Belum Pernah Diimunisasi, DPR Imunisasi Dirinya Sendiri

Rabu, 14 Februari 2018 | 08:24 WIB
0
448
Belum Pernah Diimunisasi, DPR Imunisasi Dirinya Sendiri

Baru terkuat sekarang saat  DPR dalam rapat paripurnanya mengesahkan Undang-undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) bahwa DPR ternyata belum pernah diimunisasi. Karena belum diimunisasi, DPR rawan terkena penyakit Hepatitis (tersangkut hati), Polio (terkait lumpuh layu), dan TBC (terkena paru-paru). Untuk mencegah semua penyakit itu, DPR akhirnya mengimunisasi tubuhnya sendiri biar kebal alias imun.

Usaha cerdik dan pantas diacungi jempol ini dikritik publik, meski dibela mati-matian oleh big boss DPR Bambang Soesatyo. Ya iyalah membela kalau itu bikin dirinya nyaman, masak menolak. Kalau menolak malah kelihatan pencitiraannya. Menurut dia, hak imunitas yang dimiliki anggota DPR sama seperti perlindungan terhadap wartawan dan advokat di mana kedua profesi tersebut dilindungi undang-undang saat menjalankan tugas masing-masing. Demikian pula DPR.

"Terkait pelaporan pidana, boleh apa enggak saya melaporkan wartawan ke penegak hukum atas tugas-tugasnya? Boleh enggak? Enggak boleh. Karena Undang-Undang Pers jelas mengatur wartawan dalam pengerjaannya tidak boleh dilaporkan ke penegak hukum," kata Bambang Soesatyo di Jakarta, Selasa 13 Februari 2018 di Jakarta, sebagaimana diberitakan Kompas.com. Kalau sama, katanya lagi, tidak ada yang perlu dipersoalkan.

Bambang mengakhiri pernyataannya, "Kalau mengkritik boleh, kalau yang enggak boleh adalah penghinaan."

Semakin terang, bahwa diloloskannya pasal iminitas DPR itu ternyata DPR tidak kuat menahan siksaan.... upss, hinaan, maksudnya. Anggaplah sudah hina, tapi 'kan masuk akal jika seseorang tidak mau dihina-dinakan orang lain. Analoginya, mana ada orang melarang mau dikata-katain, "Melarat lu, Bro!"

[irp posts="10358" name="Sering Kena Bully, Dihina, dan Direndahkan, DPR Kini Pasang Perisai Diri"]

Untuk itulah DPR juga tidak mau dihina. Bedanya, karena DPR itu pabrik pembuat Undang-undang, maka dengan sesuka hatinya Undang-undang itu diloloskan, kadang atas kesepakatan pemerintah juga. Meloloskan undang-undangnya pun seperti kucing garong yang mencuri ikan, langsung ketuk palu dalam sidang paripurna di Senayan.

Bambang menilai, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 yang melindungi wartawan sama seperti Undang-Undang MD3 yang melindungi DPR dalam menjalankan tugasnya. Bahkan advokat pun menurut dia dilindungi saat menjalankan profesinya melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003. "Setiap profesi harus mendapatkan perlindungan hukum, termasuk anggota dewan," katanya.

Tapi Bambang Soesatyo atau setidak-tidaknya Fadli Zon yang memegang dan mengetukkan palu sidang pengesahan itu tidak menyadari kalau diri mereka dan para anggota DPR itu sebenarnya egois.

Lha, bukannya pemerintah itu mitra DPR dan namanya mitra itu kawan atau sahabat, mengapa DPR tidak memberi hak yang sama, dalam hal ini hak imunitas kepada Presiden, Wakil Presiden, para menteri dan para pejabat tinggi negara lainnya? Mengapa imunitas itu hanya untuk dirinya sendiri!?

Bangun, Bro, bangun!

Pasal 122 huruf k Undang-undang MD3 berbunyi: MKD bertugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Nah untuk pasal "memarikan" yang satu ini Anggota Badan Legislasi dari fraksi PKB Lukman Edy mengatakan, pasal tersebut berfungsi untuk menjamin kehormatan DPR dan anggotanya. "Kami menitipkan sebuah tanggung jawab pada MKD, bukan saja menjaga kehormatan lembaga tapi juga menjaga kehormatan anggota DPR," katanya.

[caption id="attachment_10453" align="alignleft" width="528"] Erwin Natosmal Oemar (Foto: Detak.co)[/caption]

Karuan saja, ibarat malam pertama pengantin yang bermasalah, pengesahan pasal ini langsung digugat oleh publik ke Mahkamah Konstitusi. Salah satu yang berniat mengajukan permohonan yuridis adalah peneliti Indonesian Legal Roundtable Erwin Natosmal Oemar.

Alasan Erwin, Undang-Undang MD3 yang baru saja disahkan oleh DPR di mana pemerintah juga hadir dalam paripurna itu dinilai bertentangan dengan nilai demokrasi di Indonesia. Menurut Erwin, salah satu pasal yang akan diuji materi adalah Pasal 122 huruf k tersebut.

Selain Pasal 122 huruf k, Erwin juga akan menguji Pasal 245 yang mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR harus dipertimbangkan MKD terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin bagi aparat penegak hukum. Padahal, sebelumnya MK telah membatalkan klausul atas izin MKD tersebut sehingga izin diberikan langsung oleh Presiden.

Pasal 122 huruf k dan pasal 245 ini Ini benar-benar "krusial" (bagi DPR) namun terkesan lucu (bagi publik)

Jadi, masih kurang lucu apa coba DPR!?

Eh, sekarang sudah imun, ding!

***