Peraturan KPU yang melarang mantan koruptor untuk menjadi calon legislatif (caleg) membawa dampak hukum yang rumit dan seakan saling lempar tanggung jawab.
KPU sebagai penyelenggara pemilu membuat Peraturan yang melarang mantan koruptor untuk menjadi calon legislatif. Peraturan ini secara hukum positif atau normatif bisa melanggar hukum yang lebih tinggi yaitu undang-undang. Sekalipun niat dan semangatnya sangat baik. Yaitu untuk mencegah para mantan koruptor menjadi calon legislatif.
Oleh Bawaslu mantan koruptor yang menjadi calon legislatif diloloskan dan bisa menjadi calon legislatif. Dasar Bawaslu meloloskan mantan koruptor memakai dasar undang-undang yang lebih tinggi.
Akan tetapi, KPU bersikap tetap akan mencoret mantan koruptor yang menjadi calon legislatif karena sesuai peraturan KPU mantan koruptor dilarang untuk menjadi calon legislatif. KPU akan melaksanakan keputusan Bawaslu tetapi menunggu keputusan uji materi di Mahkamah Agung (MA).
Akhirnya baik KPU dan Bawaslu mengirimkan surat kepada Mahkamah Agung (MA) untuk segera atau mempercepat terhadap uji materi Peraturan KPU tersebut.
Alih-alih mendapatkan respon atau jawaban yang positif dari Mahkamah Agung, lembaga itu berdalih tidak bisa didesak atau didorong untuk mempercepat uji materi PKPU terkait larangan mantan koruptor untuk menjadi calon legislatif.
Menurut keterangan Kepala Biro Hukum Mahkamah Agung Abdulah, dorongan yang diarahkan ke Mahkamah Agung salah alamat.A bdulah malah menyarakan,dorongan untuk mempercepat terhadap pengujian materi PKPU diarahkan atau dialamatkan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) bukan kepada Mahkamah Agung.
Biro Hukum Mahkamah Agung Abdulah beralasan, Peraturan KPU adalah turunan dari UU pemilu yang artinya lebih rendah dari UU. Untuk itu MA harus menghentikan terlebih dahulu terhadap uji materi tentang peraturan di bawah undang-undang bila undang-undangnya sedang di uji materi di Mahkamah Konstitusi.
Sedangkan undang-undang pemilu sekarang juga di lagi uji materi di Mahkamah Konstitusi.
Jadi menurut Mahkamah Agung lembaganya tidak akan melakukan uji meteri PKPU sebelum Mahkamah Konstitusi mengeluarakan putusan uji materi terkait undang-undang pemilu. Justru MA akan melanggar undang-undang kalau melakukan uji materi peraturan KPU, karena peraturan KPU sifatnya lebih rendah dari undang-undang.
Sementara itu Mahkamah Konstitusi juga menghentikan sementara terkait uji materi undang-undang pemilu karena MK lebih fokus menangani perkara gugatan sengketa pilkada.
Menurut juru bicara MK Fajar Laksono, Mahkamah Agung tidak perlu menunggu uji materi undang-undang pemilu, untuk memproses peraturan KPU tersebut.Sebab,norma uji materi undang-undang pemilu di MK berbeda dengan norma peraturan KPU.
Iki terus piyee? Dua lembaga yang seharusnya memberi kepastian hukum malah saling lempar tanggung jawab, yang satu merasa menunggu keputusan dari lembaga hukum lainnya, sedangkan yang satunya merasa tidak usah menunggu keputusan dari lembaganya. Mumeeet-mumeeet.
Inilah dampak dari suatu peraturan KPU yang membawa akibat atau dampak dari sisi hukum positif, malah jadi berlarut-larut dan saling menyalahkan atau lempar tanggung jawab.
KPU versus Bawaslu dan Mahkamah Agung versus Mahkamah Konstitusi.
Bagussss...!!!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews