Setiap kejadian mesti ada hikmahnya. Namun, kitalah yang kudu pandai mencari di mana hikmah itu Tuhan sisipkan. Begitupun dengan nasib kandidat gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang pasca demonstrasi 411, justru elektabilitasnya melambung di jagat virtual, meskipun total buzz atau pembicaraan tentang dirinya di internet merosot drastis.
Berdasarkan data politicawave.com, total buzz Ahok menukik dari angka 55.784 ke angka 30.223 perbincangan hanya dalam jangka waktu 4 hari, mulai tanggal 6-9 November. Kita tahu bahwa demo 411 dengan gelombang massa fantastis yang menuntut percepatan penanganan akan dugaan penistaan Kitab Suci Al Quran oleh Ahok, sangat mempengaruhi persepsi dan perilaku user internet, terutama menyoal perbincangan tentang Ahok-Djarot sendiri.
Meski begitu, bukan berarti total buzz dua kandidat lain serta-merta menanjak. Sempat menguat selama dua hari pascademo 411 di angka 6.253 dari total buzz sebelumnya 5.110, pasangan Agus-Sylviana pun tergerus buzznya dari tanggal 9-13 November ke angka 440 perbincangan saja. Malah lebih sial lagi, pasangan Anies-Sandiaga tak menunjukkan tren positif dari imbas aksi 411. Tren perbicangan kandidat akademisi-pengusaha ini justru kian menukik dari 3.922 menjadi 107 total buzz saja.
Bagaimana bisa mengukur semua ini? Saya jelaskan sedikit saja bahwa Politicawave melakukan pengumpulan data secara "real time" dari berbagai media sosial yang ada di Jakarta, termasuk Facebook, Twitter, blog di Detik, Kompas, Kaskus dan puluhan situs blog lainnya. Secara total, jutaan percakapan yang terjadi setiap hari direkam dan dirangkum menjadi grafik-grafik visual yang mudah dipahami dan ditindaklanjuti.
Lantas, akurasinya? Gak perlu ragu, kita bisa menengok hasil survei tahun 2014 yang memenangkan Jokowi-Jusuf Kalla dalam kontestasi RI 1 dengan perolehan suara 53,8 persen. Hanya selisih 0,65 persen dari hasil hitungan KPU yaitu 53,15 persen. Artinya, kohesivitas dukungan virtual lewat sosial media tak bisa lagi dianggap sepele oleh para kontestan yang berlaga di panggung politik.
Kalau kita kembali ke kontestasi DKI 1, hasil surveinya mencengangkan. Walaupun dihajar demo 411 dan beragam isu SARA, elektabilitas Ahok bukannya merosot malah sebaliknya kian menguat. Setidaknya, elektabilitas virtual.
Mari melongok data berikut;
Sejak hari terakhir pendaftaran, 23 September hingga 4 Oktober lalu yang jauh dari demo 411, tercatat ada 151.115 percakapan mengenai ketiga pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI. Pasangan Ahok-Djarot memimpin dengan 100.272 percakapan atau memiliki Share of Awareness sebesar 66,4% dari total percakapan. Diikuti oleh pasangan Anies-Sandi dengan 36.030 percakapan atau memiliki Share of Awareness sebesar 23,8% dan pasangan Agus-Sylviana dengan 14.813 percakapan atau memiliki Share of Awareness sebesar 9,8%.
Pasca demo 411 malah makin menanjak elektabilitas virtual Ahok yang dihitung berdasarkan net sentiment alias nilai bersih sentimen berupa pendapat atau perasaan netizen yang dinyatakan di media sosial, terhadap political branding Ahok. Itupun dikhususkan lagi pada unique user atau jumlah orang yang mempercakapkan tentang brand di media sosial, tetapi bukan jumlah percakapannya. Artinya, Bisa berkali-kali seseorang yang sama bisa membicarakan merek politik ketiga kandidat atau hanya merek Ahok saja.
Nah, unique user ini bisa dilihat dari total share of awareness dan share of citizen-nya. Hingga tulisan ini dirilis, data menunjukkan kesadaran publik Jakarta dalam membincangkan Ahok melejit dari 66,4 persen pada bulan lalu menjadi 83,7 persen atau setara 271,269 perbincangan. Begitupun dengan prosentase unique user-nya yang melonjak ke angka 84,4 persen dari sebelumnya 65,9 persen.
Bagimana dengan kedua kandidat lain, share of awarenees Agus-Sylviana hanya berada di prosentase 9,6 persen, sedangkan Anies-Sandiaga lebih minim lagi, hanya 6,7 persen saja. Begitupun unique user-nya, Agus-Sylviana sekali lagi sedikit unggul dengan prosentase 8,8 persen dari pasangan Anies-Sandiaga yang mengantongi 6,8 persen.
Pertanyaan pentingnya, akankah elektabilitas virtual Ahok juga mampu dikonversi menjadi keuntungan elektoral pada saat pemilihan yang sebenarnya di bilik suara?
Tentu, ini sangat bergantung dengan kinerja mesin pemenangan Ahok. Sebab, rilis survei terbaru dari LSI Denny JA (bukan survei online), popularitas Ahok terus menurun di bawah 30 persen atau hanya 24,6 persen. Elektabilitasnya pun menurun 6,8 persen dari survei yang sama di bulan Oktober 2016 (31,4%). Turun 24,50% jika dibanding survei Juli 2016 (49,1%). Dan elektabilitas Ahok turun 34,70% jika dibanding survei Maret 2016 (59,3%).Penyebab utamanya, ya, kasus dugaan penistaan agama (QS. Almaidah;51) yang saat ini tengah santer. Ahok pun perlu mewaspadai rencana aksi 2511 rumornya bakal jadi digalakkan. Pasalnya, elektabilitasnya ditempel ketat oleh kedua kandidat lainnya yakni Agus-Sylvi memperoleh dukungan 20,9%, dan Anies-Sandi mendapatkan dukungan 20,0%.
Kesimpulannya, mengabaikan kasus dugaan penistaan agama ini adalah kesalahan fatal bagi tim pemenangan Ahok.
Mau Ahok leading lagi dalam Pilgub DKI Jakarta 2017? Raihlah simpati pemilih muda dan floating mass Jakarta yang banyak menghuni media sosial!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews