Saya kok melihatnya jadi mubadzir aja, seolah-olah menempatkan perempuan sebagai makhluk lemah dan karenanya perlu dikasih tempat dan fasilitas khusus.
Apa yang paling angker di bagian badan kereta commuter line yang panjang bukan kepalang itu? Gerbong khusus perempuan!
Jangan sewot dulu, ini pendapat saya pribadi. Bisa salah, bisa didebat, tapi itu yang saya rasakan sekelebat. Karena pertimbangan kepraktisan, saya jarang nyetir mobil lagi. Urusan pemindahan badan saya serahkan pada CL, Ojol, Opang, atau GoCar/GrabCar. Saya tinggal duduk melihat yang manis-manis di depan, sampailah badan saya di tujuan.
Kenapa gerbong khusus perempuan sedemikian angker di mata saya padahal sudah dibikin ramah dengan cat merah jambu yang nggemesin? Itu karena cerita orang juga, sampai-sampai ada yang nyebar video peristiwa di dalam gerbong khusus perempuan itu, di mana seorang Ibu misuh-misuh hanya karena ga terima dipanggil "Mbah", "Nek" atau apalah oleh orang yang lebih muda.
Ada juga cerita, wanita hamil tua pun bisa dicuekkin dan ga dikasih tempat duduk hanya karena tempat duduk sudah terisi. Pun ibu-ibu yang bawa anak, jangan harap dikasih tempat duduk. Begitu katanya.
Tapi saya yakin itu cerita cuma isapan jempol belaka, ga benar-benar terjadi. Kalopun ada dan pernah terjadi, itu cuma kebetulan kali dan pelakunya pastilah oknum. Beda dengan gerbong umum (laki-perempuan nyampur), di sini toleransinya sangat tinggi. Yakin? Iyalah, wong saya liat dan ngalamin sendiri.
Saya jadi mikir, buat apa sih gerbong khusus perempuan atau wanita ada dan diada-adain? Ow, boleh jadi berangkat dari pengalaman, peristiwa pelecehan seksual yang sering terjadi saat penumpang empet-empetan, dempetan laki-perempuan tanpa jarak.
Kalo alasannya seperti ini, memang baik sih. Laki yang jarang membelai dan dibelai memanfaatkan kehangatan sebagai kenikmatan. Lalu ada yang bereaksi di tubuh mereka. Perempuan jadi ga enak ati... Ups, sensor!
Cuma sayangnya, meski sudah ada gerbong khusus, biasanya ditempatkan paling depan dan paling belakang, toh tetap saja penumpang perempuan menyesaki gerbong umum. Mereka ga takut dilecehkan apa, ya? Tapi emang toleransi penduduk gerbong khusus itu terbilang tinggi, belom ada kasus penumpang perempuan diusir dari gerbong umum, disuruh pindah ke gerbong khusus.
Sebaliknya, banyak kisah penumpang lelaki di-bully habis-habisan hanya karena dia salah masuk gerbong khusus perempuan. Padahal, bisa jadi dia pria kampung seperti saya yang ga tau peraturan orang-orang kota di kereta.
Saya kok melihatnya jadi mubadzir aja, seolah-olah menempatkan perempuan sebagai makhluk lemah dan karenanya perlu dikasih tempat dan fasilitas khusus. Terlebih dalam perjalanannya, malah tercipta semacam hierarkis dan strata sosial mengerikan, 'homo homini lupus', siapa yang kuat (ngotot dan mbacot) dialah rajanya, eehh... ratunya ding. Terus apa manfaatnya kalo gitu?
Ya ga tau, masak minta gerbong khusus perempuan diberangus kalo ga ada mafaatnya sama sekali. Kadang saya kepengen pura-pura salah masuk aja biar tau gimana rasanya kena bully rame-rame satu gerbong. Kali aja di sana terselip mantan terindah yang belain, lalu ada yang nge-shoot pake ponsel dan videonya viral di medsos. Nah, kan jadi epic toh, dramatis kayak sinetron turki.
Dari jauh terdengar suara Ariel Peterpan nyanyiin lagu "khayalan tingkat tinggi" yang pernah ngehit di masa lalu. Saya pun berucap lirih, "Astaghfirullah al adziem".
#PepihNugraha
***
Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [9] Jonru
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews