Ke depannya lagi, setelah 2024, mungkin tantangan yang dihadapi dalam menjaga NKRI sudah berubah, atau sangat mungkin tak terbayangkan di saat ini.
Dalam Pilpres 2019 kemarin PS-SU meraih 44%. Secara makro, pendukung PS-SU itu terdiri atas dua kelompok, pendukung sisa-sisa Orde Baru dan kelompok yang berorientasi pada khilafah.
Alangkah baiknya jika ada publikasi dari lembaga survei yang memaparkan break down dari 44% atau 60 juta suara itu berapa persen pemilih pendukung Orde Baru, berapa persen pendukung khilafah. Ini penting untuk memetakan kekuatan yang akan bertarung pada Pilpres 2024.
Mungkin, dalam lima tahun ke depan kekuatan sisa-sisa Orde Baru sudah makin kecil. Tapi kekuatan kelompok-kelompok yang berorientasi pada khilafah Indonesia harus diwaspadai. Karena, jika Pilpres 2024 nanti diikuti oleh tiga, empat, atau lima pasang Capres-Cawapres, maka jika koalisi yang berorientasi pada khilafah meraih 35% saja sudah bisa leading. Ingat apa yang terjadi dengan Pilkada DKI 2017.
Kekhawatiran itu perlu direspon sejak sekarang, terlebih temuan BIN yang menunjukkan bahwa 39% mahasiswa di tujun PTN unggulan sudah terpapar paham radikal. Dalam lima tahun ke depan, mereka itu akan menjadi bagian dari mesin politik bagi kelompok-kelompok yang berorientasi pada khilafah.
Baca Juga: Ancaman Ideologi Khilafah di Lingkungan Sekolah dan Pesantren
Diakui atau tidak, mereka itu adalah mahasiswa yang disiplin, berkomitmen tinggi pada oraganisasi, dan umumnya memiliki prestasi akademik yang bagus.
Artinya, dalam lima tahun ke depan, agenda utama yang akan digarap (seharusnya) bukan hanya meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan. Tapi juga bagaimana men-deliver pemahaman kepada publik, khususnya para pelajar dan mahasiswa, bahwa Indonesia kita adalah Indonesia yang majemuk, beragam, termasuk dalam hal keyakinan (agama).
Opsi lain adalah membangun benteng perundang-undangan yang memastikan bahwa Indonesia ke depan tetaplah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45.
Tentu, semua yakin dan percaya bahwa TNI–Polri akan tetap dengan komitmennya menjaga NKRI seperti yang dicita-citakan dalam Pembukaan UUD 45, apapun akan dilakukan, berapapun biayanya.
Tapi, alangkah sayangnya jika bangsa ini terus-menerus menghabiskan waktu (tenaga, pikiran, dan biaya) untuk menyelesaikan masalah-masalah yang seharusnya sudah selesai sejak dekade 1960an. Ketertinggalan dari bangsa lain akan semakin lebar.
Baca Juga: Narasi Rindu Khilafah
Ke depannya lagi, setelah 2024, mungkin tantangan yang dihadapi dalam menjaga NKRI sudah berubah, atau sangat mungkin tak terbayangkan di saat ini. Tapi upaya dan semangat untuk itu tidak boleh padam. Ini bukan tentang apa yang dilakukan sekarang lalu akan mendapat apa, tapi tentang dan untuk generasi mendatang.
Ingat, dahulu Teuku Umar, Imam Bonjol, Sisingamangaraja, Sultan Badaruddin II, Radin Inten, Sultan Banten, Pangeran Antasari, Sultan Hasanuddin, Pattimura, Frans Kaisiepo, Pangeran Diponegoro, Ngurah Rai, Soekarno, Hatta, Mohammad Toha, Otto Iskandar, Juanda, Tan Malaka, dan lain-lain berjuang bukan untuk generasi mereka sendiri, apalagi untuk mendapatkan sesuatu (pamrih materi) dari perjuangan mereka.
Tidak maukah kita meniru mereka: mewariskan Indonesia yang lebih baik untuk generasi nanti?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews