"Hattrick" Politik Tifatul Sembiring dalam Sebulan Terakhir

Selasa, 5 September 2017 | 23:29 WIB
0
560
"Hattrick" Politik Tifatul Sembiring dalam Sebulan Terakhir

Tifatul Sembiring tidak sedang bermain sepak bola. Tetapi dalam kurun waktu sebulan terakhir ini, mantan Menkominfo di zaman rezim Susilo Bambang Yudhoyono ini melakukan "hattrick" pemberitaan media massa. Tiga kali politisi Partai Keadilan Sejahtera ini tercatat sebagai "news maker" atas peristiwa yang dibuatnya sendiri.

Pertama, saat Tifatul Sembiring didapuk sebagai pembaca doa dalam Sidang Tahunan MPR, Rabu 16 Agustus 2017 lalu. Dalam pembacaan doa yang dinilai tak lazim itu Tifatul menyinggung soal badan Presiden Joko Widodo yang dalam pandangannya terlihat kurus. Dalam doa yang dibacakannya itu ia mendoakan agar Jokowi ke depan lebih gemuk.

"Ya Allah ya Rabb, kami lihat badan beliau (Jokowi) semakin terlihat kurus, gemukanlah badan beliau yang semakin kurus," doa Tifatul. Karena sedang berdoa, meski terdengar lucu dan tak lazim, tak satupun anggota DPR dan pimpinan lembaga negara yang terlihat cengengesan.

Tifatul kemudian mendoakan Jokowi diberi kesehatan agar mampu memimpin Indonesia ke depan, "Ya Allah, kami lihat beliau juga kurang waktu untuk beristirahat, setiap hari pasti capek dan lelah. Limpahilah beliau dengan kesehatan untuk menjalankan tugasnya." Doa penutup Tifatul ini terdengar lebih serius.

Dalam Sidang Tahunan MPR itu Jokowi menyampaikan pidato kenegaraannya dan menyinggung beberapa isu terkini seperti kinerja DPD yang mendapat sorotan setelah konflik internal, tuduhan pemerintahannya yang otoriter, serta ketimpangan ekonomi.

Bagaimana reaksi Istana atas doa "nyleneh" Tifatul? Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi Saptopribowo mengatakan, Presiden Jokwi tidak tersinggung atas doa yang disampaikan Tifatul. "Presiden tidak tersinggung. Biasa saja," katanya. Johan menambahkan, ia bersama Presiden memang belum pernah membahas soal doa yang disampaikan Tifatul itu.

Kedua, saat Tifatul mengunggah foto korban pembantaian etnis muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar di akun Twitter pribadinya. Kejadian itu sempat ramai ditanggapi oleh warganet. Salah satunya oleh Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul ulama (PICNU) Amerika Serikat, Ahmad Sahal yang di-mention dalam postingannya itu. Sahal langsung mengoreksi foto yang diunggah Tifatul.

 

Maksud Tifatul baik. Dengan foto yang diaunggahnya itu Semula ia ingin menunjukan kepada warganet ihwal pembantaian etnis muslim Rohingya. Namun apa lacur, ternyata foto tersebut bukan menggambarkan pembantaian etnis muslim Rohingya, melainkan peristiwa tahun 2004 silam yang terjadi di Tak Bai, Thailand.

Tidak mau terlihat pandir, Tifatul kemudian mengaku dikirimi foto tersebut oleh sesama anggota Komisi III DPR. Sayangnya ia enggan menyebut siapa anggota Komisi III pengirim foto tersebut.

Entah benar ada atau cuma karangan belaka.  "Foto itu banyak lho. Saya juga sudah koreksi bisa saja kita salah dalam menerima. Salah kita koreksi, 'kan gitu. Koreksi yang penting," kilahnya.

Kepada media Tifatul mengaku telah meminta maaf kepada Ahmad Sahal dan meminta kejadian tersebut tidak dibesar-besarkan. "Saya minta maaf ke dia (Sahal). Biasa saja. Jangan terlalu baper. Kalau baper pasti mati sendiri," kata Tifatul menghibur diri.

Ketiga, Tifatul masuk bursa calon gubernur Sumatera Utara dari PKS. Kepastian ini diungkapkan Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman. Selain Tifatul, kata Sohibul, partainya juga menyiapkan tiga nama lainnya.

"Sekarang yang muncul ada empat," kata Sohibul seusai konferensi pers di Kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Minggu 3 September 2017 lalu. Adapun tiga nama lainnya adalah Anshory Siregar (anggota DPR RI), Iskan Qolba Lubis (anggota DPR RI) dan Satrya Yudha Wibowo (Ketua Badan Pemenangan Pemilu dan Pilkada DPW PKS Sumut).

Perlu dicermati apakah Hattrick Tifatul dengan menceploskan tiga peristiwa ke gawang media sehingga menjadi berita nasional ini sebagai upayanya secara sengaja me-rebranding dirinya selaku politisi papan atas sekaligus mantan menteri dan kini anggota DPR yang vokal atau sekadar "kecelakaan" belaka. Akan tetapi, doa yang meminta agar badan Jokowi gemuk sulit dikatakan sebagai "kecelakaan", melainkan ada unsur kesengajaan.

Apakah Tifatul sekadar "cari perhatian" sekaligus "curi perhatian" karena namanya yang semakin redup dan sayup melalui pemberitaan media? Bisa ya, bisa juga tidak. Namun mengingat nama dirinya selaku "tokoh nasional" harus selalu terangkat apalagi di saat ia akan maju ke palagan Pilkada Sumatera Utara 2018, "cari dan curi" perhatian itu memang perlu dilakukan.

Jadi, berteriak lantang menggunakan berbagai media di sejumlah kesempatan kepada publik bahwa "Ini loh gue masih ada" itu penting dan perlu agar suaranya tetap terdengar. Ini adalah upaya termurah dan termudah untuk menjaga eksistensinya.

***