"Jika tangan Anda sakit, bolehkah tangan Anda dipotong? Jika LGBT adalah sebuah penyakit, bukankah semestinya LGBT disembuhkan? Tugas kita adalah mengedukasi masyarakat bahwa pemerintah wajib melindungi semua warga negaranya tanpa kecuali, termasuk LGBT. Paham, Mas?"
Pernyataan di atas adalah komentar saya di status teman. Pemerintah tidak boleh membunuh, menghabisi, atau menyingkirkan LGBT. Pengidap LGBT harus diayomi, dilindungi, dan difasilitasi agar bisa sembuh. Tidak boleh pemerintah berlaku diskriminatif kepada warga negaranya.
Kebetulan beberapa waktu lalu, saya menulis artikel di Majalah Mediasi Kementerian Hukum dan HAM. Karena berlatar sebagai pendidik, saya ambil judul "Mencegah LGBT di Sekolah".
Saya memandang bahwa sekolah, khususnya sekolah berasrama, memiliki potensi untuk menularnya LGBT. Karena itulah, saya sampaikan beberapa saran untuk mengedukasi mereka.
Saya jelaskan bahwa LGBT merupakan penyakit yang bisa disembuhkan asalkan ada keinginan kuat untuk sembuh. LGBT sudah mulai muncul sejak Nabi Luth sehingga kita tak perlu kaget. LGBT bisa dicegah dengan merangkul mereka seraya memberikan pendidikan agama, karakter, dan pembiasaan yang positif sehingga pengidap merasa nyaman, sibuk, dan akhirnya bisa melupakan penyakitnya.
[irp posts="6664" name="LGBT: Angka-angka, Gerakan, dan Proyeksi ke Depan"]
Kita perlu bekerjasama untuk menciptakan suasana yang nyaman bagi semua orang. Jangan bebankan semua tugas itu kepada pemerintah. Apa yang bisa dikerjakan untuk LGBT agar sembuh, lakukanlah. Jangan menunggu uluran tangan. Kelak mantan pengidap LGBT akan mengenang Anda sebagai dokternya.
Jangan justru Anda dikenang sebagai musuh yang harus dilawan....
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews