Diamnya SBY Saat Andi Arief Lempar Isu Hoax 7 Kontainer Surat Suara

Jumat, 11 Januari 2019 | 19:40 WIB
0
1867
Diamnya SBY Saat Andi Arief Lempar Isu Hoax 7 Kontainer Surat Suara
Susilo Bambang Yudhoyono (Foto: Okezone.com)

Makin dekat pilpres, isu dan berita makin menghangat, dan kisah surat suara tercoblos dari negeri China masih simpang siur, bahkan cenderung hoax alias boong. Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya 80 juta surat suara tercoblos, setara dengan Rp80 juta harga VA sekali coblos.

Sebenarnya semua sudah jelas, hanya soal pertanggungjawaban personal saja yang menjadi ribet dan malah ke mana-mana. Melebar ke institusi militer segala, kepolisian yang jelas memang berkaitan langsung.

Media sosial seolah kini menjadi lebih kredibel daripada lembaga yang seharusnya. Semua-semua “melapor” ke dan lewat media sosial. Padahal ada KPU, Bawaslu, dan juga kepolisan, atau KPK jika ada potensi tindak korupsi. Semua kalah oleh yang namanya twitter. Praktis, semua lini birokrasi teratasi, dan viral, itu yang utama. Soal benar atau separo benar, atau salah sekalipun urusan belakangan.

Ada beberapa kejadian cukup menarik soal hoax surat tercoblos tujuh kontainer ini, dalam  ulasan kali ini, mau melihat sisi Demokrat yang “tersangkut” karena cuitan Andi Arief. Cukup lama dan heboh karena melebar tidak karuan, namun mengapa SBY diam saja.

Itu tanda tanya besar. Boleh dong publik menduga-duga; jangan-jangan memang SBY di balik semua hoax 7 kontainer surat suara itu. Ya, bisa dibedakan lah ketika Roy suryo berbicara dulu, SBY perlu angkat bicara juga. Sekarang bungkam seriba bahasa.

Sisi lain persoalan lagi-lagi model habis manis sepah dibuang, tiba-tiba amnesia ala Zon ketika koleganya terjerat kasus, yang potensial kriminal lagi. Merasa tidak kenal, namun rekam jejak digital mengonfirmasi cukup berbeda. Ini bukan bagian ulasan kali ini, lain kali dengan tema yang sama sudut pandang lain.

Jadi berpikir buruk, jangan-jangan apa yang dicuitkan AA itu model di mana partainya memperoleh kemenangan pemilu yang luar biasa, plus presiden juga. Berandai-andai dengan pendekatan yang mirip dengan AA. Beberapa hal yang bisa menjadi sebuah indikasi:

Contreng, mengapa hanya sekali dan usai, kalau alasannya adalah memberikan pengalaman yang ebih modern dan lebih maju. Konon di dunia yang masuk memakai sistem coblos tinggal lima (5) negara.

Hayo mudah banget kan contreng itu dalam cetakan sekaligus dengan gambar? Mudah cetakan contreng dari pada lobang paku bukan? Sama sama sih, ditelisik juga sama gampangnya. Kalau contreng akan sama tempat, warna, bentuk, dan seterusnya. Pun coblosan juga sama akan identik dalam banyak hal.

Alih tugas para penyelenggara pemilu menjadi kader bahkan elit Demokrat. Ada Anas yang sudah lebih dulu menikmati bui. Ada juga yang masih benar-benar nikmat di dalam partai politik Andi Nurpati. Cukup aneh, entah apa yang akan dicuitkan AA jika dua sosok dari KPU itu masuk PDIP, atau menjadi staf ahlinya Jokowi misalnya.

Seolah yang ditudingkan kok lebih cenderung pengalaman pribadi. Seperti ayam babon yang bertelor, seperti orang yang kentut biar aman, dan hanya mereka yang berteriak lantang.

Itu sih hanya othak-athik gathuk, spekulasi yang masih perlu pembuktian lebih jauh lagi. Sebenarnya sangat mudah, kejujuran dan kehendak baik untuk kemajuan, kebaikan, dan keberadaan bangsa dan negara yang jauh lebih beradab.

Narasi yang kemudian dikembangkan ketika bisa diatasi dengan relatif cepat dan baik adalah, itu, kiriman tujuh kontainer hanya sebuah upaya pengalihan isu dan fokus, bahwa sudah berkembang bahwa itu hoax.

Ketika barang aslinya datang orang sudah lupa dan tidak lagi percaya. Cukup menarik apa yang dikembangkan ini. Siapa sih yang selama ini berkampanye, membesar-besarkan hoax, dan berita bohong atau palsu?

Mengapa SBY diam saja, padahal ketika hiruk pikuk dalam banyak kasus SBY langsung turun tangan dan semua reda? Padahal jelas merusak reputasi Demokrat yang terkenal santun dan bukan model kampanye ugal-ugalan demikian.

Apa yang disajikan AA, FH, dan AR jauh dari semangat dasar SBY jika bersama Anas dulu, yang jauh dari kata-kata kasar, emosional, dan kemarahan vulgar.

Roy Suryo pun pernah kena tegur dan mundur teratur hingga hari ini, ketika mendapatkan pesan karena sudah berlebihan dan keluar dari tugas pokoknya sebagai pengurus partai. Toh SBY masih cukup didengar dan Roy diam seribu bahasa, selain juga karena malu mengemplang pernik-pernik barang Kemenpora, yang tentu saja tidak diakui Roy.

Peristiwa kader Sulut yang beralih ke partai lain, menuding jaksa agung dan presiden terlibat, ini oleh AA, SBY langsung meminta maaf kepada presiden dan jaksa agung. Padahal dampaknya jauh berbeda, lembaga yang disasar juga relatif sama, mengapa berbeda?

SBY secara tidak langsung mendapatkan dampak pemilih, ketika Demokrat disebut. Berhenti pada AA yang buruk sedangkan posisi SBY dan Demokrat aman-aman saja. Toh jika sudah terdesak akan sama mudahnya seperti “mengirim” Anas ke Sukamiskin. Antisipasi ini pasti sudah diperhitungkan dengan cermat oleh SBY sebagai ahli strategi.

Biasa SBY ketika bukan keluarganya akan diam saja. Tudingan ini tidak membawa dampak buruk bagi keluarga dan Demokrat secara langsung. Malah bisa positif, berbeda ketika jaksa agung diusik, bisa berabe kasus-kasus yang masih ngantri bisa tiba-tiba ditarik menjadi prioritas.

Ketika bisa mendapatkan keuntungan dengan kengawuran anak buahnya, buat apa harus bereaksi, kecuali ada calon itu anaknya. Lihat soal Ahok di Jakarta, SBY marah dan diperlihatkan, itu karena ada AHY di sana. Kini tidak ada kepentingan langsung yang membuatnya harus bereaksi.

Wajar SBY diam saja, karena memang tidak mempengaruhi kepentingannya. Beda jika kepentingannya yang terusik.

Salam.

***