Ferry Baldan Kritik Jokowi, "Noise" yang Segera Senyap Sekali Kebas

Jumat, 2 November 2018 | 06:03 WIB
0
499
Ferry Baldan Kritik Jokowi, "Noise" yang Segera Senyap Sekali Kebas
Ferry Baldan dan Irma Chaniago [Kompasiana.com/Tilariapadika]

Mantan Menteri Agraria Ferry Mursyidan Baldan sok-sokan mengkritik Presiden Joko Widodo. Ia mengatakan aksi bagi-bagi sertipikat tanah oleh Presiden Joko Widodo mengesankan hanya presiden yang bekerja untuk itu.

Padahal menurut Ferry, sebelum keluar jadi sertipikat tanah, ada banyak orang yang terlibat bekerja, mulai dari lurah/kades, camat, dan pejabat-pejabat lain. Ferry juga mewanti-wanti agar program sertifikasi lahan tidak dijadikan alat politik oleh Presiden Joko Widodo.

Sebenarnya tidak ada hal penting dalam kritik Ferry Baldan.

Tanpa Ferry bicara pun semua orang tahu bahwa program sertifikasi lahan melibatkan banyak pejabat pemerintahan. Sertipikat tanah bisa sampai ke tangan rakyat karena ada peran kades/lurah, camat, pegawai BPN, dan masih banyak lagi.

Siapa juga yang begitu bodoh untuk mengira presiden Joko Widodo yang mengurus semuanya?

Domain presiden adalah pada kebijakan politik, pada keputusan untuk menjadikan program sertifikasi lahan rakyat prioritas pemerintah; pada penetapan target sertipikat yang harus diterbitkan BPN per tahunnya.

Dengan kepemimpinan Presiden yang peduli pada pentingnya legalisasi aset lahan rakyat, BPN dan para pejabat yang disebutkan Ferry dapat bekerja sungguh-sungguh hingga akhirnya dokumen bukti kepemilikan lahan itu tercetak dan dibagikan kepada rakyat dalam jumlah berkali-kali lipat yang dicapai pemerintahan sebelumnya.

Demikian pula tidak ada yang signifikan dalam peringatan Ferry Baldan soal politisasi.

Dimaksudkan atau tidak, program sertifikasi gratis tanah rakyat dan acara simbolis pembagian sertipikat oleh Presiden yang senantiasa menghadirkan ribuan orang penerima pasti berdampak politis.

Sah-sah saja rakyat kemudian memilih kembali Joko Widodo saat hari pencoblosan pemilihan umum presiden 2019 nanti sebagai wujud terima kasih atas sertipikat tanah dalam genggamannya. Rakyat mungkin berpikir, jika bukan Joko Widodo presidennya, belum tentu tanah mereka kini dilindungi bukti kepemilikan. Pemikiran itu benar.

Kita mengerti, Ferry didesak kondisi untuk melemparkan kritik kepada Presiden Joko Widodo.

Setelah diberhentikan dari jabatan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Ferry tidak lagi berpolitik aktif bersama Partai Nasional Demokrat. Ia seperti menghilang ditelan keramaian publik, tenggelam di balik padatnya noise dan voicemasyarakat daring.

Tiba-tiba Ferry Baldan muncul dengan jabatan baru: Direktur Relawan Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi.

Sebagai salah satu direktur tim lawan Joko Widodo, Ferry ditodong keadaan untuk bersuara kritis mengkritik mantan bos-nya. Mungkin Ferry gelagapan. Ia tak menyangka suatu ketika harus mengkritik Joko Widodo. Karena Ferry dahulu Menteri Agraria/Kepala BPN, dilontarkanlah kritik terkait hal yang pernah diakrabinya.

Sayangnya, seperti kita bahas di atas, kritik Ferry Baldan tidak penting dan tidak signifikan. Tidak ada hal yang perlu sungguh-sungguh dipedulikan di sana. Itu sekedar pernyataan normatif yang tanpa Ferry ucapkan pun orang sudah ngeh.

Maka kata-kata Ferry bukan voice, sekadar noise penambah kebisingan.

Tak ada orang yang sedemikian kurang kerjaan untuk pasang telinga menyimak noise. Nasip noise adalah dijauhi, di-cuek-i.

Namun sebagian orang memilih menghardik sumber noise agar kembali senyap dan pendengaran kita jadi adem.

Di antara orang-orang yang memilih menghardik noise, mantan kawan separpol Ferry adalah salah satunya. Ia Irma Suryani Chaniago, politisi Partai Nasdem yang tampaknya bertugas pula sebagai juru bicara di Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Tante Irma ini  terkenal tega dalam menyerang lawan-lawan politiknya. Demikian pula terhadap Ferry Baldan. Untuk mengeyahkan noise yang Ferry ciptakan, tante Irma berkata singkat, "Kalau orang yang dimundurkan berarti kerjanya nggak bagus. Gitu saja. Jadi nggak usah mengkritik lah."

Satu kalimat singkat namun sullit dibantah kebenarannya. Dingin membekukan. Menyakitkan.

Kita tahu hanya ada 4 alasan  lazim menteri kehilangan jabatannnya. Pertama ia terlibat korupsi, seperti Idrus Marham. Kedua, ia gemar bikin gaduh, seperti Rizal Ramli. Ketika, ia musuh dalam selimut, seperti Asman Abnur. Keempat, ia tak becus menjalankan tugas.

Ferry Baldan tidak berkasus korupsi. Ia tak pula sering bertengkar dengan menteri lain. Dahulu Ferry anggota Partai Nasdem, yang berarti ia bukan musuh dalam selimut. Hanya tersisa satu alasan terakhir, tak becus kerja, yang membuat Ferry diberhentikan dari jabatannya sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN.

Mungki saja Ferry tak merasa begitu. Mungkin saja bukan itu alasan ia diberhentikan dari kabinet. Tetapi adakah alasan yang lebih masuk akal?

Ya! Posisi politiknya yang sebaris dengan Prabowo-Sandiaga memaksa Ferry Baldan untuk berteriak menyerang Presiden Joko Widodo. Sayangnya teriakan Ferry tanggung. Tak ada hal penting, tak signifikan kadungannya. Maka teriakan itu semata-mata noise yang harus segera senyap, dilenyapkan Irma Suryani Chaniago dengan betapa mudahnya.

Politik itu keras, Kaks.

Sumber:

  1. Detik.com (14/10/2018) "Eks Menteri Kritik Jokowi soal Sertifikat, NasDem Ungkit Pencopotan."
  2. Detik.com (14/10/2018) "Eks Menteri Agraria Kritisi Presiden Suka Bagi-bagi Sertifikat."

***