Pada debat Pertama Capres-Cawapres Pilpres 2019, yang diselenggarakan di Hotel Bidakara dibilangan Pancoran, Kamis, 17/1/18, pada sesi Pertama Prabowo memaparkan tentang Visi Misinya. Hanya saja pada pemaparan Misi, Prabowo agaknya salah dalam mempersepsikan mentalitas korup, sehingga dia berpikir prilaku buruk aparat hukum itu disebabkan oleh rendahnya gaji yang diterima.
Seperti yang disampaikannya;
"Kita harus gaji hakim kita begitu hebat, sehingga dia tidak akan terpengaruh, demikian jaksa, demikian polisi, untuk itu kita harus menguasai sumber sumber ekonomi bangsa Indonesia. Itu saya kira strategi utama kita, kita yakin dengan lembaga-lembaga yang bersih yang kuat, kita bisa menegakkan kepastian hukum. Hukum untuk semua bukan hukum untuk orang-orang kuat atau orang-orang kaya saja. Saya kira itu tekad Kami keadilan untuk semua, keamanan untuk semua, kemakmuran .ntuk semua, saya kira demikian."
Maksud Prabowo bagus, karena dalam pandangannya terjadinya korupsi dikalangan aparat hukum itu lebih disebabkan oleh rendahnya gaji yang diperoleh, sehingga Prabowo merasa perlu menaikkan gaji untuk mensejahterakan, dengan sejahtera maka prilaku korup dikalangan penegak hukum tidak lagi terjadi.
Anehnya ada pernyataan Prabowo yang justeru menjadi kebalikannya dari pernyataannya diatas. Seakan-akan Prabowo menghalalkan prilaku korup, ketika ada kadernya yang terlibat kasus korupsi. Seperti yang dikatakannya saat menjawab pertanyaan Jokowi, tentang adanya kader mantan koruptor yang menjadi Calon anggota Legislatif Partai Gerindra.
"Yang jelas Pak kalau kasus itu sudah melalui proses dia sudah dihukum, atau dan kalau memang hukum mengizinkan, kalau dia dianggap masih bisa dan rakyat menghendaki dia dan dia punya kelebihan-kelebihan lain. Mungkin korupsi juga enggak seberapa. Mungkin dia, karena mungkin. Eh begini kalo curi, benar itu salah. Tapi kalau merugikan rakyat triliunan. Itu saya kira harus kita habiskan di Indonesia ini."
Jelas pernyataan tersebut buah dari kesalahan persepsi terhadap korupsi. Kalau solusinya dengan menaikkan gaji, maka tidak akan mengubah keadaan. Prilaku korup itu adalah persoalan mentalitas dan moral, bukan semata karena rendahnya gaji. Berapa besar pun gaji yang diperoleh, kalau mental dan moralnya buruk, tetap saja akan korupsi.
Agaknya dalam hal ini Prabowo harus memperbaiki terlebih dahulu persepsinya tentang korupsi, dengan demikian baru dia bisa memberikan solusi yang pas terhadap pemberantasan korupsi. Prabowo kurang dalam memberikan kajian terhadap pemahamannya tentang Korupsi, terkesan sangat malas mencari solusi yang lebih terbarukan.
Pada Pemerintahan SBY, sudah pernah menaikkan gaji Hakim, saat itu pun alasan menaikkan gaji agar hakim tidak lagi Kolusi dalam penegakan hukum. Begitu juga gaji aparat kepolisian, baik SBY maupun Jokowi, sudah pernah menaikkan gaji, demi untuk peningkatan kesejahteraan, tapi tetap saja ada yang masih melakukan pungli dijalanan.
Korupsi, kolusi dan pungli itu persoalan dasarnya adalah persoalan mental dan moral, bukanlah karena cukup tidak cukup, atau besar kecilnya gaji yang diterima. Pendidikan mental dan moral yang perlu dibenahi dikalangan aparat penegak hukum, kalau pun harus menaikkan gaji, bukanlah atas dasar untuk pemberantasan korupsi.
Kalau soal pemberantasan korupsi, Jokowi bukan cuma Janji, dia sudah membuktikan bahwa indeks Persepsi korupsi dimasa Pemerintahannya naik menjadi 37 point. Indeks Korupsi di Indonesia rata-rata 25,79 poin dari tahun 1995 hingga 2017. CPI Indonesia mencapai titik tertinggi selama 23 tahun dalam memerangi korupsi, dengan nilai Corruption Perception Index mencapai skor 37 poin pada tahun 2016 dan rekor terendah 17 poin pada tahun 1999.
Tahun 2016 adalah tahun kedua pemerintahan Presiden Jokowi. Artinya, 2 tahun berkuasa Jokowi sudah sungguh-sungguh dalam pemberantasan korupsi.
Penilaian indeks persepsi korupsi tersebut adalah hasil dari Transparansi Internasional (TI). TI setiap tahun mengeluarkan CPI (Corruption Perception Index) yaitu instrumen (nilai) yang berupa persepsi pengusaha multinasional, jurnalis keuangan internasional dan masyarakat domestik, sangat sulit dimanipulasi karena melibatkan banyak pihak yang diluar kemampuan pemerintahan suatu Negara untuk memengaruhi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews