undang-undang.

Sementara itu Mahkamah Konstitusi juga menghentikan sementara terkait uji materi undang-undang pemilu karena MK lebih fokus menangani perkara gugatan sengketa pilkada.

Menurut juru bicara MK Fajar Laksono, Mahkamah Agung tidak perlu menunggu uji materi undang-undang pemilu, untuk memproses peraturan KPU tersebut.Sebab,norma uji materi undang-undang pemilu di MK berbeda dengan norma peraturan KPU.

Iki terus piyee? Dua lembaga yang seharusnya memberi kepastian hukum malah saling lempar tanggung jawab, yang satu merasa menunggu keputusan dari lembaga hukum lainnya, sedangkan yang satunya merasa tidak usah menunggu keputusan dari lembaganya. Mumeeet-mumeeet.

Inilah dampak dari suatu peraturan KPU yang membawa akibat atau dampak dari sisi hukum positif, malah jadi berlarut-larut dan saling menyalahkan atau lempar tanggung jawab.

KPU versus Bawaslu dan Mahkamah Agung versus Mahkamah Konstitusi.

Bagussss...!!!

***