Antara Abdul Somad dan Tengku Zulkarnain

Selasa, 12 Desember 2017 | 04:30 WIB
0
1231
Antara Abdul Somad dan Tengku Zulkarnain

Dari dulu hingga kini, Riau banyak memiliki ulama besar. Ini wajar, karena sejak dulu sudah ada tradisi bagi Orang Melayu Riau, untuk menuntut ilmu agama ke Timur Tengah, Persia, khususnya Arab Saudi. Juga di tanah Melayu ada seloko; Riau adalah Melayu. Melayu adalah Islam. Setiap Melayu pastilah Islam. Jika tidak Islam, bukanlah Melayu. Melayu dan Islam tak mungkin terpisahkan.

Karena itulah, ulama Melayu Riau tak pernah putus dari generasi ke generasi. Dari era Raja Ali Haji, Raja Taher bin Abdurrahman, Sjech Muhammad Ali Al Indragiri, Sjech Abdul Wahab Rokan, Sjech Ibrahim Adlawi hingga ke era Ustadz Mustafa Umar dan lain lain. Ulama bagi orang Riau, adalah warisan para rasul dan nabi yang akan selalu berada dalam barisan terdepan memperjuangkan kebenaran dan meluruskan serta menjaga akidah ummat.

Dua ulama Riau yang abad ini menjadi "Kamus Berjalan" bagi Orang Melayu tentang Islam, adalah Ustad Tengku Zulkarnain (UTZ) dan Ustad Abdul Somad (UAS). Baik UTZ maupun UAS, adalah penerus ulama ulama Riau terdahulu. Keduanya adalah guru agama yang berpendidikan dan sangat paham soal soal Islam. UTZ adalah tamatan Fakultas Sastra Inggris Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, kemudian melanjutkan magister ekonomi di Institut Economic of Hawai, Amerika Serikat. Pendidikan agama didapat UTZ di Pesantren Syaikh Dahlan Musa (guru ilmu fiqih) dan Pesantren Syaikh Azro'i Abdul Rauf (ilmu Quran dan Hadist).

Sedangkan UAS, menyelesaikan pendidikan di Al Azhar University Kairo, Mesir. Kemudian melanjutkan Magister bidang hadist di Maroko University, Maroko. Keduanya adalah guru dan pengajar. UTZ menjadi Dosen Sastra Inggris di USU Medan, sedangkan UAS menjadi Dosen Hadist di Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru Riau. UTZ dan UAS adalah Pegawai Negeri dan digaji oleh rakyat melalui Pemerintah Republik Indonesia. Karena bakat berbicara mereka yang luar biasa, keduanya kemudian diminta menjadi Pendakwah!

Sebenarnya, baik UTZ maupun UAS, bisa saja menjadi "Ulama Selebritis" karena popularitas mereka. Karena saat ini, mereka tidak hanya berdakwah di tanah Melayu Riau, tapi sudah menjelajah sampai mancanegara. Baik UTZ maupun UAS sangat dielu-elukan kedatangan mereka di Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Patani (Thailand), New Zealand, Hongkong, Afrika Selatan dan lain sebagainya. Mereka bisa saja tampil seperti ulama ulama kondang yang kini banyak memenuhi layar televisi.

[caption id="attachment_5649" align="alignright" width="493"] Abdul Somad (Foto: Tribunnews.com)[/caption]

Tapi keduanya memilih hidup sederhana seperti layaknya ulama ulama Melayu zaman dulu. UTZ meski sudah berdakwah di 15 Negara, dia adalah sosok yg sangat gampang ditemui. Begitu juga dengan UAS. Saat jam mengajarnya di Kampus UIN Sultan Syarif Kasim, UAS tidak pernah absen dan selalu berbagi ilmu dengan mahasiswa. Ulama asal Airmolek, Indragiri Hulu Riau ini, bahkan menjadwalkan waktunya dua bulan sekali ke Petalangan Suku Talang Mamak di kampungnya untuk mengajar. Bahkan UAS memiliki jadwal berkumpul kumpul dengan anak anak muda pencinta motor, pembalap jalanan, pencinta burung, wanita pekerja seks komersial (PSK) dan lainnya. Pertemuan untuk berdakwah, tentunya.

Begitu pula UTZ yg kini menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI). UTZ adalah idola anak anak muda Riau karena aktif bersuara terhadap beberapa masalah yang up to date di tengah masyarakat. Mulai dari masalah kerukunan umat beragama, tayangan televisi, sensor film, prostitusi online, hingga pernikahan sesama jenis (LGBT) dan pemblokiran situs-situs Islam radikal. UTZ yang berdarah Melayu Deli dan Siak Sri Indrapura ini, menjadi andalan MUI dalam soal soal ilmu fiqih.

Belakangan, beberapa persoalan muncul. Ketika UTZ dihadang dengan Mandau di Kalimantan Barat oleh Dewan Adat Dayak, orang Melayu masih bisa bersabar. Juga ketika UAS diancam dengan Parang di Bali oleh Masyarakat Suku Adat Bali, orang Melayu Riau juga masih bersabar.

Karena mereka menegakkan akidah Islam, risiko seperti itu merupakan hal yang biasa saja. Bukankah Baginda Nabi, Muhammad SAW, menghadapi ancaman yang lebih dari itu ketika menyebarkan Islam?

Tapi ketika UTZ maupun UAS dituduh PKI, menolak NKRI, munafik, pendusta (lain di mulut lain di hati), apalagi UAS diminta bersumpah untuk cinta Tanah Air, masyarakat Melayu Riau mulai menampakkan amarah. Benih amarah yang kapan saja bisa meledak. Karena selama ini Melayu dikenal sangat menjaga kesantunan dan ajaran Islam. Bagi orang Riau, persaudaraan adalah segalanya. Kata Rasulullah, tidak sempurna iman seseorang sebelum mencintai saudaranya, seperti dia mencintai dirinya sendiri. Bagi Melayu itu adalah mutlak, karena Melayu adalah Islam.

Sumbangan Negeri Melayu untuk Tanah Air Indonesia, juga tidak sedikit. Bahasa Indonesia yang dipakai sehari hari di negeri ini, berasal dari Bahasa Melayu Riau. Income perkapita negara Republik Indonesia, lebih dari separuh berasal dari ladang ladang minyak dan gas Riau yang dikelola PT Caltex Pacifik Indonesia, Pertamina dan Chevron. Andaikan Riau merdeka dan memisahkan diri dari Indonesia, maka Melayu Riau akan lebih kaya dari Negara Brunei Darussalam.

Orang orang bersuku Dayak dan Banjar, Kalimantan, lebih dari 500 ribu orang di Riau. Bahkan di Indragiri Hilir, ada Kampung Banjar dan Dayak. Orang orang Bali yang bekerja dan cari makan di Riau, lebih dari 20 ribu orang. Bahkan Pura Pura Bali, didirikan di tengah perkampungan Melayu. Masyarakat Melayu memuliakan mereka; Mendahulukan selangkah, meninggikan seranting. Karena mereka adalah pendatang yang mencari hidup dan persaudaraan di Bumi Allah.

Lalu kenapa UTZ dihadang dengan mandau di Kalimantan? Kenapa UAS dikepung dengan parang di Bali? Kenapa banyak orang malah menyerang UTZ dan UAS yang asli bersuku Melayu? Bung Karno dan Bung Hatta serta pejuang kemerdekaan Indonesia lainnya, barangkali menangis di kuburnya. Karena Bhineka Tunggal Ika sudah tercabik cabik. Karena Sila Ketiga Pancasila; Persatuan Indonesia bagi seluruh rakyat Indonesia, sudah tidak lagi sakti.

Apakah orang Melayu perlu membalas orang Kalimantan dan Orang Bali di Riau dengan mengusir mereka, atau mengancam mereka dengan Karambit di leher mereka? Jawabannya adalah; Tidak! Karena mereka adalah bagian dari kami. Dan kami adalah Islam. UTZ dan UAS adalah Islam yang taat. Guru dan pengajar yang baik. Andai mereka PKI atau pengkhianat atau pula tidak cinta NKRI, maka mereka tidak akan menjadi Pegawai Negeri, apalagi menjadi Wasekjen Majlis Ulama Indonesia (MUI).

Riau adalah Melayu. Melayu adalah Islam. Tahun 2020 Pemerintah Provinsi Riau mencanangkan "Visi Riau 2020." Menjadikan Riau sebagai Pusat Kebudayaan Melayu dengan Islam sebagai pedoman ajarannya. Riau yang menjunjung adat, adat bersendi syarak (agama), syarak bersendi kitabullah (Quran dan Hadist).

Ayolah rakyat Indonesia. Hargailah para ulama Islam, seperti Melayu menghargai agama dan suku lain. Hargailah jerih payah para perintis kemerdekaan negeri ini. Negara Indonesia; Bersatu teguh, bercerai runtuh. Kami di Riau, sudah banyak bersabar. Jangan dibuat marah. Dan orang Melayu, juga bisa marah!

***