#IndonesiaTerserah, “Surakarta Sak Karep-Karepmu!”

Jangan biarkan para dokter dan tenaga medis lainnya berjuang sendirian. Pemerintah dan masyarakat harus mengikuti protokol kesehatan dalam menghadapi Covid-19.

Rabu, 20 Mei 2020 | 11:55 WIB
0
136
#IndonesiaTerserah, “Surakarta Sak Karep-Karepmu!”
Kekecewaan tenaga medis atas kebijakan pemerintah. (Foto: Istimewa).

Foto Evi Rismawati, seorang tenaga kefarmasian di salah satu Puskesmas di Kota Surakarta, Jawa Tengah, membagikan fotonya yang memegang tulisan #Indonesia Terserah dalam akun media sosialnya yang sedang viral.

Evi sangat menyayangkan kebijakan pemerintah. “Kecewa sama kebijakan pemerintah yang cenderung tumpang tindih. Yang 'A' bilang begini, yang 'B' bilang begini, jadi mereka nggak sinkron satu sama lain,” ujar Evi.

“Itu kan menyulitkan kami yang [bekerja] di [pelayanan] kesehatan. Kalau misalnya ada apa-apa, pasien tambah, otomatis kami yang repot,” lanjutnya seperti dilansir BBCIndonesia.com. Sejumlah tenaga medis mengatakan kebijakan pemerintah 'tumpang tindih'.

Salah satu kebijakan yang disorot Evi adalah terkait kebijakan larang mudik yang kontradiktif dengan pengecualian pergerakan masyarakat ke daerah lain. “Ada larangan mudik, terus tiba-tiba bandara dibuka. Itu otomatis bertolak belakang,” ungkapnya.

“Ngapain bikin peraturan begitu, kalau akhirnya nggak bisa dijalankan dengan maksimal?” tegas Evi. Ia juga menyayangkan masih terlihatnya kerumuman di daerahnya.

“Kalau ada insentif bagi tenaga kesehatan yang dibicarakan di TV, kami sama sekali belum menerima dan nggak menuntut itu. Yang penting kami [memberi] pelayanan seperti biasa,” kata Evi.

“Tapi kami minta tolong masyarakat harus benar-benar sadar diri bagaimana harus menyikapi hal ini. Kalau nggak terpaksa keluar rumah, jangan keluar rumah,” pinta Evi.

Rasa kecewa juga disampaikan Jumardi, perawat di sebuah fasilitas kesehatan di Samarinda, Kalimantan Timur, ikut mengunggah foto dirinya dengan APD dengan #Indonesiaterserah di media sosialnya.

Jumardi kecewa ketika membaca berita bahwa pemerintah mengizinkan sekelompok orang kembali bekerja seperti biasa. “Pemerintah ingin menghambat atau memutus pandemi Covid-19, tapi justru malah membuat kebijakan yang membebaskan orang umur 45 tahun ke bawah beraktivitas seperti biasanya,” ujarnya.

Ia khawatir hal itu akan meningkatkan jumlah kasus positif Covid-19. “Khawatirnya ketika penderita makin banyak, [kami] takut fasilitas kesehatan tidak cukup untuk menampung pasien Covid-19 dan tenaga kesehatan kewalahan dalam penanganannya,” lanjutnya.

“Kami pakai APD tapi tetap was-was,” ungkap Jumardi. Itulah realita yang terjadi hari-hari ini yang menghinggapi para tenaga medis di lapangan. Mereka ini adalah “pasukan” yang ada di garda depan dalam “melawan” virus corona atau Covid-19.

Mereka kecewa! Sejumlah tenaga medis di Indonesia menumpahkan kekesalan terhadap apa yang mereka sebut sebagai kebijakan pemerintah yang “berpotensi memperluas penyebaran Covid-19” dengan menggunakan #Indonesiaterserah di media sosial.

Beberapa kebijakan yang disoroti tenaga medis diantaranya adalah pengecualian pergerakan masyarakat keluar kota hingga diperbolehkannya warga berusia di bawah 45 tahun di 11 sektor yang dibolehkan kembali bekerja di kantor.

Di sisi lain, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Dokter Brian Sriprahastuti, menanggapi hal itu dengan menegaskan bahwa pemerintah tetap konsisten menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

“[Sesuai] prinsip PSBB, individu masih boleh beraktivitas tapi dibatasi, termasuk work from home (bekerja dari rumah) dengan pengecualian,” ujarnya dalam pesan tertulis pada BBC News Indonesia, Jumat (15/05/2020).

Menurut Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Letjen TNI Doni Monardo, pemerintah berharap tenaga kesehatan tidak menjadi kecewa.

Doni mengatakan sejak awal pemerintah selalu meminta masyarakat untuk melakukan upaya-upaya untuk mengurangi penularan Covid-19 karena jika jumlah kasus meningkat, dokter dan perawat akan kerepotan.

"Jangan kita biarkan dokter-dokter kita kelelahan. Jangan biarkan dokter kita kehabisan waktu dan tenaga. Mereka telah menghabiskan waktu, tenaga, bahkan mempertaruhkan nyawanya untuk keselamatan bangsa Indonesia. Oleh karenanya wajib kita lindungi,” tegas Doni.

Menurut Kepala BNPB itu, Indonesia memiliki jumlah dokter yang sedikit jika dibandingkan dengan negara-negara lain, yakni kurang dari 200.000 orang. Sementara, jumlah dokter paru-paru, hanya 1.976. “Kalau kita kehilangan dokter, ini adalah kerugian yang besar bagi bangsa kita,” tegas Doni (18/05/2020).

Pakar kesehatan masyarakat Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Joko Mulyanto, turut membagikan satu foto tenaga kesehatan yang memegang kertas bertuliskan “Indonesia terserah, suka-suka kalian” di akun Twitter-nya, Kamis (14/05/2020).

Joko mengatakan foto itu bukan miliknya, tapi beredar di salah satu grup WhatsApp tempat ia bergabung. Cuitan itu dibagikan lebih dari 11.000 orang dan disukai lebih dari 24.000 orang hingga Jumat (15/05/2020) sore.

Ia terkejut foto itu dibagikan begitu banyak orang di media sosial. “Dalam pandangan saya, [foto] itu di-retweet dan di-like begitu banyaknya orang, berarti kegelisahan itu memang mungkin menjadi concern (perhatian) banyak orang di media sosial,” kata Joko.

Pakar kesehatan masyarakat Universitas Jenderal Soedirman, Joko Mulyanto, mengatakan ungkapan para petugas medis di sosial media itu mencerminkan kekesalan karena sejumlah kebijakan pemerintah belakangan ini.

Joko, yang juga suami seorang tenaga kesehatan yang bertugas menangani pasien Covid-19, mencontohkan kebijakan pembagian bantuan sosial (bansos) di sejumlah tempat yang pada akhirnya menarik kerumunan.

Meski tujuannya baik, ia mengatakan pembuat kebijakan tidak memiliki pemahaman baik mengenai cara mencegah penularan Covid-19. “Hal-hal ini membuat [tenaga medis] jadi kesal,” ungkap Joko.

Meskipun begitu, Joko mengatakan yakin petugas kesehatan tak akan mundur dari tugasnya. “Kalau teman-teman pasrah dan tidak melakukan apa-apa atau malah berbalik menjadi pasif, keadaannya malah akan lebih buruk,” ujarnya.

Sebagai seorang pakar kesehatan masyarakat, Joko akan tetap memberi rekomendasi kepada pemerintah. “Ini ungkapan kekesalan, tapi kami nggak terus kemudian berhenti, nggak ingin melakukan apa-apa. Kami akan tetap kritis, tetap memberi rekomendasi,” tegasnya.

Ungkapan kecewa atas kebijakan pemerintah dari para tenaga medis tersebut seharusnya jadi perhatian pemerintah. Karena, bagaimana pun mereka ada di garda terdepan dalam “perang” melawan Covid-19 yang sudah menjadi pandemi di Indonesia ini.

Jangan biarkan para dokter dan tenaga medis lainnya berjuang sendirian. Pemerintah dan masyarakat harus mengikuti protokol kesehatan dalam menghadapi Covid-19. Presiden Joko Widodo dan para menteri harus “sejalan” dan seiring saat mengeluarkan kebijakan.

Mudik dilarang, tapi transportasi diizinkan dengan syarat. Lha Covid-19 itu kan bisa naik ke dalam pesawat dan moda transportasi lainnya.

***