Sketsa Harian [49] Detik

Alangkah sia-sianya orang yang masih diberi waktu, tetapi menggunakan seluruh waktu yang tersisa semata untuk kebencian, kedengkian, kesirikan dan kemunafikan.

Rabu, 18 Desember 2019 | 07:20 WIB
0
375
Sketsa Harian [49] Detik
ILustrasi waktu (Foto: hipwee.com)

"Kerap datang rasa takut menyusup di hati, takut hidup ini terisi... oleh sia-sia."

Itu penggalan syair sebuah lagu, "detik hidup". Penciptanya Iwan "Abah" Abdulrachman yang mengingatkan siapa saja tentang rasa takut yang tiba-tiba datang menyergap. Takut akan kematian yang kadang datang tanpa peringatan.

Tapi pegitar klasik dan penggubah sejumlah lagu melodius, religius, dan kadang tragis misterius itu mengingatkan, yang selayaknya ditakutkan itu bukan kematian itu sendiri yang sudah pasti datang, tetapi saat hidup terisi oleh sia-sia. Oleh kesia-siaan.

Ada banyak contoh hidup sia-sia. Paling tragis ya mati begitu saja, tanpa meninggalkan jejak kebaikan sedikitpun. Hidup dengan menyia-nyiakan keluargamu, ayah-ibumu, saudara-saudaramu, bahkan menyianyiakan hidup itu sendiri.

Pada hakekatnya, hidup adalah anugerah terbesar manusia yang seharusnya tidak boleh disia-siakan begitu saja.

Setiap tarikan nafas, meski kadang tidak pernah kamu dengar, adalah detik-detik yang sangat berharga, detik yang tidak akan pernah kembali. Ia bagai anak panah yang melesat dari busur, terus berlari dan berlalu sampai tiba di suatu titik.

Kamu boleh kaya-raya seperti Jack Ma, tetapi uangmu yang segunung itu tidak bakal mampu membeli sedetik waktu yang berlalu.

Alangkah sia-sianya orang yang masih diberi waktu, tetapi menggunakan seluruh waktu yang tersisa semata untuk kebencian, kedengkian, kesirikan, kemunafikan dan kamu boleh sebut apa saja tentang sifat-sifat yang membuat orang lain tersakiti.

Pernahkah terpikir olehmu ketika ibumu menangis akibat perasaannya tertusuk bentakanmu, bentakan seorang anak yang dulu susah payah dilahirkannya, dibesarkannya dan ditimang-timangnya? Sementara kamu tak pernah merasa menyakitinya hanya karena tidak ada yang memberi tahu betapa susah-payahnya ibumu membesarkanmu. Kamu telah menyia-nyiakan ibumu.

Pernahkah kamu teringat saat ayahmu dengan kerutan wajah yang merenta tertunduk sambil menahan air mata agar tidak jatuh saat kamu hina hanya karena ia tidak bisa memenuhi permintaanmu? Kamu tetap merasa tak pernah menyakitinya hanya karena tidak ada yang memberi tahu betapa sabarnya ayahmu menjagamu. Kamu telah menyia-nyiakan ayahmu.

Pernahkah kamu terbayang saat saudara dekatmu datang kepadamu meminta pertolongan, lalu kamu banting pintu rumahmu dan mengusirnya pergi hanya karena takut sebagian hartamu terambil olehnya? Kamu telah menyia-nyiakan saudaramu.

Sesungguhnya, bukan ibumu, ayahmu atau saudara-saudaramu yang tersia-siakan, tetapi kamu sendiri yang telah mengisi hidupmu dengan sia-sia, penuh kesia-siaan, sehingga tak sedikitpun meninggalkan jejak kebaikan yang layak dikenang.

"Kematian selalu datang menyergap di kala kau lengah," demikian Abah Iwan mengingatkan sekali lagi lewat syair lagunya.

Mumpung masih diberi waktu, tidak selayaknya kamu menyia-nyiakan waktumu, meski itu cuma sedetik saja.

#PepihNugraha

***

Tulisan sebelumnya: Skesa Harian [48] Melarikan Diri