Pada 5 Oktober 2018, Addie MS sebagai pencipta Mars TNI mendapatkan penghargaan dari Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto di Cilangkap.
Aktivis demokrasi dan HAM, Robertus Robert, ditangkap polisi terkait orasinya dalam aksi Kamisan, 28 Februari 2019. Dia antara lain mengajak anak-anak muda untuk mengingat lagu yang dinyanyikan pada masa Reformasi 1998. Lagu ini merupakan plesetan Mars ABRI.
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia / Tidak berguna / Bubarkan saja / Diganti Menwa / Kalau perlu diganti Pramuka….
Aslinya, lagu mars yang diciptakan Letkol Mangasa Adil (MA) Tampubolon berbunyi: Angkatan Bersenjata Republik Indonesia / Siap Sedia / Mempertahankan / Menyelematkan / Negara Republik Indonesia…
Saya pribadi mengidentikkan Mars ABRI dengan Kamera Ria di TVRI pada era 1980-an. Di acara itulah lagu tersebut biasa berkumandang di awal atau akhir acara. Tapi di ujung kekuasaan Orde Baru mars tersebut kerap diplesetkan oleh para mahasiswa setiap kali berunjuk rasa.
Peristiwa penangkapan Robert itu mengingatkan saya saat mengikuti program M-1 di Majalah Tempo. Kala itu rekan Telni Rusmitantri mengungkapkan bahwa komponis Addie MS tengah menggarap lagu baru untuk TNI. Rapat redaksi awal September menyetujuinya. Saya ditugasi untuk mengkonfirmasinya ke Panglima ABRI Jenderal Endriartono, dan Telni menggali cerita lebih utuh dari Addie MS.
Untuk mendapatkan pernyataan Sang Jenderal, saya sampai harus mengintilinya hingga ke toilet DPR. Malam itu dia ada rapat kerja dengan Komisi I. Di tengah rapat, rupanya dia kebelet pipis.
"Ngapain lu?" dia menoleh sambil tersenyum. "Ya, pipis juga, Pak," jawab saya yang berdiri di urinoir di sebelahnya. Di depan pintu, seorang pengawal menatap dengan awas. Ketika Pak Endriartono selesai dengan hajatnya, saya pun buru-buru seolah mengancingkan celana yang sebenarnya memang tak dibuka untuk pipis.
Sambil berjalan di sampingnya saya mengkonfirmasi, “Benarkah Mars ABRI akan diganti. Kenapa?”
Sambil melangkah menuju ruang rapat, Jenderal Endriartono menyampaikan dua-tiga kalimat pendek. Salah satu alasannya, kata dia, ya karena Mars ABRI sudah biasa diplesetkan dan sangat mengganggu mental para prajurit. Selain itu, ABRI sudah berganti nama dengan TNI, karena Polri dikeluarkan sebagai matra pemegang senjata.
Soal alasan memilih Addie MS untuk membuat lagu, Endriartono menukas, "Tanya Sjafrie!"
Usai rapat yang berakhir jelang tengah malam, saya langsung mendekati Kapuspen ABRI, Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin. Menurut mantan Pangdam Jaya itu, Addie dipilih karena memang sudah diakui sebagai musisi mumpuni. Karya-karyanya selalu berkelas.
Para kepala staf angkatan, Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu (Angkatan Darat, Laksamana TNI Bernard Kent Sondakh (Angkatan Laut), dan Marsekal TNI Chappy Hakim (Angkatan Udara) setuju dengan penunjukkan itu. Lagu karyanya pun sudah diperdengarkan dan tinggal memoles sedikit-sedikit sesuai masukan dari para kepala staf dan Panglima TNI. "Nanti dimainkan pas Hari ABRI," ujarnya.
Artikel tentang lagu perubahan Mars ABRI itu dimuat di Majalah Tempo, 7 September 2003. “Mars Tentara Terbang ke Sydney” begitu judulnya. Judul itu diambil dari cerita Addie yang mengaku rekaman lagu tersebut sempat dilakukan di Sydney, Australia.
Semula saya mendapatkan nilai 'A' untuk tulisan ini. Selain dianggap eksklusif, juga berhasil menembus narasumber kualifikasi sulit. Tapi kemudian direvisi karena disadari pencetus usulan adalah Telni. Sebelum di rubrik hiburan dan gaya hidup dia dikenal sebagai wartawati jempolan untuk liputan-liputan di lingkungan ABRI ketika masih di majalah Ummat dan tabloid Tekad (Republika).
Begitulah di Tempo. Usulan begitu sangat dihargai dan diperhitungkan. Datang ke ruang rapat tanpa punya usulan, rasanya tak punya muka. Nilai A harus benar-benar sempurna. Mulai usulan milik sendiri, menembus sendiri nara sumber utama, hingga menuliskannya dengan standar, ‘Enak Dibaca dan Perlu’. Salah satu tak dipenuhi, ya harus puas dengan nilai B. Kalau tulisan banyak dirombak, ya C.
Pada 2012 atau 2013, saya pernah diajak Dimas Adityo bertandang ke kediaman Endriartono di Cijantung. Untuk pensiunan Panglima ABRI, rumahnya tergolong kecil, sederhana. Di lahan yang relatif sempit, dia membiarkan satu bangunan sebagai museum. Di situ tersimpan berbagai cindera mata, foto-foto dan segala hal terkait dengan perjalanan karirnya sebagai tentara.
Selain uang pensiun, dia mendapat gaji sebagai komisaris di Bank Bukopin yang waktu itu dikuasai Sandiaga Uno. Endriartono mengaku tak pandai berbisnis. Juga tak punya relasi kuat dengan kalangan konglomerat.
Sebelum pulang, dia mengajak kami untuk menyantap mie rebus olahan isterinya. “Pensiunan kere ya cuma bisa nyuguhin ini nih,” ujarnya diiringi tawa kecil.
Pada 5 Oktober 2018, Addie MS sebagai pencipta Mars TNI mendapatkan penghargaan dari Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto di Cilangkap.
***
Tulisan sebelumnya: Tempo 50 Tahun [2] Percaya Diri Terusik Mesin Cuci
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews