Corona, Senjata Biologis Massal yang Makan Tuannya?

Lebih berbahaya lagi, jika virus corona itu disebar lewat produk elektronik China seperti handpone. Karena sudah banyak produk elektronik China yang membanjiri dunia, termasuk Indonesia!

Minggu, 26 Januari 2020 | 17:02 WIB
0
937
Corona, Senjata Biologis Massal yang Makan Tuannya?
Seorang pekerja medis di RS Sakit Zhongnan Universitas Wuhan, di China menuliskan tanda pada rekannya. (Foto: RMOLSumsel.com)

Benarkah Virus Corona yang sedang melanda Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, adalah senjata biologis yang berasal dari Wuhan Institute of Virology, sebuah laboratorium terkait senjata rahasia China yang mengembangkan virus mematikan?

Jika benar, jelas ini sangat membahayakan kehidupan manusia di seluruh dunia. Apalagi, jika virus ini bisa menular antar manusia. Hal ini diungkapkan oleh seorang ahli perang biologis Israel, Letkol Dany Shoham.

Melansir Viva.co.id, Sabtu (25/1/2020 | 20:00 WIB), Minggu ini, Radio Free Asia menyiarkan ulang laporan televisi lokal Wuhan pada 2015, yang menunjukkan laboratorium penelitian virus paling maju di China, yang dikenal sebagai Institut Virologi Wuhan.

Nampak dalam foto yang dirilis Kantor Berita Xinhua China, seorang pekerja medis menulis nama rekan mereka pada baju pelindung untuk membantu identifikasi saat mereka bekerja di RS Zhongnan Universitas Wuhan, di China tengah dan Provinsi Hubei, Jumat (24/1/2020).

Otoritas kesehatan China mengumumkan mereka dengan cepat menyiapkan 1.000 tempat tidur untuk pasien terinfeksi virus baru yang telah menewaskan 26 orang dan ratusan orang terjangkit. Beberapa kota di China mulai diisolasi dan area layanan publik sementara ditutup.

Hal yang belum pernah terjadi sebelumnya, di saat bersamaan dengan Hari Libur Istimewa bagi China. Diketahui Wuhan memiliki dua laboratorium yang terhubung dengan program bio-warfare.

Laboratorium itu adalah satu-satunya tempat yang dinyatakan China mampu mengerjakan virus-virus mematikan. Dany Shoham telah mempelajari senjata biologi China. Menurutnya, institut ini berhubungan dengan program senjata biologi rahasia Beijing.

Laboratorium tertentu di institut ini mungkin terlibat dalam hal penelitian dan pengembangan senjata biologis China. “Setidaknya sebagai pelengkap, namun bukan sebagai fasilitas utama penyelarasan senjata biologi,” katanya dikutip dari Washington Times, Sabtu (25/1/2020).

Ia juga mengatakan, pengerjaan senjata biologi dilakukan sebagai bagian dari penelitian sipil-militer ganda dan “pasti rahasia”.

China sendiri selalu membantah memiliki senjata biologis ofensif. Namun, Departemen Luar Negeri AS, dalam sebuah laporan tahun lalu, mengatakan mereka mencurigai China telah terlibat dalam pekerjaan perang biologis terselubung.

Tapi, pihak berwenang China sejauh ini mengatakan bahwa asal-usul virus corona, yang telah membunuh banyak orang dan menginfeksi ratusan di pusat Provinsi Hubei, tidak diketahui asal usulnya.

Seorang pejabat AS menyebut, ini adalah satu tanda yang tidak menyenangkan, desas-desus semu sejak wabah yang dimulai beberapa minggu lalu mulai beredar di Internet China yang mengklaim, virus itu adalah bagian dari konspirasi AS untuk menyebarkan senjata kuman.

Itu bisa menunjukkan China sedang mempersiapkan outlet propaganda untuk melawan tuduhan di masa depan bahwa virus baru corona berasal dari salah satu laboratorium penelitian sipil atau pertahanan Wuhan.

Perlu dicatat, Shoham meraih gelar doktor dalam bidang mikrobiologi medis. Dari 1970-1991, ia merupakan analis senior intelijen militer Israel untuk perang bilogi dan kimia di Timur Tengah dan di seluruh dunia.

Otoritas Cina menjelaskan, penyebaran virus corona sudah terjadi di 13 kota dengan 41 juta orang terdampak, dan hingga kini sudah menewaskan lebih dari 50 orang. Untuk mencegah penyebaran yang bertambah luas, pemerintah Cina telah memperluas area diisolasi.

Sebanyak sekitar 2.000 orang dipastikan terinfeksi virus corona dan lebih dari 50 orang telah meninggal. Virus Corona pertama kali ditemukan di kota Wuhan, provinsi Hubei pada Desember 2019. Dalam hitungan hari virus ini telah menyebar ke beberapa negara diantaranya AS, Singapura, Jepang, Thailand, Korea Selatan, Taiwan, dan Vietnam.

Mengutip CNNIndonesia.com, Minggu (26/01/2020 11:20 WIB), peneliti memperkirakan puluhan juta orang bisa menjadi korban apabila virus corona masuk ke skala pandemi, jika tidak segera tertangani.

Eric Toner, seorang ilmuwan di John Hopkins Center for Health Security AS menjalankan simulasi apabila virus Corona mencapai skala pandemi, hasilnya 65 juta orang bisa mati dalam waktu 18 bulan.

Dilansir dari Business Insider, Toner tidak terkejut saat virus Corona mewabah di Wuhan, China pada awal Januari. Tiga bulan sebelum wabah melanda, ia telah melakukan simulasi pandemi global yang melibatkan virus Corona.

Virus Corona juga menyebabkan sindrom pernapasan akut yang parah di Cina. Virus tersebut berdampak pada sekitar 8 ribu orang dan membunuh 774 orang pada awal 2000-an.

“Saya sudah lama berpikir bahwa virus yang paling mungkin menyebabkan pandemi baru adalah virus Corona,” kata Toner.

Wabah di Wuhan memang belum masuk skala pandemi, tapi virus tersebut telah dilaporkan menjangkiti masyarakat di Thailand, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Vietnam, Singapura, AS, dan Arab Saudi.

“Kami belum tahu seberapa menularnya. Kami tahu bahwa itu sedang menyebar dari orang ke orang, tetapi kami tidak tahu sampai sejauh mana,” lanjut Toner.

China sendiri telah menetapkan status darurat terhadap wabah virus Corona. Sementara itu, WHO dan negara-negara di dunia masih meneliti lebih lanjut penyebaran virus yang disebut-sebut mirip SARS ini.

“Kesan pertama awal adalah bahwa Corona secara signifikan lebih ringan daripada SARS. Jadi itu menenteramkan. Di sisi lain, Corona mungkin lebih mudah ditransmisikan daripada SARS,” ujar Toner.

Dilansir dari The Blaze, langkah mitigasi yang harus dilakukan untuk menghadapi virus corona adalah dengan menciptakan vaksin. Toner mengatakan, ilmuwan perlu bergerak cepat membuat vaksin, yang saat ini sedang dikembangkan.

“Jika kita bisa membuatnya sehingga kita bisa memiliki vaksin dalam beberapa bulan, bukan tahun atau dekade, itu akan menjadi pengubah,” katanya.

Senjata Corona?

Bermula 31 Desember 2019, Kantor WHO diberitahu tentang kasus-kasus pneumonia (radang paru-paru) yang penyebabnya tidak diketahui terdeteksi di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Sekitar 44 kasus yang diduga dilaporkan pada bulan Desember.

Pada 1 Januari 2020 pasar makanan laut ditutup untuk sanitasi lingkungan dan desinfeksi setelah dikaitkan erat dengan pasien. Pada 5 Januari 2020, dokter China mengesampingkan sindrom pernafasan akut yang parah (SARS) ini sebagai penyebab virus, serta flu burung, sindrom pernapasan Timur Tengah dan adenovirus.

Sementara, Hong Kong melaporkan, pada 9 Januari 2020 penyelidikan awal mengidentifikasi penyakit pernapasan sebagai jenis baru corona virus, lapor media pemerintah China. Awalnya para pejabat di Komisi Kesehatan Kota Wuhan melaporkan kematian pertama wabah itu pada 9 Januari, seorang pria berusia 61 tahun.

Kemudian, pada 13 Januari 2020 seorang wanita Tionghoa di Thailand adalah kasus pertama yang dikonfirmasi tentang virus misterius di luar Tiongkok.

Pria berusia 61 tahun itu dikarantina pada 8 Januari, tetapi sejak itu kembali ke rumah dalam kondisi stabil setelah menjalani perawatan, kata Kementerian Kesehatan Thailand.

Pada 14 Januari 2020 WHO memberi tahu rumah sakit di seluruh dunia agar bersiap, jika ada kemungkinan penyebaran infeksi. Dikatakan, ada beberapa “terbatas” penularan virus corona ini dari manusia ke manusia.

Dua hari sebelumnya, badan PBB mengatakan “tidak ada bukti jelas penularan dari manusia ke manusia”. Pada 16 Januari 2020 seorang pria di Tokyo dikonfirmasi telah dinyatakan positif mengidap penyakit tersebut setelah melakukan perjalanan ke kota Wuhan di Cina.

Kematian kedua, seorang pria berusia 69 tahun, dilaporkan oleh para pejabat di Komisi Kesehatan Kota Wuhan. Dia meninggal pada dini hari 15 Januari di RS Jinyintan di Wuhan setelah pertama kali dirawat di rumah sakit pada 31 Desember 2019.

Pada 17 Januari 2020 Thailand mengumumkan telah mendeteksi kasus kedua. Wanita 74 tahun telah dikarantina sejak kedatangannya pada hari Senin. Dia tinggal di Wuhan.

Benarkah ini senjata biologis yang sedang dikembangkan China, seperti sinyalemen seorang perwira intelijen Israel tadi? Jika benar, ini jelas sangat membahayakan kehidupan manusia di dunia.

Bisa saja virus ini senjata bio massal China, seperti SARS dan lain-lain. Hanya saja China sedang naas alias apes kali ini. Senjata paling bahaya bagi manusia bukan nuklir atau bom atom. Senjata paling bahaya ya bio massal.

Perlu dicatat! Perang Dunia I berakhir itu gara-gara wabah cacar. Dan, sekarang ini dengan banyak negara punya nuklir, penangkalnya pun sudah mereka siapkan. Makanya, sekarang negara-negara maju berlomba-lomba membuat bio massal lagi.

Sebenarnya bukan naas juga. Uji coba mereka berhasil. Cek saja siapa-siapa yang menjadi korban. Hanya kalangan miskin China. Dan, ke depan China akan berubah menjadi Thanos: melenyapkan sebagian besar populasi manusia dan hewan melalui senjata bio massal.

Targetnya: orang-orang miskin yang menurut China sudah tak berguna lagi di China!  Yang dikhawatirkan virus-virus bio massal itu dikirim ke seluruh dunia via drone. Sebab, radar belum bisa deteksi drone. Bahasa radar hanya unidentifying object.

Lebih berbahaya lagi, jika virus corona itu disebar lewat produk elektronik China seperti handpone. Karena sudah banyak produk elektronik China yang membanjiri dunia, termasuk Indonesia!

Uji coba nuklir dan penangkalnya beberapa waktu lalu justru sudah dilakukan AS dan Iran. Termasuk uji coba senjata dengan medium drone. Diduga, itu adalah senjata Nuklir.

Coba saja periksa bagaimana kondisi mayat jenderal Iran yang jadi korban serangan drone AS itu.

***