Oleh Daniel Karubaba
Aksi pembakaran sekolah oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang baru-baru ini terjadi di Kabupaten Puncak, Papua Tengah, kembali menunjukkan dampak buruk dari tindakan kekerasan terhadap fasilitas pendidikan di wilayah tersebut. Insiden tersebut menjadi bukti nyata bagaimana kelompok separatis ini merusak masa depan generasi muda Papua yang seharusnya berhak mendapatkan akses pendidikan yang layak.
Tidak hanya itu, tindakan ini juga menambah deretan panjang aksi serupa yang dilakukan oleh OPM dalam beberapa tahun terakhir, yang telah menghancurkan puluhan sekolah di berbagai wilayah Papua.
Pendidikan adalah fondasi penting bagi perkembangan masyarakat dan bangsa, khususnya di Papua yang membutuhkan perhatian khusus dalam pembangunan sumber daya manusia.
Namun, OPM dengan tindakannya terus-menerus merongrong upaya pemerintah dan masyarakat setempat untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak di Papua. Dengan membakar sekolah-sekolah, mereka bukan hanya merusak bangunan fisik, tetapi juga merampas hak anak-anak di Papua untuk belajar, tumbuh, dan berkembang secara intelektual.
Aksi pembakaran ini merupakan tindakan tidak bertanggung jawab yang harus dikecam dengan keras. Seperti yang dijelaskan oleh Kapolres Puncak, Kompol I Nyoman Punia, kelompok OPM yang dipimpin Kalenak Murib diduga bertanggung jawab atas insiden tersebut. Polisi dan aparat keamanan kini tengah mengejar para pelaku dengan harapan mereka bisa segera ditangkap dan diadili atas tindakan keji ini.
OPM telah berulang kali melakukan tindakan pembakaran fasilitas pendidikan, dan kejadian di Kabupaten Puncak hanya merupakan satu dari serangkaian aksi destruktif yang telah dilakukan. Data menunjukkan bahwa sejak tahun 2021 hingga 2024, OPM telah membakar setidaknya 20 sekolah di berbagai daerah di Papua, termasuk sekolah dasar, menengah, dan atas. Salah satu insiden besar lainnya terjadi pada 21 Mei 2024, ketika gedung sekolah terpadu YPPGI Kepas Kopo di Kabupaten Paniai, yang meliputi PAUD, SD, dan SMP, juga dibakar oleh kelompok separatis ini.
Aksi-aksi OPM tersebut tidak hanya mengancam stabilitas sosial, tetapi juga merusak masa depan generasi muda di Papua. Anak-anak yang seharusnya berada di sekolah untuk menimba ilmu justru terpaksa absen karena gedung sekolah mereka dibakar. Tidak hanya itu, banyak anak-anak di Papua yang trauma melihat kekerasan dan perusakan yang dilakukan di lingkungan tempat mereka seharusnya merasa aman dan nyaman. Hal ini dapat berdampak jangka panjang pada psikologis mereka dan pada akhirnya menghambat pembangunan sumber daya manusia di Papua.
OPM seolah-olah mengirimkan pesan bahwa mereka menolak pembangunan di wilayah tersebut, termasuk dalam bidang pendidikan. Padahal, pendidikan adalah salah satu kunci utama untuk keluar dari kemiskinan dan keterbelakangan yang masih dihadapi oleh sebagian besar wilayah di Papua. Dengan menghancurkan fasilitas pendidikan, OPM secara tidak langsung telah menyabotase masa depan anak-anak di Papua, yang merupakan generasi penerus yang seharusnya diberdayakan untuk membangun Papua yang lebih maju dan sejahtera.
Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Letkol Inf Candra Kurniawan, turut menyayangkan aksi tersebut. Menurutnya, pembakaran sekolah ini merupakan tindakan yang sangat disayangkan karena sekolah tersebut digunakan oleh anak-anak untuk belajar setiap hari. Masyarakat setempat juga mengecam keras tindakan ini, karena mereka sadar bahwa pendidikan adalah harapan untuk masa depan yang lebih baik bagi anak-anak mereka. Letkol Candra juga menegaskan bahwa aksi-aksi semacam ini menunjukkan bahwa OPM memang tidak menginginkan anak-anak di Papua mengenyam pendidikan yang layak.
Selain menghancurkan bangunan sekolah, tindakan OPM ini juga mengirimkan sinyal bahwa mereka tidak peduli dengan masa depan generasi muda di Papua. Padahal, antusiasme anak-anak di Papua untuk bersekolah sebenarnya sangat tinggi. Mereka memiliki semangat yang besar untuk belajar dan mengembangkan diri, tetapi hal ini terhalang oleh tindakan destruktif kelompok separatis yang tidak bertanggung jawab. Pembakaran sekolah ini hanya akan memperdalam kesenjangan pendidikan antara Papua dan wilayah lain di Indonesia, dan pada akhirnya menghambat kemajuan Papua secara keseluruhan.
Ketua MPR RI Periode 2019-2024, Bambang Soesatyo, juga turut mengecam aksi tidak bertanggung jawab ini. Ia menegaskan bahwa tindakan OPM merupakan kejahatan luar biasa yang harus mendapatkan penegakan hukum tegas. Pemerintah bersama aparat TNI dan Polri diminta untuk tidak segan dalam mengejar para pelaku dan menindak mereka sesuai hukum yang berlaku. Penegakan hukum yang tegas diharapkan bisa memberikan rasa aman kepada masyarakat di Papua, terutama kepada anak-anak yang berhak mendapatkan pendidikan tanpa rasa takut akan ancaman kekerasan.
Aksi OPM yang terus-menerus merusak fasilitas pendidikan di Papua jelas bertentangan dengan cita-cita mulia untuk menciptakan generasi muda yang berpendidikan dan mampu membawa Papua ke arah yang lebih baik. Masyarakat dan pemerintah harus bersatu dalam upaya menjaga keamanan dan stabilitas di Papua, serta memastikan bahwa anak-anak di Papua mendapatkan akses pendidikan. Sebab hanya dengan pendidikan yang baik, generasi muda di Papua dapat memiliki masa depan yang cerah dan turut berkontribusi bagi kemajuan Indonesia.
)* penulis merupakan mahasiswa asal Papua di Surabaya
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews