FPI dan Peringatan Keras Hendropriyono terhadap Politik Zigzag

Mahfud MD, Tito Karnavian dan Fachrul Razi tengah memainkan peran mereka masing-masing. Politik zigzag untuk melempar isu, agar Netizen menguliti FPI dengan segala sepak terjangnya.

Senin, 16 Desember 2019 | 06:49 WIB
0
586
FPI dan Peringatan Keras Hendropriyono terhadap Politik Zigzag
AM Hendropriyono (Foto: Facebook/Ninoy N. Karundeng)

Terkait penanganan Pemerintah terhadap FPI, Mantan KaBIN Jenderal (Purn.) AM Hendropriyono memberikan pernyataan keras. Politik zigzag dan maju mundur yang dipraktikkan oleh Jokowi (lewat para menteri kuncinya) bisa kontraproduktif. Sikap maju mundur Menag Fachrul Razi membuat publik dag dig dug.

Ini belum berbicara pencabutan SKB Tiga Menteri terkait pendirian tempat ibadah. Yang di Indonesia Barat menjadi masalah berat. Sumber kisruh dan intoleransi yang mengakar. Kasus gereja Yasmin, gereja HKBP Bekasi, dan gereja Katolik Santa Bernadet tetap terkatung meski Jokowi sudah lima tahun berkuasa. Umat Katolik jemaah gereja St Bernader hanya memakai tenda sebagai gereja. Hanya itu yang diizinkan. Seperti kabilah di gurun pasir. Miris. Kasihan.

Soal FPI. Guru dan ahli intelejen jempolan Indonesia, Hendropriyono memberikan catatan khusus. Pengamatan berdasarkan pengalaman tak bisa dipungkiri. Dia melihat dengan jernih bahwa akar masalah harus diselesaikan. Yakni komitmen Pemerintah untuk menindak tegas, membangun tekad, dan menyelesaikan persoalan mendasar.

Baca Juga: Berbalik Bela Rizieq Shihab, Bentuk Kekecewaan NU Akibat Tak Dapat Kursi Menag?

Namun, sebelum masuk ke ranah tersebut, Hendropriyono melihat adanya sikap ragu di kalangan para menteri dalam mengambil keputusan. Dengan tegas dia menyebutkan bahwa pemerintah tidak perlu takut menghadapi FPI.

“Buat apa Pemerintah takut menghadapi FPI. FPI yang jumlahnya hanya 200 ribu jangan dibiarkan, karena bisa membahayakan dan mengorbankan 267 juta rakyat Indonesia,” tegas Hendropriyono dalam pernyataan tertulisnya baru-baru ini.

Jokowi adalah master of politics. Itu diakui oleh dunia. Dia terpilih menjadi Asian Man of the Year. Itu berkat kemampuannya melakukan terobosan di bidang ekonomi, pemberantasan korupsi, dan kemampuan bermanuver politik di tengah ancaman radikalisme.

Namun demikian ada baiknya Jokowi dan para menteri merenungkan peringatan keras mantan Ketua BIN AM Hendropriyono. Ini terkait bukan hanya FPI namun gambaran penanganan lebih komprehensif terkait radikalisme yang tumbuh subur di semua lini kehidupan.

Memang, Indonesia masih selamat secara ekonomi dan politik. Namun terkait penaganan radikalisme anti Pancasila, intoleransi, Jokowi tentu akan mendengarkan banyak pihak baik yang pro dan kontra. Kenapa?

Karena harapan masyarakat begitu tinggi terhadap Kabinet Indonesia Kerja jilid II. Terlebih lagi di dalam kabinet muncul tokoh hebat pro pluralisme seperti Mahfud MD sebagai Menkopolhukam. Ada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Lalu dipasang seorang Jenderal (Purn.) Fachrul Razi. Juga tak kurang Prabowo Subianto masuk di dalamnya. Pemain lama politikus Yasonna Laoly pun dihadapkan sejalan dalam pemberantasan radikalisme.

Persoalan yang jika dibiarkan akan mengoyak persatuan dan kesatuan bangsa. Bahkan diyakini paham khilafah dan radikalisme Wahabi bisa menghancurkan Indonesia seperti layaknya Suriah, Yaman, Libya, Mali, Afghanistan, Mesir, dan negara lainnya di Afrika dan Timur Tengah.

Seakan tak mau kalah dengan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa yang bertindak cepat menindak radikalisme di tubuh TNI, para menteri Jokowi yang baru berbicara lantang. Berbicara. Berteriak memberikan harapan. Publik sumringah.

Harapan yang tinggi itu mendapat resonansi. Mahfud MD bicara lantang. Dia mengizinkan pembangunan tempat ibadah selain masjid di BUMN. Angin segar semilir mewangi. Top. Lalu Tito Karnavian pun menyambut dengan gebrakan pembenahan ASN. Mantap.

Baca Juga: Soal FPI Jokowi Cuma Ditemani Mahfud MD dan Tito Karnavian

Tak kalah menggetarkan dan membumbungkan harapan adalah pernyataan Fachrul Razi. Dia bertekad melawan radikalisme. Posisi sebegai Menteri Agama sangat pas. Meski NU merasa kehilangan posisi menteri tradisionalnya. Dia pun menyebut dirinya sebagai bukan menteri agama Islam saja, namun lima agama lainnya. Siiiip. Cool.

Namun, bagai disambar geledeg. Menteri Agama melakukan maneuver – atau memang takut beneran. Dia mendukung FPI. Dia memberikan rekomendasi perpanjangan izin FPI. SKT (Surat Keterangan Terdaftar) yang senyatanya adalah alat untuk mengeruk dana hibah dari Pemda-pemda di seluruh Indonesia.

Sementara Mahfud MD dan Tito Karnavian kembali menyatakan tidak akan memperpanjang izin. Belakangan Mahfud MD menyatakan FPI bisa tetap ada tanpa SKT. Artinya? Mahfud MD ngeper. Tito Karnavian tetap dalam posisi mempersoalkan AD/ART FPI yang jelas mencitakan negara Khilafah Islamiyah. Persis seperti HTI.

Padahal publik membutuhkan ikon, simbol, dan bukti penanganan terhadap radikalisme. Dan FPI adalah contoh pas yang pada awalnya para pejabat, termasuk Jokowi berkomitmen akan mendindak ormas pembuat kisruh. FPI adalah salah satunya. Sampai detik ini tidak jelas.

Muncul analisis bahwa tengah terjadi politik zigzag Jokowi. Karena pernyataan Jokowi bahwa semua visi adalah visi Presiden RI – tidak ada visi menteri. Namun jika itu benar, maka pro-kontra di Kabinet terkait FPI menjadi sesuatu yang melemahkan Jokowi. Jokowi salah memilih pembantunya, utamanya Menteri Agama.

Atau, bisa jadi pula Mahfud MD, Tito Karnavian dan Fachrul Razi tengah memainkan peran mereka masing-masing. Politik zigzag untuk melempar isu, agar Netizen menguliti FPI dengan segala sepak terjangnya. Hingga FPI tidak memiliki muka lagi untuk tegak.

Dan, FPI tak akan mendapatkan izin SKT yang bisa menghasilkan uang bernilai triliunan mungkin dari uang hibah ormas dari Pemda dan swasta. Jika itu benar, maka publik akan bersorak. Namun, jika semua maneuver itu bukan sebagai jebakan Batman, maka kekhawatiran publik menjadi nyata. Dan, untuk itu segera kembali kepada peringatan mantan KaBIN AM Hendropriyono!

Ninoy Karundeng, penulis.

***