Saat Terjadi Bencana, Kepala Daerah Malah "Nglencer" ke Luar Negeri

Giliran terjadi bencana kebaran peran para kepala daerah sangat kurang dan lepas tanggungjawab. Mengapa? Karena para kepala daearah takut keluar duit.

Selasa, 17 September 2019 | 14:52 WIB
0
701
Saat Terjadi Bencana, Kepala Daerah Malah "Nglencer" ke Luar Negeri
Firdaus (Foto: cajaplah.com)

Bencana kebaran hutan di area perkebunan atau pembukaan lahan baru kelapa sawit terjadi setiap tahun dan sudah puluhan tahun belum ada solusi perpanen atau cespleng. Kebakaran lebih banyak karena unsur disengaja  untuk pembukaan lahan sawit.

Membakar lahan cara yang murah dan cepat. Tapi dampak kebakaran sangat merugikan masyarakat. Dan untuk mematikan titik api juga tidak mudah karena sumber air juga jauh dan tenaga juga terbatas. Bahkan malah petugas bisa jadi korban.

Setiap terjadi bencana: baik bencana banjir, gempa atau stunami dan longsor, peran pemerintah daerah yang menjadi penanggung jawab sangat rendah, malah cenderung abai dan kurang tanggap. Dan menunggu uluran tangan dari pemerintah pusat yang menangani.

Baca Juga: Asap, Oh Asap...

Malah yang sering terlibat atau turun langsung dalam penanganan setiap bencana yaitu dari TNI dan Polri. Dan tidak ada dukungan dari pemerintah daerah.

Inilah yang dirasakan oleh TNI dan Polri yang terlibat dalam penanganan kebakaran hutan atau pembukaan lahan sawit oleh masyarakat atau perusahaan. Baik yang terjadi di Riau atau sebagian Kalimantan.

Seolah-olah tanggungjawab ada pada pemerintah pusat, padahal itu menjadi tanggungjawab dan kewenangan para kepala daerah, pemerintah pusat hanya membantu dan mengkoordinasikan saja.

Tragisnya, para kepala daerah yang wilayahnya terpapar asap malah "ngelencer" ke luar negeri, solah-olah meninggalkan tanggung jawab yang terjadi, apapun dalih yang mereka kemukakan.

Saat kepungan kabut asap makin tebal di Riau, misalnya, warga justru ditinggalkan kepala daerahnya. Jika sebelumnya Gubernur Riau Syamsuar memilih dinas ke luar negeri yakni ke Thailand, giliran Wali Kota Pekanbaru Dr Firdaus ST yang memilih ke Kanada.

Syamsuar beralasan menghadiri pertemuan serikat perenokomian IMT-GT (Segitiga Pertumbuhan Indonesia Malaysia Thailand). Sedangkan kepergian Firdaus disebut-sebut sebagai delegasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada ASEAN Waste Mission to Canada setelah mendapat persetujuan dari Sekretariat Negara dan diketahui Presiden, juga atas ajakan Menteri ESDM di mana ia akan memaparkan sebuah makalah di forum itu.

Izin pembukaan lahan untuk perkebunan sawit atau tambang yang menerbitkan para kepala daerah: baik gubernur dan bupati. Seringkali mereka mendapat imbalan atau gratifikasi terkait pemberian izin perkebunan atau tambang.

Lihat saja kasus-kasus yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Biasanya terkait pemberian izin dan menerima gratifikasi.

Tapi giliran terjadi bencana kebakaran peran para kepala daerah sangat kurang dan lepas tanggungjawab. Mengapa? Karena para kepala daearah takut keluar duit: baik uang  pribadi atau uang dari anggaran daerah. Kalau soal proyek mereka bersemangat karena itu pintu rezeki. Tapi kalau soal tanggungjawab mereka akan mundur teratur dan saling lempar tanggungjawab.

Sedangkan masyarakat tidak mau tahu siapa yang bertanggungjawab. Yang mereka inginkan kebakaran hutan cepat ditangani dan dampak asap juga segera ditangani.

Bagi petugas yang berjibaku menangani kebakaran hutan harus bertaruh nyawa dan tidak semudah seperti yang diinginkan oleh masyarakat. Memadamkan api kebakaran hutan tidak semudah seperti mematikan kompor. Tinggal tekan ceklek-mati.

Ada pawang hujan atau untuk menghentikan turunnya hujan tapi belum ada pawang untuk menurunkan atau mendatangkan hujan.

Profesi pawang menurunkan atau mendatangkan hujan belum ada, kalau pawang meminta tidak turun hujan sudah banyak. Bahkan setiap acara musik ,negara atau pertandingan bola-sering menggunakan jasa mereka.

Bahkan para imam Masjid pun banyak yang tidak mau memimpin doa minta hujan karena takut pamornya turun kalau tidak turun hujan. Dianggap doanya tidak manjur atau dikabulkan.

***