Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah Jokowi bisa melakukan revolusi mental dengan menghapus dualisme pengelolaan pendidikan.
Jokowi adalah the Unpredictable. Tak ada yang bisa membaca pikiran dan keputusan yang diambil oleh Jokowi. Namun, yang paling penting adalah Jokowi is a man of purpose.
Bagaimana membaca pemerintahan Jokowi di periode II? Mampukah dia melakukan langkah dan membuat keputusan besar? Jika melihat rekam jejak Jokowi pada periode I bisa jadi akan terjadi kejutan-kejutan.
"Saya dalam lima tahun ke depan Insyaallah sudah tidak memiliki beban apa-apa. Jadi keputusan-keputusan yang bila, keputusan yang miring-miring, yang itu penting untuk negara ini, akan kita kerjakan," kata Jokowi dalam halal bi halal bersama aktivis 98 di Jakarta, Minggu (16/06/2019).
Nah, kejutan terbesar yang diharapkan adalah melakukan perombakan besar-besaran di pemerintahan: memotong generasi. Karena dia tidak ada kepentingan apa-apa lagi, nothing to lose. Bukan Jokowi kalau tidak membuat kejutan.
Tunjuk Pansel KPK
Ketika ribut soal Pansel KPK 2015, Jokowi malah menunjuk 9 Panitia Seleksi (Pansel) KPK, yang semuanya perempuan. Hasilnya prestasi KPK lumayan bagus, skala 10 skor buat KPK 3 saja. Terlebih para pimpinan KPK gagal membersihkan kekuatan cingkrang di lembaga KPK, yang sudah mengakar.
Pada 2019 Jokowi kembali menunjuk Pansel KPK yang diketuai oleh perempuan lagi, Yenti Ganarsih, dengan anggota antara lain Harkristuti Harkrisnowo, Hendardi dan juga ada Senoaji, dll.
Harapan terhadap mereka adalah tudingan ada unsur cingkrang dan jenggot bergelantungan di KPK untuk dinetralkan oleh para pimpinan KPK yang baru. Buang yang lama, pilih yang sama sekali baru. Untuk memotong generasi yang sudah diternakkan oleh Bambang Widjojanto.
Potong Kebiasaan Lihat Gelar Akademik
Selain itu, pengangkatan menteri berdasarkan profesionalisme menjadi kejutan yang luar biasa. Jokowi mengangkat menteri Susi Pudjiastuti. Ejekan terhadap Jokowi pun dilontarkan. Namun dia bergeming.
Jokowi mengangkat Susi yang tidak lulus SMA. Dia membuang kebiasaan gelar akademik yang menjadi parameter penunjukan menteri. Muslim Muin yang mengaku pakar kelautan ITB pun kebakaran jenggot.
“Ngaco mengangkat Susi sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Sukses menjadi pengusaha ikan bukan berarti bisa memimpin KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan)," ungkap Muslim kepada KompasDotcom, Senin (27/10/2014).
Muslim mempertanyakan apakah Susi paham mengenai teknologi kelautan, marine products economics, coastal processes, dan underwater technology. Menurut Muslim, kepakaran Susi hanyalah tentang penangkapan dan penjualan ikan.
"Kelautan bukan hanya urusan ikan," katanya. "Pengangkatan Susi sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan menandakan Jokowi tidak paham laut. Cita-cita dia, Indonesia jadi poros maritim dunia, tidak akan tercapai," imbuh Muslim Muin dengan sinisnya.
Apa yang terjadi kemudian? Susi membungkam Muslim Muin dari ITB. Manajemen dan Kepakaran Susi diakui oleh ITS dan Undip dalam bentuk Doktor (HC). Selain itu Susi juga diganjar sertifikat ahli setingkat doktor. Semua karena prestasi luar biasa, untuk kesejahteraan rakyat (nelayan) dan kedaulatan laut Indonesia.
Angkat Profesioanl Murni (Ignasius Jonan, Sri Mulyani, Basuki Hadimuljono)
Jonan sebagai profesional yang membenahi PT Kereta Api menjadi berkelas dunia direkrut Jokowi. Jonan menyingkirkan Dahlan Iskan yang pendukung Jokowi. Sri Mulyani Indrawati menjaga moneter dan fiskal Indonesia yang diakui dunia.
Basuki Hadimuljono bekerja dengan penuh dedikasi dan menghasilkan pembangunan infrastruktur fenomenal era Jokowi. Tol Trans Jawa, Tol Trans Sumatra, Trans Papua, Sulawesi, Kalimantan, pelabuhan, dermaga, bandara, bendungan, perumahan, dan sebagainya.
Potong Gengsi untuk Negeri
Jokowi tidak malu untuk mengangkat siapa pun. Dia tidak akan melihat latar belakang politik, pendidikan, afiliasi politik, sipil atau militer.
Selain itu pengangkatan Luhut Binsar Pandjaitan menjadi warna pembeda Kabinet Jokowi. Selain tentu masuknya Pramono Anung. Untuk penguatan fungsi staff kepresidenan pun Jokowi mengangkat Panglima TNI zaman SBY, Jenderal Moeldoko. Top. KSP berhasil menjadi motor dan corong positif Presiden Jokowi.
Potong Generasi di Polri
Jokowi mengangkat Jenderal Polisi Tito Karnavian yang nota bene yunior angkatan 1987. Padahal ada beberapa jenderal polisi angkatan sebelumnya seperti Budi Gunawan angkatan 1983, Ari Dono 1985, dan sebagainya. Jokowi berani mengangkat Tito dalam rangka kebutuhan negara.Tito adalah komandan Densus 88 yang menorehkan prestasi menghajar teroris seperti Dr Azhahari dll.
Potong Generasi
Indikasi kejutan potong generasi itu disampaikan oleh Jokowi sendiri. Dia mewacanakan akan mengangkat menteri berusia muda. Kaum milenial usia 20-25 tahun. Dia mencari calon yang punya integritas dan kemampuan yang hebat. Profesional.
Potong Radikalisme di Lembaga Pendidikan
Jokowi berani memotong radikalisme dan anti Pancasila yang terstruktur dengan motor Khilafah,HTI, Ikhwanul Muslimin dan Wahabi di lembaga pendidikan. Sejak PAUD, sampai perguruan tinggi radikalisme dan gerakan anti Pancasila berkembang.
Maka Jokowi ingin secara sistematis melakukan pemotongan radikalisme di lembaga pendidikan untuk menyelamatkan anak bangsa, negara dari ancaman ideologi asing yang merusak bangsa Indonesia, mengancam eksistensi bangsa Indonesia, NKRI.
Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah Jokowi bisa melakukan revolusi mental dengan menghapus dualisme pengelolaan pendidikan (Kemendikbud dan Kemenristekdikti, dan Kemenag), yang telah membuat dunia pendidikan Indonesia terpuruk.
Termasuk di dalam rekruitmen menteri kebiasaan penjatahan untuk Muhammadiyah (Pendidikan) dan NU (Agama) telah menciptakan peng-kavling-an yang menyuburkan korupsi di kedua kementerian itu.
Contoh, M. Nasir gagal total. Lainnya, Lukman Hakim Syaefudin yang orang baik pun gagal melawan mafia di dalam kementerian yang sudah mengakar selama puluhan tahun. Siapa calon yang cocok? Yang tahu tentu, the Unpredictable Jokowi sendiri.
Ninoy N Karundeng, penulis.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews