Ketika Hillary Clinton berhasil dikalahkan Donald Trump di pemilihan presiden 2016, rakyat Amerika dan seantero dunia terhenyak tak percaya. Padahal Donald Trump sebelumnya tak diunggulkan oleh berbagai survei dan analisa para pengamat politik.
Ada faktor keberuntungan dan faktor x di setiap kompetisi. Donald Trump termasuk salah satunya yang dilimpahi keberuntungan. Ia diuntungkan oleh strategi yang luput dari perhitungan kubu Hillary. Ia berhasil membangkitkan rasa primordialisme sebagai kaum kulit putih dan berhasil meyakinkan sebagian besar rakyat Amerika bahwa ia lebih layak dipilih.
Di Indonesia, Pilkada DKI 2017 hitungan politiknya mirip pertarungan Donald Trump vs Hillary Clinton. Saat itu Ahok diunggulkan karena kinerjanya yang telah terbukti, sedang Anies kurang diunggulkan. Namun, hasil akhir ternyata Anies yang menang.
Kalah dan menang di dunia politik tak selalu linier dengan hitung-hitungan politik para pakar atau harapan rasionalitas dari sebagian pemilihnya. Politik adalah seni kemungkinan, begitu pemeo klasik mengatakan. Apapun bisa terjadi, karena di dalamnya orang menjatuhkan sebuah pilihan bisa dilandasi oleh bermacam-macam alasan. Rasionalitas, emosi, primordialisme ataupun atas dasar kesamaan entitas baik etnis maupun agama. Dan itu sah-sah saja di dalam demokrasi.
Oleh karena itu menghadapi perhelatan demokrasi tingkat nasional pada 2019 nanti masing-masing kubu tak cukup hanya mengandalkan apa yang sudah terhitung di atas kertas. Semua perlu memutar otak dan memainkan strategi jitu agar permainan catur politik bisa dimenangkan.
Melihat perkembangan peta politik yang begitu dinamis, di mana partai Demokrat telah berhasil mendekati partai Gerindra. Mereka sepakat untuk berkoalisi. Dan berita tentang kemungkinan Anies–AHY maju sebagai capres dan cawapres semakin santer terdengar.
Efendi Simbolon, seorang politisi PDIP telah membocorkan berita yang konon didapat dari ring 1 di lingkungan Gerindra dan Demokrat. Walaupun tidak tersurat pada saat SBY mengumumkan hasil pertemuan dengan Prabowo, namun kemungkinan Anies maju sangat besar.
Jika itu benar, maka pertarungan pilpres 2019 akan terjadi head to head Jokowi melawan Anies Baswedan. Pertarungan yang skenarionya mirip saat SBY menjadi menteri di era Presiden Megawati tiba-tiba mencalonkan diri menjadi Presiden usai mengundurkan diri dari kursi menteri.
Pertarungan Dua Keberuntungan
Jokowi pun merupakan sosok politisi yang penuh keberuntungan. Karirnya begitu moncer dan melesat. Perjalanannya menjadi presiden sangat meyakinkan. Dari Walikota yang hampir 2 periode, lalu Gubernur 2 tahun. Dan terakhir jabatan Presiden yang sebentar lagi genap 1 periode.
Sosok yang awalnya bukan siapa-siapa. Dari rakyat jelata yang hidup di dekat bantaran kali Bengawan Solo dalam waktu yang tidak terlalu lama berhasil mengalahkan mantan Jendral dan menantu mantan penguasa orde baru.
Namun kali ini, keberuntungan Jokowi akan berhadapan dengan sosok yang juga kerap menuai keberuntungan. Siapa lagi kalau bukan Anies Baswedan.
Anies Baswedan sebelum menjadi menteri adalah seorang Rektor Universitas Paramadina. Ia tidak pernah menjadi dosen. Namun ia berhasil menduduki jabatan rektor. Itu salah satu keberuntungan yang ditopang oleh kepintarannya berkomunikasi.
Tak selang berapa lama ia berhasil menjadi menteri pendidikan di awal-awal pemerintahan Presiden Jokowi. Walau hanya menjabat 2 tahun karena diberhentikan, namun keberuntungan masih menyertainya.
Ia dilamar Partai Gerindra atas rekomendasi berbagai pihak. Di antaranya wapres Jusuf Kala, Habib Rizieq Sihab dan PKS. Dengan tanpa mahar ia dipinang untuk mengalahkan Ahok. Dan keberuntungan lagi-lagi menyertainya. Ia sukses menjadi Gubernur DKI setelah menumbangkan Ahok.
Itulah gambaran keberuntungan Jokowi dan Anies Baswedan. Maka jika mereka benar-benar bertarung di pilpres 2019 nanti, faktor keberuntungan ini tak bisa diremehkan. Survei bisa dijungkirbalikkan. Perkembangan politik berubah sangat cepat.
Saat Pilkada DKI, elektabilitas Anies di awal pencalonan juga tidak signifikan. Namun perlahan tapi pasti dia berhasil mengelola faktor x. Dan ketika KPU sudah mengesahkan kemenangannya, apapun yang terjadi selama kampanye tidak ada yang bisa mengganggu gugat.
Jika kubu Jokowi sudah memiliki modal kinerja yang bagus sebagai petahana, tidak berarti itu sebuah jaminan kemenangan. Tak semua orang menjatuhkan pilihan atas dasar kinerja. Proses seleksi cawapres yang sangat alot menjadi bukti bahwa peluang kalah dan menang itu fifty-fifty. Salah memilih cawapres akan fatal akibatnya.
Kubu oposisi tentu saja punya perhitungan tersendiri mengapa ia mengusung Anies-AHY. Sedari awal Prabowo memang membidik kaum muda. Dan AHY lebih mewakili kaum muda dibanding calon yang ditawarkan oleh PKS. Apalagi dengan memilih AHY, Prabowo berharap mendapat suntikan logistik dari partai Demokrat yang tak didapatkan jika ia menerima tawaran PKS.
Di samping itu, Anies adalah sosok yang mampu menjadi orator hebat magnet yang kuat terutama bagi para alumni 212. Ia seorang salesman politik yang handal. Dan itu sudah dibuktikannya di Pikada DKI. Maka wajar saja jika akhirnya Prabowo justru lebih menerimanya walau tanpa mahar. Dan ia cukup memilih menjadi King Maker saja. Tentunya secara kalkulasi politik ia telah berhitung dengan matang.
Saat ini dua kubu belum saling terbuka dan resmi mengusung calonnya. Cawapres Jokowi masih tersembunyi. Anies-AHY juga belum resmi disuarakan oleh oposisi. Mereka saling menunggu. Agar jangan salah langkah. Kalau salah, bisa-bisa diterkam kuda catur yang telah dipersiapkan oleh kubu lawan.
Keberuntungan kadang menakutkan tapi sekaligus diharapkan. Masing-masing kontestan perlu menjauhi sikap sombong dan hanya mengandalkan salah satu faktor jika ingin menang. Masing-masing diuji siapa yang paling bisa menjual dan mengambil hati rakyat. Meskipun semua orang ingin keberuntungan hinggap kepada orang yang telah bekerja keras, tapi semua harus mempersiapkan diri jika ternyata keberuntungan hinggap pada yang bukan pilihannya.
Politik tak lebih dari permainan. Harus ada kalah dan menang. Di dalamnya nasib jutaan rakyat dipertaruhkan. Jokowi atau Anies, siapapun yang beruntung semoga menjadi anugerah keberuntungan bagi rakyat Indonesia.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews