Apakah Perlu Kampanye Hitam?

Minggu, 3 Maret 2019 | 22:41 WIB
0
205
Apakah Perlu Kampanye Hitam?
Stop Kampanye Hitam (Ronald Wan)

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan “"Black campaign itu fitnah. Tidak ada, diada-adakan itu namanya fitnah. Black campaign itu tidak boleh, itu adalah tindak pidana," (Kompas.com). Membaca definisi tersebut membuat kita perlu bertanya, Apakah perlu kampanye hitam?

Sedangkan dalam artikel yang sama Mahfud MD mengatakan "Kalau negative campaign itu fakta tentang kekurangan seseorang, prestasi rapor merah tentang pekerjaan," sehingga boleh menurutnya.

Viralnya sebuah video emak-emak yang telah ditangkap polisi karena diduga melakukan kampanye hitam mencederai demokrasi Indonesia. Dalam video berbahasa sunda itu pelaku mengajak untuk tidak memilih Jokowi.

"Moal aya deui sora azan, moal aya deui nu make tieung. Awewe jeung awene meunang kawin, lalaki jeung lalaki meunang kawin," kata salah seorang perempuan.

Jika diartikan, pernyataan di atas memiliki arti : Suara azan di masjid akan dilarang, tidak akan ada lagi yang memakai hijab. Perempuan sama perempuan boleh kawin, laki-laki sama laki-laki boleh kawin. (sumber).

Perwakilan BPN Habiburokhman (Direktorat Advokasi BPN) ketika dikonfirmasi oleh Detik pada 24 Feb 2019 mengatakan bahwa ibu-ibu yang ada di video itu bukanlah bagian dari tim kampanye. "Kalau dari BPN jelas bukanlah, pola kerja kami fokus penyampaian visi-misi program dan mekanisme lawan kecurangan pemilu," kata Habiburokhman.

Namun satu hari kemudian tepatnya tanggal 25 Feb 2019 Ferdinand Hutahean yang merupakan juru bicara BPN mengakui bahwa emak-emak itu adalah relawan PEPES walau dia tidak mengetahui kepanjangan dari PEPES.

Ferdinand juga mengatakan bahwa "Mereka itu sampaikan apa yang mereka rasakan dan duga akan terjadi. Jadi mereka menyampaikan prasangka,". Prasangka yang timbul akibat informasi tentang LGBT yang marak di era Jokowi dan adanya polemik tentang suara azan. Sehingga ini bukan kampanye hitam menurut Ferdinand.

Sekadar informasi PEPES adalah singkatan dari Partai Emak-emak Pendukung Prabowo Sandi. Fadli Zon adalah salah satu penasihat PEPES. Sama seperti Ferdinand. Fadli juga mengatakan ““Video tersebut saya kira itu kan masih merupakan satu pendapat. Pendapat dari pribadi yang bersangkutan. Bukan dari relawan resmi. Jadi, saya kira bukan kampanye hitam,”.

Apakah ini bukan kampanye hitam? Membaca kembali definisi kampanye hitam menurut Mahfud MD, besar dugaan ini adalah kampanye hitam karena menyebar fitnah. Walau seperti kata Fadli Zon tidak dilakukan oleh relawan resmi.

Jokowi sudah berkuasa selama 4,5 tahun, apakah ada larangan untuk azan? Apakah perkawinan sejenis dilegalisasi? Atau ada larangan untuk berhijab? Saya sendiri belum pernah mendengarnya.

Apalagi calon wakil presiden Jokowi pada periode kedua ini adalah Kyai Haji Ma’ruf Amin seorang ulama yang merupakan bagian dari NU dan MUI. Sehingga tidak mungkin mendukung tindakan untuk melarang azan dan melarang pemakaian hijab.

Mengapa ini terjadi?

Alasan pertama menurut pendapat saya adalah banyaknya informasi yang tidak benar yang bersimpang siur baik dari mulut ke mulut ataupun di media sosial. Sehingga emak-emak PEPES bisa mengambil kesimpulan seperti itu dan melakukan kampanye mendukung Prabowo Sandi secara tidak etis serta melakukan tindak pidana menurut Mahfud MD.

Pertanyaannya adalah siapa yang menyebarkan informasi-informasi hoaks ini? Apakah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab? Atau ada aktor intelektualnya?

Alasan kedua mungkin emak-emak ini sama seperti saya yang bingung tentang apa program yang ditawarkan oleh Prabowo Sandi? Sehingga dalam kampanye melakukan hal yang paling mudah dilakukan yaitu ajakan untuk tidak memilih Jokowi dibanding dengan ajakan untuk memilih Prabowo.

Mungkin juga program yang ditawarkan kubu 02 memang sangat canggih sehingga sulit untuk ditangkap oleh nalar saya yang terbatas.

Apakah perlu kampanye hitam?

Sebaiknya jangan dilakukan oleh pendukung Jokowi-Ma’ruf ataupun Prabowo Sandi. Lebih baik melakukan kampanye yang bercerita tentang keunggulan pasangan masing-masing atau kampanye positif.

Kampanye negatif masih boleh dilakukan. Misalnya dengan menyebut Jokowi salah data dalam debat Capres kedua tentang kebakaran hutan yang ternyata masih terjadi walaupun berkurang banyak dibanding masa sebelumnya. Atau tentang Prabowo yang mungkin kurang paham mengenai unicorn.

Jangan sampai kita akhirnya ditangkap polisi karena melakukan kampanye hitam. Dukunglah calon kita secara wajar dan jujur. Karena belum tentu tim sukses akan membela kita yang terkena kasus hukum akibat mendukung salah satu pasangan calon.

Belajarlah kepada Ratna Sarumpaet yang walaupun tetap loyal dengan salam dua jari pada saat disidang, tetapi tetap tidak ada yang membela. Malah disebut Mak Lampir oleh jubir pemenangan BPN Andre Rosiade.

***