Sampai di titik ini, tidak ada satu pun bukti, baik wawancara dengan Herman, Lia, dan narasumber tidak jelas lainnya, tentang keterlibatan Puan Maharani.
Tempo. Atau Tempe. Itulah yang terngiang dalam pikiran banyak orang, setiap mendengar kata Tempo. Padahal, dulu Tempo adalah enak dibaca dan perlu. Waktu berlalu. Tempo berubah dari media berbobot ke media robot. Kaki tangan bohir yang mengendalikannya.
Tempo hanyalah nama integritas masa lalu. Bukan sekarang. Publik ingat kasus ketika Tempo menjadi budak KPK pro Novel Baswedan – anti Firli Bahuri. Oposan Presiden Jokowi. Ujung dari peran Tempo sebagai buzzer KPK Novel adalah dukungan ke Anies Baswedan, Jusuf Kalla, tewasnya 6 teroris FPI pun dia bela.
Pekan ini, Majalah Tempo mengeluarkan opini dengan judul mentereng, dengan cover Herman Hery. Bancakan Bansos Banteng. Opini Tempo tentang korupsi Juliari Batubara digiring liar. Menyasar Puan Maharani. Kata Madam diarahkan padanya. Opini yang menyerang elite PDIP.
Cara Tempo mengemas narasi pelintiran sungguh cerdas. Betapa wawancara blunder Herman Hery dimanfaatkan oleh Tempo dengan sangat baik. Omongan ngalor-ngidul tak karuan kisah perjalanan hidup Herman Hery dibungkus oleh Tempo menjadi narasi opini, tentang keterlibatan elite PDIP.
Bahkan Tempo pun mengulas kasus serempetan mobil Herman dengan Ronny Kosasih di arteri Pondok Indah di 2018. Juga kasus soal penyitaan minuman keras di Ende 2015, bahkan soal ketika menjadi saksi di KPK yang menjerat Jacobus Purwono. Semua dipaparkan sebagai batu lompatan opini tentang kriminalisme Herman.
Lalu, Tempo menarasikan sendiri pertanyaan keterlibatan Puan Maharani, meskipun Herman Hery tidak menyebutkannya. Sangkalan, jawaban, atau afirmasi Herman dipakai Tempo menyatakan dugaan keterlibatan Ketua DPR tersebut. Nanya sendiri, dijawab sendiri. Itulah cara menggiring opini ngawur.
Lebih parah lagi, tempo pun mengulas bocoran informasi dari sumber yang mantap: penegak hukum. Ikhwal pembocoran informasi dari penegak hukum ini menjadi menarik. Tempo melanggar hukum.
Bersamaan dengan Tempo, orkestrasi penggiringan opini tanpa dasar secara simultan dilakukan oleh skondan Tempo: Najwa Shihab. Najwa menggunakan kata Madam untuk topik yang sama. Untuk saling mendukung. Klop kaki tangan Cendana, dengan kaki tangan Novel dan Anies Baswedan.
Slogan mentereng Tempo sebagai media yang memaparkan paparan mendalam dan investigatif hanyalah omong kosong. Tempo Majalah tak lebih dari kaki tangan kelompok kepentingan. Bahkan tak segan melakukan jurnalisme fitnah dan hoaks. Namun dengan kecerdasan menulis opini tingkat tinggi.
Publik awam akan terkecoh cara penyajian informasi gaya post-truth Tempo baik majalah maupun koran. Tidak ada yang berbeda keduanya. Bagi Tempo yang penting melempar isu. Kata-kata seperti ditengarai, diduga, disandingkan dengan hasil wawancara Herman Hery. Agar seolah penggiringan opini tak berdasar Tempo hasil dari wawancara.
Narasumber tidak jelas, sumber informasi yang tidak bisa dikonfirmasi, dijadikan dasar merangkai cerita. Suatu cara menggiring isu dan penghakiman terhadap elite PDIP agar tampak seolah telah melakukan jurnalisme yang berimbang. Sejatinya Tempo tak lebih dari melakukan jurnalisme pelacuran: demi sensasi murahan dan duit.
Narasi terkait Herman Hery yang dibungkus Tempo sebagai alat menyerang Puan Maharani tidak mengena telak. Pasalnya, Tempo seharusnya mengulik keterangan yang lebih pas dari Ihsan Yunus, karena lebih tampak jelas gambaran keterlibatannya dalam urusan Bansos. Bukan lewat pintu Herman Hery.
Baca Juga: "Cherry Picking", Pengalaman Saya Diwawancarai Majalah Tempo
Sampai di titik ini, tidak ada satu pun bukti, baik wawancara dengan Herman, Lia, dan narasumber tidak jelas lainnya, tentang keterlibatan Puan Maharani. Kegilaan Tempo yang menggiring opini seenak jidat sendiri, seperti Najwa Shihab ketika dia menggiring seolah ada penganiayaan sebelum 6 teroris FPI tewas, harus dihentikan. Dilawan. Jurnalisme ngawur – dengan dibungkus dengan cara cerdas – tetap akan menunjukkan kejahatan Tempo.
Kita terlalu lama membiarkan Tempo beropini ngawur. Sejak sebelum Pilpres 2019, kasus perang opini KPK, penyerangan pribadi Presiden Jokowi sebagai Pinokio, membuat Tempo makin keranjingan. Tempo merasa kebal hukum. Sepak terjang seperti itu harus dihentikan. Sama halnya ketika publik mengritisi, menyerang, dan menghancurkan Najwa Shihab sebagai kaki tangan Cendana. Tempo pun berubah menjadi Tempe busuk.
Ninoy Karundeng
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews