Kekuatan Tito dan Idham Aziz Kolaborasi Jaga Visi Presiden Jokowi

visi Presiden Jokowi dengan berbagai jangkar kekuatan yang sangat strategis. Jokowi butuh orang setia dan bekerja, bukan pengkhianat yang menjual NKRI kepada ISIS atau Khilafah.

Rabu, 20 November 2019 | 06:44 WIB
0
391
Kekuatan Tito dan Idham Aziz Kolaborasi Jaga Visi Presiden Jokowi
Idham Aziz dan Tito Karnavian (Foto: Facebook/Ninoy Karundeng)

Menjadi Jokowi itu tidak gampang. Maka dia pilih orang yang setia. Kepada NKRI. Mendagri Jenderal Polisi (Purn) Tito Karnavian yang jelas menyebut Visi Presiden dalam acara Pisah Sambut di Mako Brimob Kepaladua, Depok, Jawa Barat, Rabu (6/11/2019).

Kapolri Jenderal Idham Aziz pun dengan tegas akan mendukung dan melanjutkan semua program kerja pendahulunya. Ini penting untuk Jokowi dan Indonesia. Pilihan terhadap keduanya adalah wujud kejelian Jokowi melihat kebutuhan dan individu.

Tepat Idham Aziz adalah penjaga gawang di Polda Metro yang berdarah-darah mengamankan situasi Jakarta bersama TNI tentunya. Jokowi melihat itu. Catatan tentang Jokowi menjadi menarik antara kesetiaan dan prestasi selalu Jokowi hargai.

Jokowi Butuh Kesetiaan

Jokowi untungnya adalah orang bebas. Dia bukan politikus an sich. Hingga kepak sayapnya tetap berani mengembang. Meski tidak ada gading yang tak retak. Kelamahan dan sekaligus kekuatan Jokowi adalah ketulusannya. Jujur dan tulus. Pun dia selalu setia dengan siapa pun yang berjasa untuknya.

Kedekatan Jokowi dengan Jenderal Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) bukan kemarin sore. Bukan saat dia jadi Presiden RI. LBP adalah salah satu mentor bisnis mebel Jokowi selain Pakde Miyono. Maka ketika dia muncul memegang KSP, dia membenahi administrasi dan komunikasi. Bersama Jokowi lainnya adalah Mas Eko Sulistyo dan tentu Mas Anggit. Belakangan muncul kolega Jokowi dari UGM. Pratikno.

Atas dasar itulah maka dinamisasi di Istana begitu kental. Dan, Jokowi tetap menjadi kepalanya. Kasus-kasus besar seperti Mendikbud Anies Baswedan diselesaikan dengan disingkirkanya Anies. Hiruk pikuk soal kemaritiman diselesaikan dengan mengakhiri jabatan Rizal Ramli. Tegas.

Baca Juga: Goverment Award untuk Kabupaten Bekasi Itu Benar atau Sekadar Sindiran?

Periode pertama Jokowi-JK diisi dengan pembangunan infrastruktur dan peletakan ritme kerja. Kementerian yang merasa lebih berpengalaman. Maka hampir semua lembaga dan kementerian berjalan sendiri-sendiri. Visi Presiden tenggelam.

Buktinya? Di web resmi kementerian lembaga sangat sedikit prestasi kerja yang ditampilkan terkait dengan Jokowi. Hanya menteri dan pejabat terkait. Ini meresahkan. Akibatnya rating kinerja Jokowi jadi jeblok.

Penyebabnya tidak ada resonansi dan amplifikasi informasi kinerja menteri terkait dengan visi Presiden. Bayangkan kinerja bernilai Rp8.000 triliun hanya menghasilkan angka 3% pemilih. Dari 52% di Pilpres 2014 sekian ke 55% di Pilpres 2019.

Dan, jika Jokowi salah pilih Cawapres bukan Ma’ruf Amin maka dipastikan Jokowi akan kalah. Ini pun perhitungan politik hebat Jokowi – dengan penasihat politik luar biasa yang kini justru tetap memilih menjadi anggota DPR dan ada yang memilih tidak menjadi siapa. (Orang ini mirip Mas Anggit yang tetap menjadi sekretaris pribadi. Nir pamrih. Membantu Jokowi ya tulus tidak mencari kedudukan Menteri.)

Kondisi periode pertama itu sungguh berat. Tarik-menarik kepentingan begitu dahsyat. Jokowi menahan diri. Tidak reaktif. Karena dia justru melakukan pemetaan, tenang dan nyaman. Meski badai proxy yang menyerangnya begitu kencang. Salah satunya, ketika Jokowi teriak melawan radikalisme, justru di BUMN berkembang menjadi sarang radikalisme anti Pancasila.

Jokowi Konsisten

Kini Jokowi lebih tampil garang. Mafia dia akan sikat. Ini sangat membanggakan. Mafia yang berkelindan di hampir semua lini kehidupan akan coba dibenahi oleh Jokowi. Dan pahamkanlah, contoh mafia tidak harus besar.

Bahwa mafia berkolaborasi dengan ormas-ormas untuk memeras pengusaha kecil. Dalam skala besar yang diperas tentu bukan pengusaha kecil. Bahkan bisa penguasa. Ini yang publik sering tidak paham.

Yang lebih gila lagi adalah mafia pun sering kali menggandeng ormas keagamaan, untuk melancarkan aksinya. Niat busuk merampok Negara ditutupi dan ditopengi dengan balutan agama. Dan, bangunan hubungan menghidupi secara ekonomi (meski salah) seperti sepak terjang GARIS di Sukabumi, Cianjur, Bogor, Garut dan lain tempat bukan sekedar terkait dengan isu ISIS. Garis memberi solusi ‘bisnis’ besar. Radikalisme keagamaan hanyalah alat.

Maka menjadi jelaslah untuk membongkar carut-marut itu Jokowi melakukan pilihan yang tidak biasa. Dia selain menegaskan tidak ada visi Menteri, yang ada hanya visi Presiden Jokowi, maka dia menegaskan tujuan lain. Jokowi menegaskan posisinya. Dia tidak mau diatur-atur. Kegagalan komunikasi diperbaiki.

Jangkar Kekuatan di Posisi Strategis

Dipasanglah Mendagri Jenderal Polisi (Purn.) Tito Karnavian untuk membenahi ASN. Menteri Agama dipilihlah Jenderal TNI (Purn.) Fachrul Razi. Menteri Pertahanan Prabowo. Mahfud MD pun dirapatkan dalam barisan untuk menguatkan narasi. Pas.

Baca Juga: Cegah "Organized Crime" ala Meksiko, Polda Metro Sikat Premanisme di Bekasi

Di bidang yang paling penting dibutuhkan rakyat kecil dan rakyat besar. Kesehatan. Jokowi memasang Jenderal TNI Dr. Terawan. BPJS akan dibenahi. Pembenahan menyeluruh akan dilakukan. Penyelewangan pun akan disikat habis.

Pembenahan menyeluruh di tingkat pemerintahan level kepala daerah, ASN, menemukan titik dukung dari berbagai penjuru. Ada Tito, ada Idham Aziz, ada Fachrul Razi. Akselerasi penegakan hukum sebagai salah satu kunci pembenahan NKRI akan sangat kencang.

Dan, itu visi Presiden Jokowi dengan berbagai jangkar kekuatan yang sangat strategis. Jokowi butuh orang setia dan bekerja, bukan pengkhianat yang menjual NKRI kepada ISIS atau Khilafah.

Ninoy Karundeng

***