Bagaimananapun mereka adalah rakyat Indonesia. Hanya, perlu seleksi ketat atau harus ada prasyarat kalau ingin kembali ke Tahan Air.
Majalah Tempo menurunkan laporan investigasinya soal WNI yang ada di pengungsian Suriah. Sebelumnya Media Tempo juga melaporkan atau menurunkan berita investigasi kerusuhan 21-22 Mei yang berujung ke Dewan Pers.
Dalam laporan investegasi Media Tempo di Suriah memberitakan bahwa para pengungsi WNI khususnya wanita dan anak-anak ingin dipulangkan ke tanah air. Mereka hidup menderita di pengungsian. Sedangkan suami mereka atau lelaki dewasa ditahan oleh tentara Suriah atau tentara Kurdi.
Sebenarnya jauh sebelum Media Tempo mengirimkan wartawan investigasi ke Suriah dan melaporkan atau menurunkan beritanya, sudah banyak laporan atau berita dari sumber-sumber lain yang menceritakan atau mengisahkan WNI yang ada dipengungsian Suriah. Jumlahanya cukup banyak mencapai ratusan.
Mereka meninggalkan Tanah Air dengan menjual asetnya untuk bekal dan hidup di Suriah. Ada yang ingin menjadi jihadis/kombatan atau tentara ISIS. Tetapi ada juga yang ingin hidup di negeri Khilafah yang mereka impikan dan idam-idamkan menurut keyakinan mereka. Makanya mereka membawa keluarga. Bahkan sebulan sebelum berangkat, mereka harus balajar makan dengan bahan gandum karena di Suriah susah ada nasi dan mereka harus membiasakan diri.
Tapi apa hendak mau dikata, negara Khilafah yang mereka impikan dan idam-idamkan hanya fatamorgana atau hanya ilusi saja. Justru mereka tidak mendapatkan kedamaian atau suasana adem-ayem. Yang ada dentuman rudal-rudal dan desingan peluru yang siap menghujam ke tubuh-tubuh mereka tanpa ampun.
Mereka tertipu oleh cita-cita negara Khilafah yang mereka impikan. Mereka menderita dan terlunta-lunta di negeri Khilafah yang ganas dan panas. Bahkan wanita-wanita yang sudah akhil balig hanya dijadikan pemuas nafsu tentara ISIS. Sekarang mereka ingin pulang ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Tetapi keinginan pulang itu mendapat respon pro dan kontra dari masyarakat. Ada yang ingin mereka tidak usah pulang karena itu sudah bagian dari resiko. Tetapi ada juga yang meminta pemerintah pro-aktif atau memfasilitasi WNI yang ingin pulang ke tanah air.
Baca Juga: Poster yang Akan Mensuriahkan Indonesia
Menurut opini pribadi, pemerintah memang harus pro-aktif dan memfasilitasi WNI yang ada di pengungsian Suriah yang ingin kembali ke tanah air. Bagaimananapun mereka adalah rakyat Indonesia. Hanya, perlu seleksi ketat atau harus ada prasyarat kalau ingin kembali ke tahan air. Seperti mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Bukan berdasarkan sistem Khilafah.
Dan lebih diprioritaskan kepada kaum wanita dan anak-anak. Karena keadaan mereka cukup menderita dan mengenaskan di pengungsian. Khusus untuk kombatan atau Jihadis tidak perlu dipulangkan. Suruh mereka bertempur di sana sampai mati atau meregang nyawa seperti yang mereka inginkan. Biar lebih cepat ketemu bidadari atau nenek lampir di alam baka sana.
Dengan dipulangkan WNI yang ada di kamp pengungsian Suriah bisa menjadi pelajaran atau hikmah, yaitu mereka bisa membuat testimoni atau menceritakan keadaan di negara Khilafah yang banyak masyarakat cita-citakan dan idam-idamkan.Karena banyak masyarakat kita yang bercita-cita membuat negara Khilafah.
Cintailah Ibu Pertiwi, baik dan buruk ini adalah negara kita dengan dasar Pancasila. Jangan sekali-kali mengganti dasar negara dengan sistem apapun termasuk sistem Khilafah yang banyak mereka dagangkan dan cita-citakan.
Nikmat mana lagi yang kamu dustakan. Orang timur tengah saja kalau melepas penat pergi ke Puncak di Bogor. Lha kok kamu malah pecicilan pergi ke padang pasir yang panas atau terik.
Boleh ketawa, ya, hahaha....
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews