Politisasi LGBT

Jumat, 29 Desember 2017 | 08:37 WIB
0
484
Politisasi LGBT

"Jika tangan Anda sakit, bolehkah tangan Anda dipotong? Jika LGBT adalah sebuah penyakit, bukankah semestinya LGBT disembuhkan? Tugas kita adalah mengedukasi masyarakat bahwa pemerintah wajib melindungi semua warga negaranya tanpa kecuali, termasuk LGBT. Paham, Mas?"

Pernyataan di atas adalah komentar saya di status teman. Pemerintah tidak boleh membunuh, menghabisi, atau menyingkirkan LGBT. Pengidap LGBT harus diayomi, dilindungi, dan difasilitasi agar bisa sembuh. Tidak boleh pemerintah berlaku diskriminatif kepada warga negaranya.

Kebetulan beberapa waktu lalu, saya menulis artikel di Majalah Mediasi Kementerian Hukum dan HAM. Karena berlatar sebagai pendidik, saya ambil judul "Mencegah LGBT di Sekolah".

Saya memandang bahwa sekolah, khususnya sekolah berasrama, memiliki potensi untuk menularnya LGBT. Karena itulah, saya sampaikan beberapa saran untuk mengedukasi mereka.

Saya jelaskan bahwa LGBT merupakan penyakit yang bisa disembuhkan asalkan ada keinginan kuat untuk sembuh. LGBT sudah mulai muncul sejak Nabi Luth sehingga kita tak perlu kaget. LGBT bisa dicegah dengan merangkul mereka seraya memberikan pendidikan agama, karakter, dan pembiasaan yang positif sehingga pengidap merasa nyaman, sibuk, dan akhirnya bisa melupakan penyakitnya.

[irp posts="6664" name="LGBT: Angka-angka, Gerakan, dan Proyeksi ke Depan"]

Kita perlu bekerjasama untuk menciptakan suasana yang nyaman bagi semua orang. Jangan bebankan semua tugas itu kepada pemerintah. Apa yang bisa dikerjakan untuk LGBT agar sembuh, lakukanlah. Jangan menunggu uluran tangan. Kelak mantan pengidap LGBT akan mengenang Anda sebagai dokternya.

Jangan justru Anda dikenang sebagai musuh yang harus dilawan....

 

***