Tulisan “mahaguru” saya, Dahlan Iskan, yang berjudul Lomba Cepat di Pepnews.com, Rabu (29 Januari 2020 | 08:08 WIB) yang menceritakan pengalamannya saat kecil sangat menarik. Mas Dahlan sering makan mangga sisa kelelawar alias codot!
Mas Dahlan bercerita, waktu kecil ia juga suka ke bawah pohon mangga di halaman tetangga. Khususnya di waktu subuh. Itulah saat yang tepat untuk berburu mangga yang jatuh ke tanah. Yakni mangga yang sebagiannya sudah dimakan kelelawar.
Terutama bagian yang dekat dengan tangkai. Yang membuat mangga itu jatuh. Mangga yang jatuh karena dimangsa kelelawar adalah mangga yang pasti manisnya: cukup tuanya. Kini ia kagum dengan masa lalu itu.
“Makan sisa-sisa kelelawar kok ya sehat-sehat saja. Padahal, dari kacamata virus Wuhan atau Corona ini, itu bahaya sekali. Pasti ada sisa-sisa air liur kelelawar di buah itu,” ungkap Mas Dahlan. Apalagi mangga itu langsung saya makan begitu saja – tanpa dicuci atau dikupas.
Mas Dahlan kemudian mengutip tulisan Harian Rakyat di China perihal Virus Corona yang kini telah menjadi momok bagi rakyat China, terutama di Kota Wuhan, Provinsi Hubei. Virus Wuhan ini tidak sama dengan virus SARS pada 2003 dulu.
Tapi sangat mirip, kemiripannya mencapai 85 persen. SARS dulu asalnya dari luwak. Sedang virus Wuhan ini dari ular. Tapi dua-duanya bersumber dari satu binatang: kelelawar. Dalam kasus SARS virusnya dari kelelawar ke luwak lalu ke manusia.
Dalam kasus Wuhan virusnya dari kelelawar ke ular lalu ke manusia. “Bicara kelelawar saya jadi ingat rumah saya di Surabaya. Tiap pagi (hari) banyak terlihat kotoran kelelawar di lantai musola. Yang letaknya di gasebo halaman belakang,” tulisnya.
“Rupanya empat pohon mangga di halaman saya jadi daya tarik kelelawar. Ditambah empat pohon mangga lagi di luar pagar. Saya juga jadi ingat luwak di desa saya di Magetan. Waktu kecil dulu saya sering ikut berburu luwak,” ungkap Mas Dahlan.
Luwak suka bersembunyi di dalam rumpun bambu berduri. Luwak itu menjadi musuh orang desa – suka mencuri ayam di pekarangan. Ayam itu sudah berbulan-bulan dipelihara. Begitu besar dimakan luwak. Begilah sebagian cerita Mas Dahlan.
Setelah menyimak tulisan mantan Menteri BUMN ini, saya langsung WA beliau. Sy baca tulisan jenengan ini, Mas. Menarik! Sampai hari ini, sy dengar kabar, korban meninggal sudah mencapai 170 orang (Radio SS).
Bukan cuma di rumah Mas Dahlan. Di dpn rmh sy skrg ini, sy sengaja tanam pohon Srikaya. Klo sdh berbuah, kadang justru keburu dimakan Kelelewar. Itu pertanda mmg sdh tua. Kelelawar rajin dtg ke dpn rmh sy.
Ya hitung2 beri makan hewan ciptaan Allah juga. Spt halnya mangga, sy yakin, srikaya itu justru menjadi serum atau vaksin bagi racun yg ada di tubuh kelelawar sendiri shg dia py kekebalan tubuh.
Berarti, buah2an yg dikonsumsi kelelawar itu mengandung mikroba yg bisa menetralisir racun kelelawar. Makanya, dia makan buah2an itu. Ingat, buah2an itu sebenarnya juga bisa memproduksi serum atau vaksin yg merugikan dlm bentuk mikroba.
Dan, saya mencoba meyakinkan, virus corona itu bisa disembuhkan dengan formula probiotik yang sebenarnya sudah ada di Indonesia. Zat-zat yang dihasilkan dari buah-buahan ini bisa menghasilkan mikroba yang punya kemampuan menguatkan antibodi.
Sebaiknya coba kita simak nasehat singkat dari ahli mikrobakteriologi Jepang, Prof. Hiromi Shinya yang juga penulis buku The Microbes Factor (Mukjizat Mikroba) bahwa: “Anda bisa berumur panjang dan sehat wal'afiat tanpa mengalami penyakit serius,” tulisnya.
“Tapi, hanya jika Anda mempunyai usus yang sehat. Bersihkan lambung dan usus dari tumpukan sampah berbahaya dengan probiotik. Untuk itu, berpuasalah agar enzim super muncul dan menyingkirkan racun dengan dibantu probiotik,” kata Hiromi.
Apa yang disampaikan guru besar Mikro Bakteriologi dari Universitas Ryu Kyu, Yokohama, Jepang, itu rasanya sangat tepat bila kita mencoba mencari tahu jawaban untuk Virus Corona yang kini sedang melanda Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Terlepas apakah virus corona itu sengaja dibuat China sebagai senjata biologi yang memang berasal dari kelelawar atau codot, tidak ada salahnya jika mempelajari perilaku binatang yang dikenal sebagai penyebar benih buah-buahan yang dikonsumsi manusia ini
Codot Buah
Codot adalah nama umum bagi jenis-jenis kelelawar pemakan buah. Bersama dengan kalong, nyap, paniki dan sebangsanya, ia membentuk suku Pteropodidae, subordo Megachiroptera (kelelawar besar). Atau kelompok ini dikenal sebagai fruit bats atau old world fruit bats.
Kelompok kelelawar besar (Megachiroptera), tidak seperti namanya, tidak selalu bertubuh besar. Kelelawar besar yang terkecil memiliki panjang tubuh sekitar 6 cm; jadi, lebih kecil dari beberapa jenis kelelawar kecil (Microchiroptera) yang berbadan besar.
Sebagian besar kelelawar buah (yakni 24 dari total 42 marga) memang bertubuh relatif kecil, dengan panjang lengan bawah kurang dari 70 mm. Tetapi, Megachiroptera terbesar, yakni kalong kapauk (Pteropus vampyrus), bisa mencapai berat 1.500 gram, bentangan sayap hingga 1.700 mm, dan lengan bawah sekitar 228 mm.
Kebanyakan bangsa codot memiliki mata yang besar, yang memungkinkan hewan ini melihat dalam suasana kurang cahaya di hutan pada saat senja atau dini hari. Indra penciumannya pun bekerja dengan sempurna, membantunya menemukan buah yang telah masak di kejauhan.
Dan, berlawanan dengan kelelawar pemakan serangga (Microchiroptera), kelelawar buah tak menggunakan ekholokasi untuk memandu gerakannya, kecuali anggota marga Rousettus.
Walaupun kelelawar secara umum bisa ditemukan di seluruh dunia, codot hanya ditemukan di daerah-daerah tropis di Asia, Afrika, dan Oceania.
Bangsa codot umumnya memakan bagian tumbuh-tumbuhan: buah-buahan, bunga, nektar, serbuk sari, dan juga dedaunan. Ada yang berspesialisasi memakan nektar dan serbuk sari (nektarivora, misalnya Eonycteris, Macroglossus, Syconycteris), tapi kebanyakan memakan kombinasi dari buah-buahan dengan bunga, nektar, atau dedaunan (frugivora).
Meski kadang-kadang dianggap sebagai hama, codot berperan penting sebagai pemencar biji aneka tetumbuhan, terutama di hutan-hutan tropika. Codot ini hanya memakan daging buah yang dikunyah-kunyah untuk diambil cairannya, sementara serabut buah dan bijinya dibuang.
Codot biasanya tidak memakan buah di pohonnya, melainkan dibawanya ke pohon lain atau tenggeran yang lain yang dianggap aman dan memakannya di situ. Tenggeran bisa berjarak 100–200 m dari pohon buahnya, sehingga secara tidak sengaja codot telah memencarkan biji buah-buahan makanannya itu.
Tenggeran semacam itu, yang ditandai oleh banyaknya kotoran kelelawar dan sampah serabut dan biji buah-buahan di bawahnya, acap kali dijumpai pula di bawah atap selasar gedung atau emperan rumah yang agak terasing. Kelelawar nektarivor diketahui pula bertindak sebagai penyerbuk (polinator) bunga-bunga yang dikunjunginya.
Jenis codot nektar sejauh ini tercatat mengunjungi 141 spesies tumbuhan untuk memakan nektar dan serbuk sari, diantaranya merupakan pohon-pohon yang ekonomis penting seperti durian (Durio), kapok (Ceiba), petai (Parkia), dan lain-lain.
Hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara kelelawar dan tetumbuhan ini tergolong ke dalam simbiosis mutualisma, yang disebut kiropterofili (chiropterophily).
Jika melihat karakter dan perilaku codot seperti itu, rasanya tidak mungkin jika kelelawar ini menjadi “tersangka” penyebab virus corona. Makanya, Mas Dahlan, seperti cerita tadi di atas, hingga kini masih sehat wal’afiat, meski makan mangga bekas gigitan codot.
Bahkan, saya juga seringkali makan buah srikaya di depan rumah yang disisakan oleh codot karena terlambat memetiknya. Meski saya bukan seorang ahli per-codot-an, tapi saya punya keyakinan, saribuah yang dihisap itu mengandung serum atau vaksin anti racun.
Nah, berbagai jenis saribuah yang dihisap codot itu bisa dikembang-biakkan atau dikulturkan menjadi suatu vaksin untuk menghentikan racun yang ada di dalam tubuh codot yang telah dimakan manusia hingga menular ke manusia lainnya seperti di Wuhan.
Mengapa Jepang berani mengevakuasi warganya dari Wuhan untuk kembali ke Jepang? Itu karena Jepang punya ahli mikroba yang sukses mengembangkan probiotik untuk atasi virus semacam corona dan lain-lain.
Allah SWT telah menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya dengan berbagai macam dan bentuk, serta berbagai fungsi dan tugasnya, baik yang tampak maupun tidak tampak, dari yang sangat kecil sampai yang sangat besar.
Berbagai sinar yang beraneka gelombangnya, hewan tidak bersel maupun hanya bersel satu; semuanya dimaksudkan untuk kesejahteraan umat ciptaan-Nya di muka bumi yaitu manusia.
Tidak ada satupun ciptaan Allah yang bertujuan untuk menyakiti umat-Nya, manusia. Hanya karena ketidaktahuannya saja, manusia belum mampu memanfaatkan berbagai ciptaan Tuhan untuk kemaslahatannya sendiri.
Bukankah dalam kita suci sudah tertulis larangan membunuh kelelawar alias codot? Bahkan, Nabi Muhammad SAW juga sudah menyampaikannya dalam hadits.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews