Gara-gara Ribka, vaksinisasi yang dilakukan pemerintah mungkin tidak mendapat apresiasi masyarakat, karena narasi yang dikemukakan dianggap mewakili pendukung Presiden Jokowi.
"Gara-gara Ribka rusak Susu Sebelanga," reaksi dan narasi yang dilontarkan Ribka di DPR, bukan cuma 'menampar' Jokowi, tapi juga mempermalukan Megawati sebagai Ketua Umum PDIP.
Hak pribadi Ribka Tjiptaning menolak untuk di vaksin, tapi secara etika, penolakan tersebut bisa dikemukakan secara bijak, dan bukan untuk dikonsumsi publik.
Di tengah keprihatinan bersama, saat perhatian tertuju pada upaya menyelamatkan bangsa, tiba-tiba ada narasi penolakan, yang dilontarkan oleh kader PDIP, yang merupakan partai pendukung pemerintah, bijakkah apa yang dilakukan Ribka tersebut?
Dan narasi penolakan seperti itu dikemukakan dihadapan publik, maka narasi itu berbau amis politik. Tidak bisa dikatakan Ribka bicara atas nama pribadi, atau mengatasnamakan kepentingan rakyat, karena keberadaannya di DPR mewakili PDIP.
Padahal apa yang disampaikan Ribka, kalau pada tempat yang tepat, akan sangat bermanfaat bagi pemerintahan Jokowi. Tapi kesan yang muncul dalam masyarakat, narasi Ribka berbau sakit hati, dan sentimen politik.
Niat baik kalau dilaksanakan dengan cara yang baik, akan menghasilkan sesuatu yang baik, tapi ketika niat baik disampaikan secara salah, maka akan membuahkan hasil yang tidak baik.
Reaksi PDIP, terhadap pernyataan Ribka di klarifikasi oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, tapi klarifikasi tersebut tidak berdampak apa-apa, ibarat susu sudah rusak sebelanga. Kekecewaan Ribka adalah kekecewaan PDIP yang tidak mendapatkan kursi Menkes.
Sebagai partai pendukung Presiden, PDIP sudah mempermalukan Presiden Jokowi, kadernya di kabinet sudah mencoreng Muka pemerintahan Jokowi. Diberi jabatan, kadernya malah korupsi.
Seharusnya jika ada yang salah dari kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintahan Jokowi, jauh-jauh hari pemerintah diberikan masukan secara objektif, berikan kritik yang konstruktif, bukan disaat Vaksinisasi sedang dilakukan.
PDIP tidak mampu menghapus Stigma sebagai partai terkorup, meskipun PDIP juga banyak melahirkan kader pemimpin yang baik.
Secara etika, seharusnya Ribka tidak mempermalukan PDIP, atau juga pemerintah.
Sangat diyakini, Ribka yang terlihat sangat ambisi terhadap kursi Menkes, sehingga tanpa etika secara frontal menyerang Jokowi. Jabatan itu sesuatu yang diberikan sebagai amanah, bukan diminta, atau juga dipaksa untuk mendapatkannya.
Bisa saja diduga kalau Ribka memang sengaja dibiarkan untuk mengumbar narasi ketidak-sukaan terhadap kebijakan pemerintahan Jokowi dalam hal pemakaian Vaksin Sinovac, yang ditolak Ribka.
Atau bisa jadi PDIP tidak ambil bagian dalam import Vaksin tersebut? Ketidak-sukaan secara politis itu biasanya berawal dari kecemburuan politik. Tidak ada alasan kader PDIP menolak hal tersebut, karena jauh-jauh hari sudah dibicarakan.
Artinya, bisa dibicarakan secara internal dengan Presiden, bukan malah vaksin itu dijadikan panggung untuk mempermalukan Jokowi, yang nota bene adalah kader partai PDIP, dan didukung oleh PDIP.
Kalau PDIP tidak merasa malu atas apa yang dilakukan Ribka, itu artinya secara internal PDIP memang menginginkan Ribka mengumbar narasi penolakan terhadap Vaksin yang digunakan pemerintahan Jokowi.
Gara-gara Ribka, bisa jadi Vaksinisasi yang dilakukan pemerintah tidak mendapat apresiasi dari masyarakat, karena narasi yang dikemukakan Ribka dianggap mewakili aspirasi partai pendukung Jokowi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews