Di percaya jadi Menteri pun malah tidak menghasilkan apa-apa, begitu turun dari kursi Menteri, barang inventaris pun diangkut kerumahnya.
"Selama rakyat belum mencapai kekuasaan politik atas negri sendiri, maka sebagian atau syarat-syarat hidupnya baik ekonomi maupun sosial maupun politik diperuntukan bagi yang bukan kepentingannya bahkan bertentangan dengan kepentingannya." (Soekarno)
Inilah yang terjadi sebenarnya, bahwa rakyat belum memiliki kedaulatan secara politik, keberadaan mereka diwakili oleh kader partai politik, tapi hak dan kesejahteraan rakyat dibawah wakilnya di parlemen.
Ketika wakil rakyat 'nyinyir' di parlemen, dan mengatasnamkan rakyat, sesungguhnya mereka tidak sedang membela nasib rakyat, yang sedang mereka perjuangkan adalah partai politiknya. Meskipun pada dasarnya mereka digaji dari uang rakyat.
Wakil rakyat itu konstruksi berpikirnya sangat konstruktif, dan intlektual, sehingga tidak pantas kalau nyinyir. Kalau mereka kritis dengan konstruksi berpikir yang positif, dan argumentatif, itu tandanya mereka sedang membela kepentingan rakyat.
Tapi ketika mereka cuma nyinyir setiap hari, selalu berpikir negatif, itu pertanda mereka sedang mempersiapkan panggung, agar mereka selalu dibicarakan media, meskipun apa yang dibahasnya hal yang tidak produktif, bahkan cenderung provokatif.
Rakyat menempatkan wakilnya di Parlemen untuk hal-hal yang berguna bagi kepentingannya, bukan menjadikan parlemen sebagai panggung untuk menyuarakan kepentingan politik partai atau pun pribadi.
Suara wakil rakyat adalah suara rakyat, dan suara rakyat adalah suara Tuhan. Tidak ada alasan sama sekali wakil rakyat hadir di parlemen cuma untuk nyinyir yang tidak produktif. Tidak pantas wakil rakyat nyinyir, aspirasi yang disampaikan haruslah sesuai dengan kapasitasnya.
Rakyat pantas nynyir terhadap wakilnya yang tidak produktif di parlemen, karena rakyatlah mereka bisa duduk di parlemen, bukan karena partai politik. Partai hanyalah sarana untuk masuk ke parlemen, tanpa dukungan rakyat tidak mungkin bisa duduk di parlemen.
Apa yang dipertontonkan Andy Nurpati baru-baru ini adalah sesuatu yang memalukan, begitu juga apa yang di perlihatkan Ribka Tjiptaning. Andy Nurpati bicara tentang Risma tanpa memasang mata dan telinganya, hanya sekadar nyinyir untuk memuaskan pimpinan partainya.
Begitu juga dengan Ribka, bicara dengan meletup-letup, seakan-akan hanya untuk memuaskan kepentingan pribadi dan sakit hatinya. Apa yang dipertontonkan adalah cerminan kualitas diri mereka sendiri.
Ada juga politisi yang sangat membanggakan gelar S2, dan almamaternya, tapi kualitas dan kapasitasnya, sama sekali tidak mencerminkan kualitas gelar, dan kampus almamaternya. Karena apa yang selalu dia nyinyirkan, tidak sama sekali mencerminkan bobot intlektualitasnya.
Di percaya jadi Menteri pun malah tidak menghasilkan apa-apa, begitu turun dari kursi Menteri, barang inventaris pun diangkut kerumahnya.
Baca Juga: Gara-gara Ribka Seorang Rusak Susu Sebelanga
Kalau saja mereka tersebut sadar terhadap kapasitas intlektual yang dimiliki, mereka akan menjaga marwah jabatan seorang wakil rakyat, dan akan hati-hati dalam mengeluarkan pernyataan, karena suara mereka adalah suara rakyat.
Tapi, ketika rakyat merasa mereka tidak mewakili kepentingan rakyat, maka rakyat pun mempertanyakan, mereka mewakili kepentingan siapa? Tidak mustahil mereka mewakili kepentingan para pihak yang membutuhkan power yang mereka miliki.
Politisi tidak pantas nynyir, mereka harus selalu kritis dengan konstruksi berpikir konstruktif. Kritis itu beda dengan nyinyir, kritis itu sangatlah produktif, sementara nyinyir cenderung untuk tujuan populis. Hal yang bersifat populist, muatannya sangat pribadi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews