Praperadilan Yang Jadi Tumpuan Pun Gugur Sebelum Berkembang

Kamis, 14 Desember 2017 | 17:36 WIB
0
382
Praperadilan Yang Jadi Tumpuan Pun Gugur Sebelum Berkembang

Ibarat bunga yang gugur sebelum mekar berseri, itulah perumpaan yang pas atas digugurkannya gugatan Praperadilan yang diajukan tersangka korupsi KTP Elektronik Setya Novanto. Padahal, Praperadilan itulah tumpuan Setya agar dia bisa terbebas dari status terdakwa, sebagaimana gugatan Praperadilan pertama yang dimenangkannya.

Hakim Kusno berbeda dengan Hakim Cepi Iskandar yang memenangkan gugatan Praperadilan Setya, ia justru menggugurkan gugatan Praperadilan karena pengadilan Tipikor tengah menyidangkan Setya Novanto, yang bermakna berkas pemeriksaan sudah masuk.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rasanya sudah cukup untuk dijadikan mainan oleh Ketua Partai Golkar nonaktif Setya Novanto. Berkali-kali KPK seperti kehilangan arah dalam menentukan kasus megaproyek KTP Elektronik yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut.

[caption id="attachment_5960" align="alignleft" width="510"] Cepi Iskandar (Foto: Geosiar.com)[/caption]

Dalam sejumlah media, masyarakat tentu bisa melihat sejauh mana Novanto terus berkelit dan bersandiwara. Ia merasa kekuasaannya tak bisa diganggu oleh siapapun. Namun, kali ini Novanto harus menyerah. Sebab, hakim tunggal Kusno yang menangani gugatan praperadilan yang diajukan Novanto kepada KPK dinyatakan telah gugur.

Hal itu disampaikan Kusno dalam sidang praperadilan lanjutan terhadap gugatan Novanto kepada KPK yang dilaksanakan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis 14 Desember 2017. "Menetapkan, menyatakan permohoan praperadilan yang diajukan oleh Pemohon (Setya Novanto) praperadilan gugur," kata Kusno seperti dikutip Kompas.com.

Kusno mengatakan, adapun pertimbangan yang menjadi keputusan digugurkannya gugatan Novanto akibat dari penetapan pemohon (Novanto) dalam persidangan pokok perkara kasus korupsi KTP-el sebagai terdakwa si Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Kusno mengatakan, adapun rujukan hukum yang dipakainya terdapat pada Pasal 82 Ayat 1 Huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) menyatakan bahwa "dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur". Menurutnya, aturan itu telah diperjelas pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 102/PUU-XIII/2015.

"Membebankan biaya perkara kepada pemohon sebesar nihil," ujar Kusno, sembari mengetok palu. "Jadi demikian penetapan sudah saya bacakan pada hakikatnya hukum positif sudah jelas, permohonan praperadilan dinyatakan gugur dan terhadap praperadilan ini sudah tidak memungkin lagi diajukan upaya hukum," kata dia.

Sebelumnya, kemarin, Rabu 13 Desember 2017 telah dilaksanakan sidang perdana kasus dugaan korupsi yang melibatkan Novanto itu didakwa menyalahgunakan kewenangannya sebagai ketua DPR dalam kasus megaproyek pengadaan KTP Elektronik yang merugikan negara Rp2,3 triliun oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Terdakwa melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum,” ujar jaksa KPK Irene Putrie di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Irene dalam sidang mengatakan, Novanto secara langsung atau tidak langsung mengintervensi proses penganggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam proyek KTP-el tahun 2011-2013. Dengan tindakan tersebut, Novanto dianggap menguntungkan dirinya sendiri dan juga memperkaya orang lain dan korporasi.

Jaksa KPK itu melanjutkan, Novanto juga dituduh sudah sejak awal telah mengatur skenario sedemikian rupa terkait penggunaan anggaran murni yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tujuannya, tak lain agar pencairan anggaran tersebut mendapatkan persetujuan dari Novanto yang menjabat Ketua DPR RI.

[irp posts="5947" name="Siapa Saja Yang Diperkaya oleh Novanto? Ini Dia Daftarnya"]

Irene mengatakan, pada Februari 2010 lalu, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan Andi Agustinus alias Andi Narogong, menemui Ketua Komisi II DPR Burhanuddin Napitupulu untuk membuat satu kesepakatan bahwa, sebagai pihak penyedia barang dan jasa Andi Narogong pada waktu itu akan menjadi pihak yang menyediakan fee bagi anggota DPR, untuk mempermudah persetujuan anggaran tersebut.

Setelahnya, Andi yang saat itu dekat dengan Novanto kemudian mengajak Irman untuk menemui mantan Ketua Partai Golkar itu. “Terdakwa selaku Ketua Fraksi Golkar dipandang sebagai kunci keberhasilan pembahasan anggaran. Atas ajakan tersebut, Irman menyetujuinya,” kata jaksa.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan Irene, dia menguraikan sejumlah pertemuan yang dihadiri pengusaha dan pejabat dari Kemendagri. Saat itu, Novanto menyatakan persetujuannya untuk kemudian mendukung terlaksananya proyek KTP-el dan memastikan bahwa anggaran sebesar Rp5,9 triliun disetujui DPR dengan syarat, fee sebesar 5 persen kepada anggota DPR itu harus diberikan terlebih dulu oleh pengusaha yang ikut dalam proyek tersebut.

Jika tidak diberikan fee terlebih dulu, kata Jaksa, maka Novanto tidak akan membantu pengurusan anggaran proyek KTP-el itu. Saat itu, para pengusaha yang tergabung dalam konsorsium berjanji akan memenuhi permintaan Novanto. Selain kepada anggota DPR, fee 5 persen tersebut juga diberikan kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, 5 persen untuk Irman dan staf di Kemendagri.

Dalam sidang perdana tadi, Novanto didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1.

***