Kemeja empat saku yang selama ini lekat dengan sosok Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, sepertinya tidak akan lagi digunakan mantan Danjen Kopassus ini dan pasangannya Sandiaga Uno di kampanye Pilpres 2019.
Pasalnya, kemeja tersebut sudah dianggap jadi penyebab stagnasi elektabilitas Prabowo selama ini. Setidaknya, itulah hasil penelitian seputar kostum Prabowo, yang dilakukan Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Opini Publik Indonesia).
Sekadar untuk diketahui, Prabowo sudah mengenakan kemeja empat saku berwarna krem sejak Pilpres 2009, ketika mendampingi Megawati Sukarnoputri. Kemudian, di Pilpres 2014 bersama Hatta Rajasa juga mengenakan model kemeja yang sama, namun dengan warna putih. Oleh karena itu, model 'jubah perang' Prabowo tersebut sudah monoton dan dianggap bikin bosen pemilih.
Mengenai kostum kampanye Pilpres 2019, kenyataannya sudah diperkenalkan oleh cawapres pendamping Prabowo, Sandiaga Uno. Sandiaga sudah mulai mengenakan kemeja warna biru telur asin sejak pendeklarasian bakal capres dan bakal cawapres di Kediaman Prabowo. Kostum tersebut yang juga sudah dikenakan Prabowo dalam beberapa kesempatan, merupakan pilihan dari putra Prabowo sendiri, Didit Hediprasetyo, yang juga seorang fashion designer. Tujuannya, agar lebih milenial dan menarik pemilih muda, serta juga kelompok emak-emak.
Berbeda dengan hasil survei dan juga rekomendasi putra semata wayang Prabowo dengan Siti Hediati (Titiek Suharto), Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon punya pandangannya sendiri.
"Kalau menurut saya Pak Prabowo itu apa adanya sih. Jadi pakaian itu kan dianggap pakaian yang comfortable (nyaman) bisa di semua, ya dulu kan pakaiannya bisa cream-cream atau putih-putih, itu kan pakaian yang nuansanya dinamis, tidak formalistik dan tidak ada jarak di masyarakat." ujar Fadli di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (22/10/2018).
Jika kita menengok ke belakang, alasan Prabowo mengenakan kemeja empat saku yang dimulai sejak Pilpres 2009, tidak lain karena terinspirasi dari gaya busana yang dikenakan Soekarno dan Hatta, dimana keduanya adalah tokoh-tokoh yang dikagumi Prabowo.
Apa pun alasan Prabowo sah-sah saja. Namun, lain halnya menurut Hamdi Muluk, seorang pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI). Menurut Hamdi, gaya dan cara orasi politik Prabowo yang identik Sukarno, itu hanya untuk mengambil kharisma dari presiden pertama Indonesia itu. Prabowo dinilai kurang pantas menjiplak ciri khas Sukarno. Jika dirunut dari sejarah, menurut Hamdi, hubungan orangtua Prabowo dan Sukarno tidak akur, sehingga Prabowo pun belum bisa dikatakan menjalankan ideologi Bung Karno.
Apa yang dilakukan Prabowo yang mengenakan kostum kemeja dengan model yang sama dipakai Bung Karno, merupakan bagian dari strategi politiknya guna meraih suara. Namun, apabila kostum tersebut tak bisa mengantarkan putra begawan ekonomi Soemitro Djojohadikoesoemo ini melenggang ke Istana, lantas janganlah kostum yang disalahkan. Kembali Menurut Hamdi, pemimpin yang dirindukan rakyat saat ini bukanlah karena pencitraan, melainkan karena perbuatan.
Oleh karena itu, terjawab sudah di masa kampanye Pilpres 2019 ini, kita melihat Prabowo berubah 180 derajat. Dia tak lagi mengenakan kemeja empat saku yang biasa dikenakan Sukarno, Hatta, atau para pejuang lainnya di masa lalu. Prabowo sudah mempunyai strategi baru dengan mengadopsi keberhasilan Donald Trump menjadi orang nomor satu di Amerika Serikat (AS).
Bahkan, ketika menjadi capres di Pilpres 2014, dirinya seperti abai terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan Tabloid Obor Rakyat, yang ketika itu melakukan fitnah dan penyebaran hoax terhadap rivalnya Joko Widodo (Jokowi).
Jika Prabowo benar-benar hatinya seperti Bung Karno, maka dia bisa meminta siapapun untuk tidak melakukan penyebaran hoax atau kampanye hitam terhadap Jokowi, meskipun secara elektabilitas dirinya diuntungkan.
Jadi, jangan salahkan kostumnya! Salahkanlah diri sendiri, mengapa tidak bisa menjiwai Bung Karno secara utuh. Jadilah Sukarno seutuhnya, gunakan kemejanya, namun yang tidak kalah penting adalah semangat dan jiwa Sukarno itu sendiri. Jangan kostumnya Sukarno, tapi jiwa dan semangatnya milik Donald Trump.
Terima kasih, dan salam untuk Indonesia tercinta!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews