Kenikmatan membaca, kembali dicapai. Walau dengan penuh perjuangan dan juga pilihan yang akhirnya mengantarkan pada kondisi yang nyaman.
Setahun sejak kasus pertama Covid-19, 2 Maret 2021. Sepanjang dua semester yang berlalu, aktivitas dengan gawai maupun laptop senantiasa mengiringi.
Termasuk pertemuan, rapat, dan juga pembelajaran. Awal semester 2020, saya memutuskan untuk berlangganan koran cetak. Supaya tidak perlu lagi ke kios koran yang tak sampai satu kilo dari kediaman saya.
Langganan koran berjalan lancar. Walau redaksinya di Jakarta, koran Kompas tiba sebelum fajar menyingsing di rumah kami, Antang, Makassar.
Berbeda ketika di kota Sorong. Koran Kompas tiba seusai shalat maghrib. Pesawat yang membawanya, tiba siang hari. Butuh 6 jam perjalanan untuk distribusi koran-koran.
Memasuki semester kedua 2020/2021, liputan Tempo menerbitkan maklumat tentang kampus. Ada kasus plagiasi, juga terkait pro dan kontra anugerah doktor honoris causa.
Tidak saja karena liputan yang terkait dengan pendidikan tinggi, tetapi juga dalam ikhtiar mengurangi paparan radiasi gawai dan laptop.
Membaca majalah Tempo saat ini, dengan mudah ditemukan. Ada saja, kawan di grup percakapan WA yang bersedia membagikan file majalah satu edisi.
Hanya saja, dibaca dengan gawai ataupun laptop. Lagi-lagi terpapar radiasi yang sudah menjadi aktivitas sepanjang pandemi.
Belum lagi, kenikmatan membaca salah satunya wujud dari aroma kertas.
Sayapun mulai menggunakan mencari mesin pencari untuk mendapatkan maklumat. Pertama, dapat info langganan melalui laman Tempo, hanya saja wilayah kediaman saya tidak dalam cakupan area pengantaran.
Setelah itu, mencari ke terminal Daya, Makassar. Di sana, hanya mendapatkan informasi bahwa penjual majalah hanya menjajakan majalah edisi lama. Bukan edisi yang paling baru.
Gagal lagi. Perjalanan berikutnya membawa ke Jl. Laiya, Makassar. Tercatat distributor majalah Tempo wilayah Sulawesi Selatan.
Kekecewaan kembali mendera. Di sana, mendapatkan jawaban, sejak dua tahun terakhir tidak lagi menjadi agen Tempo. Pesanan berkurang, bahkan mendekati nol.
Berikutnya, tiga took buku berturut-turut. Termasuk Gramedia di dua pusat perbelanjaan, itupun dengan stock yang juga terbatas, tidak lebih 5 eksemplar. Biasanya begitu masuk, langsung habis.
Lagi-lagi, gagal. Belum berhasil menemukan. Sayapun bertemu satu toko majalah dan koran di sudut Jl. Timor. Mereka masih mendapatkan pasokan. Sayapun menyimpan nomor telepon. Ini nomor telepon bukan gawai, tetapi telepon rumah.
Sejak senin, saya menelpon. Namun belum datang juga, sampai jumat juga belum mendapatkan kiriman majalah sesuai edisi yang saya perlukan.
Begitu bertemu kawan yang tinggal di Jakarta, saya memesan majalah Tempo. Dia bersedia, dan sayapun dikirimkan melalui satu perusahaan titipan pengiriman dokumen. Hanya saja, biayanya bertambah 100%.
Namun, bukan masalah. Sepanjang saya sudah mendapatkan edisi tersebut.
Baik terminal, toko buku, juga agen pemasok majalah, semuanya sudah ditelusuri. Sayapun teringat terkait nomor telepon yang saya dapatkan di laman web Tempo.
Saya mendapatkan balasan. Kalaupun alamat rumah saya tidak termasuk dalam area pengantaran majalah, saya bersedia menambah biaya kirim. Tidak mungkin saya menodong tiap pekan ke kawan untuk dikirimkan majalah dari Jakarta.
Baca Juga: 50 Tahun Tempo [3] Pipis Bersama Panglima TNI Demi Mars ABRI
Sementara membeli edisi lama di aplikasi toko daring, juga sama mahalnya. Beberapa edisipun juga tidak tersedia lagi.
Pilihan kini mengarah kepada kontak redaksi.
Pihak pemasaran memberikan jawaban yang melegakan “rumah saya termasuk wilayah pengantaran yang tidak perlu biaya tambahan”.
Akhirnya, mulai proses di pemasaran redaksi. Sejak itu, Tempo dari pekan ke pekan saya nikmati dengan memegang versi cetaknya.
Kenikmatan membaca, kembali dicapai. Walau dengan penuh perjuangan dan juga pilihan yang akhirnya mengantarkan pada kondisi yang nyaman.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews