Soal FPI Jokowi Cuma Ditemani Mahfud MD dan Tito Karnavian

Karena hakikat kekuasaan politik adalah kekuasaan dan kekuatan uang: bisnis dan kepentingan ekonomi.

Jumat, 13 Desember 2019 | 19:12 WIB
0
460
Soal FPI Jokowi Cuma Ditemani Mahfud MD dan Tito Karnavian
Tito Karnavian dan Mahfud MD (Foto: harianbatakpos.com)

Wahaha! Harapan menjulang tinggi ke langit tingkat tujuh! Kombinasi Mahfud MD, Tito Karnavian, Prabowo, Fachrul Razi, dan Yasonna Laoly yang awalnya menjanjikan kelihatan rapuh. Apa yang terjadi? Jangan sampai Jokowi kembali jadi seorang diri, melawan radikalisme. Akibat Menag Fachrul Razi beraksi mendukung FPI.

Untung Jokowi langsung beraksi dengan meminta Mahfud MD dan Tito Karnavian berdiri di jalan yang benar. Berseberangan dengan Fachrul Razi. Jokowi diharapkan publik untuk tidak memperpanjang izin ormas FPI.

Yang senyatanya Jokowi, dan hanya dia yang berani merangsek HTI. Membubarkannya. Meskipun tidak ada tindak lanjut untuk menindak penyebar paham radikal anti Pancasila pendukung khilafah itu. Orang HTI masih berkeliaran di masjid dan lembaha pemerintahan. Bebas.

Jokowi paham. Menteri salah satu ujung tombak mempertahankan NKRI. Namun, nyali ternyata sangat dibutuhkan oleh menteri, selain nasionalisme yang menggelegak. Tanpa kekuatan ideologi nasional Pancasilais, niscaya siapa pun akan kehilangan nyali melawan radikalisme anti Pancasila.

Nyali ini menyangkut integritas. Berani berdiri berhadapan dengan berbagai kepentingan. Termasuk kepentingan politik. Kepentingan politik diri sendiri dan orang lain. Dalam politik selalu ada kepentingan di balik jabatan seseorang. Ada kasir alias bohir. Ada cukung alias pendana. Ada mafia di balik kekuasaan.

Hingga seorang yang menjabat suatu posisi menteri misalnya, bisa tidak berkutik. Karena kepentingan orang di belakangnya yang justru lebih berkuasa. Dan, orang yang berkuasa itu telah duduk di singgasana emas berlian di atas kekuasaan siapa pun. Selama 30-50 tahun lalu.

Karena hakikat kekuasaan politik adalah kekuasaan dan kekuatan uang: bisnis dan kepentingan ekonomi. Kebutuhan makan. (Yang menjadi masalah adalah kerakusan. Serakah untuk membangun kejayaan kehidupan tanpa batas – yang ketika kekayaan terkumpul dianggap menjadi kehormatan. Yang ketika mati pun hilang tanpa bekas. Akibat gaya hidup hedonis.)

Maka soal seperti FPI dan HTI adalah wujud tekanan dan kepentingan yang publik tidak paham. Publik hanya mendapat gambaran di permukaan. Kepentingan uang, fulus, duit, money, korup itu menjadi bagian yang publik suka terkecoh.

Bahwa makin tua tidak butuh duit. Bahwa makin tua dan senior tidak punya nafsu merampok uang negara? Salah. Hanya yang memiliki akar nasionalisme yang rela tidak kaya raya. Hanya yang punya nasionalisme yang berani teriak melawan radikalisme.

Kalau, bahkan seperti Fachrul Razi takut dan lari tunggang-langgang soal FPI dan kaum radikal lainnya, ya itu harus diterima publik. Masih banyak purnawirawan yang tegar berjuang. Ada AM Hendropriyono, ada Try Soetrisno, ada LBP sohib Fachrul Razi. Ada Moeldoko. Dan ratusan purnawirawan lain. Soal yang lebih hebat dari Fachrul Razi di Bravo 5, LBP juga bisa rekomen lainnya. Banyak.

Di luar itu calon menteri hebat ada orang yang terlupakan dan dibuang oleh Jokowi. Agus Maftuh Abegebriel. Dialah yang melobi hingga Iriana menjadi perempuan pertama yang diperbolehkan masuk ke Makam dan Rumah Rasullullah Muhammad SAW. Juga Jokowi dan keluarganya masuk ke Ka’bah.

Di tengah kampanye yang begitu keras. Agus ini yang berjasa membuat pesan kuat ke ummat di Indonesia. Hanya yang diizinkan oleh Allah SWT yang bisa masuk Ka’bah, meski ikhtiar dari manusia seperti Raja Salman. Dan ikhtiar itu dari Agus yang terbuang. Dia sangat pantas menjadi menteri agama.

Kita, publik yang masih waras, hanya menunggu keputusan. Bukan sekedar keputusan. Namun keberanian. Itu disandarkan pada Jokowi, Mahfud MD dan Tito Karnavian. Cuma tiga orang itu cukup untuk tegas meletakkan dasar menjaga keutuhan NKRI.

Ninoy Karundeng, penulis.

***